Diserang Rindu

891 40 0
                                    

Sabtu, 5 September 2015, aku diundang untuk mengisi sebuah acara di cafe daerah Cililitan.
Sore itu aku sudah bersiap-siap dengan pakaian yang rapi, tapi dengan suasana hati yang tak terlalu bersemangat. Seperti biasa, aku ingat Dilla dan rindukannya.
Aku pergi menuju ke Cafe itu ditemani saudaraku, Rini. Rini memang selalu ikut bersamaku saat aku mendapat undangan untuk manggung.
Setibanya disana, aku dan Rini memesan makan dulu sambil menyaksikan penampilan dari penyanyi lain, karena aku mendapat giliran main jam delapan.
"Kenapa sih murung gitu? Semangat dong." Tanya Rini.
"Murung gimana? Nggak deh perasaan." Kataku.
"Dari tadi diem aja, biasanya bawel." Kata Rini.
"Haha, nggak kok."
"Paling juga lagi kangen Dilla. Iya Kan?" Tanya Rini.
Aku hanya tersenyum kecil, tak menjawab pertanyaan Rini.
Rini memang sudah pintar untuk bisa mengetahui apa yang kurasakan. Dia bisa tahu kapan aku sedang ceria ataupun sedih. Saat itu aku jadi tak banyak berbicara pada Rini, aku hanya berpura-pura fokus menyaksikan penampilan musisi lain.
Setelah beberapa penyanyi selesai main, giliranku tiba untuk naik ke atas panggung. Aku menyampaikan kata sambutan juga memperkenalkan diri karena aku merupakan musisi yang sangat baru disini. Aku berencana membawakan tiga lagu malam ini.
Lagu pertama yang kunyanyikan adalah lagu milik sebuah band bernama For Revenge yang berjudul "Permainan Menunggu."

"Permainan Menunggu."

Waktu yang terlewati, tinggalkan semua rasa begitu berarti.
Kucoba menghindar, namun tak ada tempat yang tak mengingatkanku pada dirimu.
Mata sulit terpejam, permainan menunggu.
Jantung berdegup kencang, permainan menunggu.

Tak pernah ada rasa yang sama, walau terus mencari tak mungkin tergantikan.
Tak pernah ada rasa yang sama, walau terus menjauh tak meungkin terlupakan.

Waktu tak henti permainkan aku, hari terus berlalu, ini semakin seru, dan kau tetap di benakku.
Kupertahankan langkahku dalam setiap luka.
Tak terbesit tuk mengalah walau mungkin kan kecewa.

Jangan hilang tak kembali.
Jangan hilang tak kembali.
Kembalilah, seperti saat kau memintaku untuk pulang.
Kembalilah, seperti saat kau memintaku untuk terjaga.

Lagu kedua yang kunyanyikan adalah lagu milik musisi favoritku, Fiersa Besari. Yang berjudul "Melangkah Tanpamu."

"Melangkah Tanpamu."

Pagi mengetuk mata, menamatkan sang mimpi.
Dan satu malaikat, dia tertinggal disini.
Apa yang telah kuperbuat, menghancurkan semuanya.
Satu khilaf berbisik, dua hati terpejam.
Adakah jalan pulang untukku?

Aku yang bodoh melepasmu, hal terbaik yang pernah ada.
Di hidupku kini aku tak tahu bagaimana cara melangkah tanpamu.

Terhempas tak membekas, bisu dan air mata.
Maaf tidak berguna, rapuhku tanpa arah.
Retak menyisakan jejak tak terhapus.
Dimana kau kini? Sungguh aku rindu.

Dan lagu terakhir yang kunyanyikan adalah lagunya Ipang berjudul "Tentang Cinta."

"Tentang Cinta."

Sekilas tentang dirimu, yang lama kunanti.
Memikat hatiku jumpamu pertama kali.
Janji yang pernah terucap tuk satukan hati kita, namun tak pernah terjadi.

Mungkinkah masih ada waktu yang tersisa untukku.
Mungkinkah masih ada cinta di hatimu.
Andaikan saja aku tahu, kau tak hadirkan cintamu.
Ingin ku melepasmu dengan pelukan.

Sesal yang datang selalu takkan membuatmu kembali.
Maafkan aku yang tak pernah tahu hingga semuanya pun kini telah berlalu.
Maafkan aku.

Kudengar tepuk tangan dan teriakan-teriakan dan berbagai macam siulan dari semua pengunjung Cafe, suasana jadi sangat meriah.
Aku turun dari panggung, lalu kembali ke mejaku menghampiri Rini.
"Dalem banget nyanyinya, andai ada Dilla disini." Kata Rini.
Aku pernah bercerita pada Rini bahwa aku pernah punya cita-cita untuk berada di satu panggung hanya di temani satu gitar, lalu kunyanyikan lagu dengan sepenuh hati di hadapan Dilla, menyampaikan seluruh isi hati lewat lagu yang kunyanyikan.
"Kenapa nggak bawain lagu ciptaan kamu?" Tanya Rini.
"Nanti, belum waktunya, aku pengen Dilla juga denger lagu itu." Kataku.
"Tuh kan, kena deh, bener ternyata kamu lagi kangen Dilla. Pantesan lagunya aja pas banget buat Dilla." Kata Rini tertawa.
"Haha, iya deh. Paling nggak bisa munafik kalau lagi kangen dia." Kataku.
"Cinta banget ya sama dia?" Tanya Rini.
"Nggak udah ditanya." Kataku.
Tak lama setelah itu, aku dan Rini pulang.
Di rumah, aku benar-benar dipaksa sang malam untuk terus mengingat Dilla. Dilla yang kini tak bisa kutahu tentang apa yang sedang dia lakukan, sedang bersama siapa sekarang.
Aku mengirim BBM pada Azzuri untuk meminta foto profil BBM Dilla seperti biasa. Tak lama, Azzuri mengirim foto itu.
"Statusnya apa?" Kutanya.
"Masih pake nama Fikri."
Sampai saat ini, aku tak pernah tahu kapan Dilla akan menulis namaku di status BBMnya. Aku juga tak tahu apakah itu akan terjadi. Tapi harapanku akan selalu ada sampai hal itu benar-benar terjadi. Aku disini, selalu berharap ada yang bisa menyampaikan isi hatiku bahwa aku masih menyayanginya, dan aku sangat merindukannya.

"Dilla, dimanapun kamu sekarang, aku harap kamu baik-baik saja. Aku hanya bisa memperhatikanmu dari jauh. Kuharap kamu tahu apa yang kurasakan."

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang