Bab 10 • Uninvited Guest

3.6K 264 0
                                    

Hari Minggu pagi, adalah satu dari hari yang paling Elektra suka. Ia tidak perlu lagi repot-repot bangun pagi. Ia bisa bangun sesiang yang ia inginkan. Grandpa dan Grandma juga tidak melarang. Hari Minggu adalah hari kebebasan untuk Elektra King.

Minggu ini, Elektra sudah terjaga saat jam menunjukkan pukul setengah sembilan. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, sambil mengumpulkan nyawanya, berjalan ke arah kamar mandi. Mencuci muka dan menggosok gigi.

Saat ia baru selesai mengelap wajah dengan handuk, suara ketukan terdengar, disusul oleh suara sang Grandma. Ia mengerutkan kening. Biasanya, sang Grandma tidak akan menganggunya sama sekali di hari Minggu.

Elektra membuka pintu, menatap sang Grandma dengan pandangan bertanya. "Ada apa, Grandma?"

"Apa Grandma mengganggu tidurmu, Sayang?"

Elektra menggeleng, "Oh, tidak. Aku sudah bangun. Ada apa?"

"Kau kedatangan tamu," sang Grandma tersenyum. Tapi bukan senyum yang biasa ia sunggingkan. Senyum yang terlihat.., em, nakal? Mungkin seperti itu.

Dahi Elektra berkerut, "Tamu? Siapa? Sally?"

Seingat Elektra, ia tidak membuat janji apapun dengan Sally—jadi, seharusnya Sally tidak datang kerumahnya. Lalu, siapa lagi? Satu-satunya teman yang cukup dekat untuk datang kerumahnya hanyalah Sally.

"Oh, bukan, bukan. Seseorang. Kau pergi temui dia di ruang tamu, oke? Tidak ada bantahan, Sayang. Grandma akan buatkan minum."

Elektra tidak punya pilihan lain selain turun ke lantai bawah, menuruti permintaan sang Grandma untuk menemui 'tamu'-nya. Ia bertanya-tanya, siapa tamu-nya? Tapi tidak ada satupun nama yang terlintas dalam pikirannya.

Begitu sampai di ruang tamu, reaksi pertama Elektra adalah membulatkan matanya. Bibir penuhnya terbuka. "Kau!"

Tebak, siapa yang sedang duduk manis, bercengkrama dengan sang Grandpa di ruang tamunya?

Dylan Antonious.

Rasanya Elektra ingin menenggelamkan diri. Kenapa harus lelaki itu, sih? Maksudnya—bagaimana bisa? Oh, ya, mungkin ketika Dylan mengatakan ia tau apapun, ia benar-benar tau tentang apapun.

Grandpa menatap Elektra, "Reaksi macam apa itu, Elektra?"

Cepat-cepat Elektra berdehem, "Oh, maaf. Aku—terlalu terkejut. Apa Grandpa tidak keberatan jika—"

"Tentu, tentu," Grandpa dengan sigap bangkit dari duduknya. "Grandpa akan ke halaman belakang. Jamu tamu-mu dengan baik, Elektra. Mengerti?"

"Tentu, Grandpa."

Saat sang Grandpa sudah tidak terlihat, ia menatap Dylan yang sedang balik menatapnya, tersenyum lebar.

"Selamat pagi, Sweet Pie."

Elektra mendesis, "Apa yang kau lakukan disini? Apa yang kau mau, sih? Kenapa kau mengangguku?"

"Pertama, aku disini untuk bertamu. Kubilang aku menyukai strawberry, dan kudengar kalian punya selai strawberry buatan rumah yang sangaat lezat, jadi aku kemari.

Kedua, yang kumau? Mmm. Apa, ya? Mungkin selai strawberry-mu. Atau, bisa jadi dirimu," Dylan menyeringai. Yang sialnya, masih tetap membuat wajahnya terlihat tampan.

Dylan melanjutkan, "Terakhir. Aku? Mengganggumu? Sungguh, aku tidak bermaksud menganggumu, Sweet Pie."

"Demi Tuhan, aku—"

"Halo anak-anak, roti selai strawberry dan susu hangat datang," Grandma memasuki ruang tamu dengan senyum.

Dylan balas tersenyum lebar, berbanding terbalik dengan Elektra yang seperti siap meledak kapan saja.

Dari sudut matanya, Dylan tampak melihat raut wajah kesal Elektra. Ia tertawa dalam hati. "Apa aku boleh mengajak Elektra pergi keluar sebentar, Sheine?"

Sheine? batin Elektra. Ia memutar kedua bola mata, Ia memanggil Grandma dengan nama. Sok kenal sekali.

Grandma tersenyum. "Oh, tentu! Nah, Elektra. Cepat bersiap-siap. Jangan membuat Dylan menunggu terlalu lama, oke?"

Mata Elektra membulat, "Apa? Aku tidak mau pergi dengan dia, Grandma!"

Grandma memberi tatapan peringatan pada Elektra, "Kau berlalu tidak sopan. Ayo, cepat bersiap-siap. Tidak ada penolakan, Elektra."

Elektra melenguh. Ia memberikan tatapan tajamnya pada Dylan selama berjalan meninggalkan ruang tamu.

Ia sekarang akan mengakui, ia sangat salah karena mencari masalah dengan Dylan. Tidak, bukannya dia takut dengan Dylan. Hanya.., Dylan benar-benar menyebalkan!

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang