Bab 41 • I Don't Want You To...

2K 193 2
                                    

Seharusnya Elektra tau, Dylan bisa seromantis ini. Jadi, ia tidak perlu merasa seperti.., entahlah. Pipinya menghangat, dan seperti banyak kupu-kupu menggelitik perutnya.

Rasanya.., menyenangkan. Elektra bahkan tidak bisa berhenti tersenyum. Yang membuatnya berpikir, ia pasti terlihat seperti seorang idiot saat ini.

Jadi, Dylan membawanya menuju apartment-nya—apartment March. Lelaki itu kembali membawanya ke roof top, yang ternyata sudah disulap menjadi sebuah tempat candle light dinner yang.., romantis.

"Kau tidak berhenti tersenyum," tutur Dylan.

Elektra menunduk, setengah malu, setengah ingin mengenyahkan senyumnya ini.

"Tidak apa-apa. Aku menyukainya," lalu tawa kecil Dylan terdengar.

Elektra mendongak, dan melihat Dylan tersenyum. Benar-benar tersenyum. Elektra dapat melihatnya, merasakannya, melalui iris birunya.

"Apa yang akan kita makan hari ini?"

Mendengar pertanyaan Elektra, lagi, Dylan tertawa. "Berani bertaruh, kau akan suka makanan yang akan dihidangkan hari ini."

Satu alis Elektra terangkat, menantang. "Dan jika kau salah?"

"Aku akan melakukan apapun yang kau mau," Dylan mengulum senyum.

"Deal!" Elektra tersenyum, lebar.

Kali ini, Dylan yang bertanya, "Dan jika kau salah?"

"Well, aku yang akan melakukan apapun yang kau mau."

✖️

Sepertinya, Elektra memang selalu ditakdirkan untuk kalah oleh Dylan. Layaknya saat ini.

Elektra menyukai hidangan yang di hidangkan tadi. Makanan khas Yunani, dan entah bagaimana Elektra nenyukainya.

Dylan tersenyum lebar, "Jadi, ada yang lagi-lagi kalah bertaruh."

Melihat senyum Dylan, Elektra mendengus. "Ya, ya, ya. Jadi, apa yang harus kulakukan untukmu, Tuan?"

Elektra sudah siap akan perintah terburuk yang mungkin Dylan berikan padanya. Seperti, ia harus pulang sendiri. Atau, mungkin, menjadi 'pembantu'-nya lagi. Tapi, detik ini, Dylan terdiam, hanya memandang Elektra lurus-lurus.

Iris biru yang selalu Elektra suka menatapnya, tepat dimata, mengunci irisnya. Elektra seakan-akan tidak bisa mengalihkan pandangannya kearah lain.

Sekarang, Elektra merasa benar-benar gugup. Gadis itu berdehem, "A, ekhm, apa—apa ada yang salah?"

Gelengen dari Dylan. Lelaki itu menunduk, entah memperhatikan apa. Mungkin, sepatunya. Atau lantai yang kotor. Atau, mungkin, wajah Elektra ada berada di bawah sana.

"Dylan—"

Dylan mengangkat kepalanya, lagi, menatap Elektra lekat dengan iris birunya. "Kau tau, kau harus menuruti apapun yang aku mau, kan?"

"Iya," Elektra mengangguk. "Kau membuatku takut, Dylan. Kau tidak akan menyuruhku yang macam-macam, kan? Karena, serius, aku hanya membawa sedikit uang. Lalu aku juga tidak membawa jaket. Dan aku jug—"

"Akuinginkautidakmeninggalkanku."

Elektra berhenti, mengerjapkan matanya. "Maaf? Bisa kau ulangi?"

Dylan mendesah. Tapi, tak urung, dia mengulai perkataannya, kali ini, ia mengucapkan setiap kata-kata itu dengan penuh penekanan. "Aku ingin kau tidak meninggalkanku."

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang