Bab 60 • It's My Heart

2.6K 206 0
                                    

Seharian penuh, Elektra menangis dikamar Sally, dengan Sally dan March yang mendampingi gadis itu.

March mendesah, "Aku tidak mengerti dengan Dylan."

Elektra menutup wajahnya, kembali menangis, entah untuk yang keberapa kalinya. "I-ini semua salahku," isaknya. "Aku bodoh sekali. YaTuhan."

Sally menggeleng frustasi. Ia melirik March, memberi kode untuk mengikutinya. March mengangguk, mengikuti Sally yang berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah dikiranya Elektra tidak dapat mendengar pembicaraan mereka, Sally berucap, "Kita harus membuat mereka bertemu. Maksudku, bertemu, benar-benar berbicara dari hati ke hati—kau tau, sesuatu seperti itu."

March mengangguk setuju, "Kau benar. Punya id—oh, aku tau!"

March tersenyum lebar, segera membisikkan rencana yang terlintas dalam otaknya.

✖️

Elektra memasuki ruang musik keesokan harinya dengan mata sembab. Diliriknya jam yang terpasang di dinding, pukul delapan lewat sepuluh menit.

Sally berkata akan menemuinya sekitar pukul delapan. Katanya, ingin mengatakan sesuatu. Dan entah kenapa, gadis itu memintanya menemuinya di ruang musik. Padahal, biasanya, mereka memilih bertemu di kafetaria, atau perpustakaan.

Elektra duduk di tengah-tengah ruangan, tempat dimana sebuah grand piano berada. Ditekannya tuts tuts tersebut dengan asal. Pikirannya jatuh pada kenangan ketika Dylan memainkan piano. Saat—

Pintu terbuka, menampilkan sosok Dylan. Luka dan lebam di wajahnya masih terlihat dengan jelas. Segera, Elektra bangkit dari duduknya.

"Dyla—"

Tapi, begitu tatapan keduanya bertemu, Dylan berbalik, bersiap untuk keluar dari ruangan tersebut. Sayangnya, pintu tersebut terkunci. March dan Sally mengunci ruangan tersebut dari luar.

Dylan mendesah. Seharusnya ia tahu, ini rencana March.

Ia berbalik, menatap sekilas Elektra, sebelum akhirnya memilih untuk duduk dipojok ruangan, berjauhan dengan Elektra.

Elektra menghembuskan napas pelan. "Maaf," lirih Elektra.

Dylan bergeming, walaupun dapat mendengar kata tersebut.

Elektra berucap lagi, "Ponselku hilang. Aku jadi tidak bisa menguhubungimu, atau Sally, atau March, atau bahkan Grandpa dan Grandma. Aku lupa password skype dan kik milikku.

Aku minta maaf, Dylan. Dad menyuruhku untuk tinggal disana. Aku tidak bisa menolak. Ini awal yang baru untukku, kau tau, setelah sekian lama. Tapi," Elektra menatap lekat Dylan yang tengah menunduk di pojok sana. "Aku juga tidak bisa pergi begitu saja. Aku meninggalkan sesuatu yang berharga disini."

Akhirnya, Dylan mendongak, dan tatapan keduanya bertemu. Suara serak Dylan mengucapkan, "Apa? Kau meninggalkan apa disini?"

Perlahan, Elektra bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Dylan. Dylan bergeming, tidak mencoba untuk menghindari Elektra. Sampai Elektra sampai di hadapan Dylan, gadis itu meraup wajah Dylan.

Dylan mengadah, dan Elektra menunduk, menatap lekat iris biru yang dirindukannya. Perlahan, Elektra mendekatkan wajahnya kearah wajah Dylan.

Sampai bibirnya bertemu dengan bibir Dylan. Satu kecupkan mendarat di bibir Dylan. Hanya sebuah kecupan ringan, tanpa lumatan, tetapi berlangsung cukup lama. Untuk menebus rasa rindu yang keduanya rasakan.

Elektra melepaskan ciumannya, masih menatap iris biru Dylan dengan lekat. "Aku meninggalkan hatiku disini, bersamamu, Dylan."

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang