Bab 4 • New Friend, eh?

5.5K 320 0
                                    

Tidak begitu banyak hal menarik yang Elektra temukan setelah mengelilingi sekolah barunya. Tapi perpustakaannya cukup mengesankan. Ruangan dua lantai yang dingin, dipenuhi dengan rak-rak tinggi berisi berbagai macam buku, serta komputer-komputer yang berjajar di sudut ruangan. Yang tidak ia temui di sekolah lamanya di Indonesia. Ah, tentu saja tidak.

Oh, ya, ruangan musik. Ia sempat mendengar ada seseorang yang memainkan piano dengan merdu disana tadi saat mengintip dari celah pintu ruangan tersebut. Dan, yang baru Elektra ketahui, bahwa sekolah barunya memiliki ruang tari.

Dan tahu, tidak? Elektra menemukan sosok yang menarik perhatiannya tadi di dalam ruang tari, yang membuatnya hampir-hampir tidak ingin beranjak seinci pun dari ruang tari. Maksudnya, sosok itu seakan menghipnotisnya dengan setiap gerakan lembut dan kasar yang berpadu menjadi satu jalin yang tampak.., pas. Indah. Memesona.

Seorang lelaki. Rambutnya blonde, nyaris putih, dan kulitnya agak sedikit cokelat, nyaris seperti kulit Elektra sendiri. Elektra tidak tau siapa lelaki itu, tapi, serius, lelaki itu menyita perhatiannya. Caranya menggerakkan setiap tubuhnya sambil mengikuti irama lagu yang terputar, terasa begitu.., hidup. Bukan hanya gerakan tari biasa, tapi lelaki itu seakan-akan menari dengan, apa, ya, jiwanya?

Elektra mendengus. Berlebihan, makinya dalam hati.

Gadis itu duduk kembali di salah satu bangku taman, mengetuk-ngetukkan jarinya pada buku tebal yang ia bawa, merasa bosan. Seharusnya ia di perpustakaan saja, membaca apapun yang dikiranya menarik. Oh, atau ia seharusnya tetap mengintip lelaki itu menari saja.

Oh, tidak, batinnya berseru. Jangan bertingkah seperti stalker, Elektra.

Bukan stalker! Aku hanya melihatnya menari. Lagi pula, kan, ini yang pertama kali, ia menyanggah batinnya sendiri.

Ya, tapi kau mengintipnya menari, dan kau tau tidak? Air liurmu itu seakan-akan siap menetes melihat lelaki itu menari!

Elektra menggeleng. Tidak, tidak mungkin! Ia memang terpesona, tapi ia tidak akan bertingkah seperti itu. Siap meneteskan air liur kapan saja saat melihat lelaki itu menari? Jangan bercanda, itu berlebihan sekali.

"Eh? Hey! Kau Elektra, kan?"

Ketika menoleh, yang ia lihat adalah rambut biru elektrik milik—siapa, ya, namanya? Selly? Sherly? Oh, Sally! Perempuan yang membantunya mencarikan loker miliknya.

"Oh, hei, Sally," Elektra tersenyum tipis. Ia bergeser, mempersilahkan Sally untuk duduk di sampingnya.

Dengan senang hati, perempan berambut biru elektrik itu duduk disampingnya. "Uh, aku pegal sekali. Si kumis badai sialan," Sally mengomel. Tapi detik selanjutnya, kita Sally menoleh menatap Elektra, perempuan itu tersenyum. "Elektra! Hey, Asian Girl. We meet again! Wah, sepertinya kita di takdirkan untuk berteman baik, bukan begitu?"

Kekehan kecil keluar dari bibir penuh Elektra yang mungil, "Mm, mungkin begitu."

"Kau tau, aku capek sekali," sekarang, Sally kembali menggerutu. Tangannya memijit-mijit kaki kanannya. "Aku dihukum oleh Mr. Sherlock tadi—uh, iya, aku tau namanya sangat mengerikan, aku juga berpikir begitu. Dan yang lebih mengerikan? Dia itu bukan guru Sejarah atau apa, ia guru Kalkulus yang—yaampun, aku benar-benar membencinya."

"Apa yang kau lakukan sampai mendapat hukuman darinya?" Alis Elektra menyatu, tampak ingin tahu.

"Kepergok membaca majalah fashion saat dia sedang menyuruh kami mencatat," Sally terkekeh mengingat tingkah lakunya sendiri. "Diberikan peringatan olehnya. Dan yang aku lakukan setelah menutup majalah fashion-ku adalah membalas sms dari pacarku—namanya Dixon, akan kukenalkan nanti. Jadi, yeah, hukuman dari si pria berkumis itu."

Elektra tersenyum kecil. Hal-hal yang mungkin dulu sering ia lakukan di sekolah lamanya.

"Dan, kenapa kau bisa berada di sini sendirian, Asian Girl?"

Satu ringisan pelan keluar dari bibir Elektra, "Aku terlambat memasuki kelas Biologi-ku karena tersesat."

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang