Dua minggu setelah hubunganku dengan Dara berakhir, aku berpacaran dengan wanita yang umurnya lima tahun lebih muda dariku, namanya Asri. Tapi hubunganku dengan Asri juga tak bertahan lama, hanya sebelas hari.
Hampir dua bulan aku dan Dilla berjauhan. Aku sudah mencoba sekeras mungkin untuk mencari pengganti Dilla. Tapi usahaku tak kunjung berhasil setelah kemarin aku baru saja putus dengan Asri. Entah mengapa, setiap aku baru saja putus dari pacarku, aku langsung rindu Dilla, aku langsung ingat Dilla. Mungkin bagiku, Dilla adalah rumah, tempat aku kembali setelah kemanapun aku pergi, meski sampai saat ini aku masih belum bisa membuka pintu hatinya lagi.
Saat itu, aku mengundang kontak BBM Dilla, karena aku ingat nomor PINnya. Aku berharap Dilla sudah tak punya niat menghindar dariku lagi.
Mataku terus menatap layar handphone, menunggu pemberitahuan bahwa Dilla menerima undangan kontakku. Sampai akhirnya itu terjadi, aku merasa senang karena Dilla menerima undangan BBMku. aku langsung mengirim pesan padanya.
"Heh, apa kabar?" Kutanya.
"Baik, kamu gimana Van?" Balas Dilla.
"Baik juga. Kamu ada acara nggak? Pengen ketemu, aku mau curhat, aku butuh cara berpikir cewek." Kataku.
"Sebenernya ada sih, harus ngurusin acara disini, tapi males, hehe."
"Iya udah mending keluar aja, ini kan malem minggu." Kataku.
"Nanti aku kabarin."
Saat itu aku langsung berdoa agar Dilla mau bertemu denganku. Sebenarnya aku bukan mau curhat pada Dilla, tapi karena aku rindu dan ingin berjumpa dengannya. Tak ada alasan lain selain itu.
Tak lama, Dilla mengabariku.
"Mau ketemu dimana?" Tanya Dilla.
"Studio aja deh." Kujawab.
"Iya deh, aku berangkat sebentar lagi." Kata Dilla.
"Jemput ya, hehe." Kataku.
"Kamu nggak akan bawa motor?"
"Nggak, lagi nggak boleh keluar, mau loncat dari lantai dua."
"Dih nakal, kebiasaan. Aku berangkat sekarang deh."
"Iya, hati-hati."
Saat Dilla tiba untuk menjemputku, aku sedang bersama teman-temanku yang sedang bersiap-siap untuk mabuk-mabukan. Aku tahu Dilla tak merasa nyaman di lingkungan seperti itu. Aku langsung membawanya pergi menuju ke studio.
Setibanya di Studio, Yandi sudah menungguku. Tadi aku mengabarinya bahwa aku akan ke studio bersama Dilla. Yandi sangat bersemangat. Karena menurut gosip, Yandi juga menyukai Dilla. Awalnya aku hanya menyangka bahwa itu memang gosip, tapi semakin hari aku merasa bahwa Yandi memang menyukai Dilla.
"Dilla kemana aja? Aku kangen tahu." Kata Yandi menyambut Dilla dengan rayuannya yang basi.
Dalam hati aku berkata, "Jangankan kamu Yan, aku aja kangen banget sama anak ini."
Selama di studio, aku dan Dilla duduk di terasnya, tempat yang disediakan untuk nongkrong. Aku dan Dilla hanya membicarakan hal-hal biasa. Aku tak berani bertanya pada Dilla mengapa dulu ia mencoba menjauh dariku, lalu menghapus kontak BBMku. Yang penting sekarang Dilla di sampingku, dengan senyum paling indah yang pernah kulihat di muka bumi.
"Katanya mau curhat?" Tanya Dilla.
"Gimana ya? Bingung ceritanya gimana." Sebenarnya saat itu aku tak mau membahas tentang kisah cintaku yang baru saja usai kemarin. Aku sudah telanjur merasa nyaman dengan canda tawa yang Dilla berikan padaku malam ini, aku tak mau membicarakan hal yang serius.
"Iya udah cerita aja kali Van." Kata Dilla.
Akupun menceritakan kisahku dengan Asri yang berakhir kemarin. Sebenarnya, yang kuceritakan pada Dilla sangat tidak seru dan kurang menarik untuk dibicarakan. Aku tak berlama-lama membahas itu. Aku basa-basi meminta cara dari Dilla agar bisa balikan dengan Asri. Padahal dari lubuk hati terdalamku, aku ingin meminta cara agar Dilla mau kembali padaku. Saat itu Dilla memberiku solusi, Dilla memintaku untuk memperjuangkan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan yang ku mau. Dalam hatiku berkata, "Ya, aku akan sungguh-sungguh perjuangkan kamu."
Setelah itu, aku dan Dilla kembali tertawa bersama menceritakan masa laluku dengannya. Saling ejek tentang apa yang pernah aku dan Dilla lakukan dulu. Dilla mengejekku karena aku pernah memutuskannya hanya karena aku tak punya pulsa. Aku balas mengejeknya karena pernah memutuskanku hanya karena malas berpacaran. Sumpah, aku merindukan masa-masa itu, masa saat Dilla menjadi milikku. Kini Dilla ada di sampingku, tapi hatinya tak lagi untukku.
Saat itu, salah satu temanku menelponku, dia memintaku untuk segera kembali ke tempat Dilla menjemputku tadi.
"Kesana lagi yuk?" Kuajak Dilla.
"Ngapain sih? Kamu pengen banget kesana, mau minum?" Dilla sedikit menyentak. Aku merasa Dilla masih menyisakan rasa pedulinya untukku. Dilla masih ingin melarangku unthk berbuat sesuatu yang negatif.
"Nggak ih, aku udah nggak minum kaya gitu." Kataku.
Aku, Dilla dan Yandi kembali ke tempat nongkrong dekat rumahku. Belum lama disana, Dilla sudah merasa tak nyaman karena dikelilingi orang-orang tak dia kenal.
"Aku pulang duluan ya?" Kata Dilla.
"Aku anter." Kataku.
"Nggak usah deh, aku sendiri aja."
"Nggak mau, pokoknya aku anter." Kataku memaksa.
Tak lama, aku mengantar Dilla pulang. Dilla kubonceng dengan menggunakan motornya. Yandi mengikutiku dengan motornya. Setelah mengantar Dilla pulang, aku pulang bersama Yandi.
Di perjalanan, Yandi banyak membicarakan tentang Dilla.
"Dilla cantik hari ini." Kata Yandi.
Aku hanya terdiam. Aku hanya berkata dalam hati, "Bagiku, Dilla itu cantik setiap hari, bahkan di hari tuanya nanti dia akan selalu terlihat cantik di mataku."
Saat di rumah, aku mengirim pesan BBM pada Dilla.
"Terimakasih ya, udah jadi temen curhat yang baik."
"Iya Van, sama-sama." Balas Dilla.
Aki sendiri tak tahu mengapa aku bisa menceritakan kisah cintaku dengan wanita lain pada Dilla yang sampai saat ini masih ku harapkan untuk kembali. Sudahlah, biar takdir yang mempersatukan kita lagi nanti. Sejauh ini aku masih yakin takdir akan berpihak padaku lagi.
Sabtu, 13 Juni 2015, hari dimana aku dan Dilla berjumpa lagi. Aku yang tadinya sudah berusaha memupus harapan untuk bisa bersama Dilla lagi, tiba-tiba harapan itu tumbuh lagi, setelah jumpa dua jam bersama Dilla tadi.
"Dilla, tak apa jika saat ini kamu kujadikan teman curhatku. Nanti, aku yakin ada saatnya, kamu akan jadi teman hidupku. Percayalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma
RomanceBeberapa part terakhir di private. "Karena sekuat apapun cinta terakhirmu, kamu takkan pernah benar-benar bisa lupa pada cinta pertamamu." Ya, aku setuju dengan kalimat itu. Sampai sekarang aku tak bisa lupakan Dilla, yang dulu pernah kuperjuangkan...