Bab 56 • Gone

4.7K 234 4
                                    

Fernando tersenyum saat anak sematawayangnya, Elektra, kembali memasuki kamar rawat yang ditempatinya.

Elektra tersenyum, dan Fernando seakan-akan baru menyadari betapa miripnya senyum Elektra dengan mendiang isterinya, Isabelle.

Fernando tersenyum sedih, merutuki kebodohannya selama ini.

"Kenapa, Dad? Ada yang sakit?" Elektra bertanya khawatir.

Fernando menggeleng, "Nope. Dad cuma..,"

Elektra mengelus punggung tangan Fernando dengan lembut, seolah-olah berkata tidak apa-apa.

"Maaf," akhirnya, hanya kata itu, lagi, yang bisa Fernando katakan. "Kamu boleh benci sama Dad. Boleh marah. Dad.., ini semua kesalahan Dad."

Elektra menggeleng, "Aku emang marah sama Daddy, tapi, aku nggak akan pernah bisa benci sama Daddy. Aku sayang sama Daddy lebih dari apapun."

Fernando menangkup wajah Elektra, dan setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Penyesalannya begitu nyata. Ia bahkan tidak tahu, bagaimana caranya untuk menebus kesalahannya pada puterinya itu.

"Maaf, Elektra. Maaf—" dan tangis Fernando pecah.

Elektra ikut menangis. Tapi, tidak lagi untuk rasa sedihnya. Ia menangis karena lega. Akhirnya, bebannya terangkat. Akhirnya, setelah sekian lama, Ayahnya kembali. Ayahnya yang ia sayangi.

✖️

Xavier mengerutkan dahinya melihat Elektra yang sibuk membokar isi tasnya. "Cari apa, sih, Tra?"

Elektra menggigit bibir bawahnya, nyaris menangis. "Kamu liat handphone aku, nggak?"

"Hm?" Xavier menggeleng. "Enggak. Coba inget-inget, terakhir kali kamu pake, buat apa? Dimana?"

Otak Elektra berputar, mencoba mengingat kapan terakhir kali ia menggunakan ponselnya. Dimana, ya? batinnya bergumam khawatir.

"Yaampun!" Elektra mengusap wajahnya, frustasi. "Taksi. Aku yakin ketinggalan di taksi. Gimana, dong, Xav?"

"Tenang, oke? Aku coba telfon."

Elektra mengangguk. Ia tidak bisa kehilangan ponselnya. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan Dylan hanya dengan ponselnya. Bagaimana jika ponselnya hilang?

Xavier melirik Elektra yang tampak cemas, "Nggak diangkat, Tra. Mati."

Elektra mendesah lesu. "Hilang, ya, Xav?"

"Kita beli yang baru, ya?" tawar Xavier, mengusap lembut puncak kepala Elektra.

Yang Elektra balas hanya dengan anggukkan lesu.

✖️

Sudah tiga hari semenjak kepulangan Elektra, dan sekarang Fernando sudah tampak seperti sedia kala. Walaupun masih tampak jauh lebih kurus, tapi binar kehidupan di irisnya telah hidup kembali.

Selama itu pula, Elektra selalu berada disamping Ayahnya, menghabiskan waktu hampir dua puluh empat jam bersama Ayahnya.

"Daddy boleh minta sesuatu?"

"Hm?" Elektra masih sibuk dengan ponsel barunya, mencoba masuk kedalam akun skype atau kik miliknya, tapi gagal entah untuk kesekian kalinya. Ia lupa password miliknya. Kesalahan fatal disaat seperti ini.

"Kamu tinggal disini lagi, ya?"

Elektra langsung mengadahkan kepalanya, menatap Ayahnya dengan mata membulat. "Apa?"

"Daddy mau kamu tinggal disini lagi," ucap Fernando pelan. "Kalau perlu, kamu ajak Grandma sama Grandpa untuk tinggal bareng sama kita."

Perut Elektra terasa melilit. "Tapi..,"

Alis Fernando terangkat, "Kenapa? Papa ingin kita kumpul, Elektra."

Elektra mengangguk mengerti, "Iya, Elektra ngerti. Tapi..," Ada sesuatu yang Elektra tinggal disana.

"Daddy bakal bicara sama Grandma dan Grandpa. Akan Daddy urus surat kepindahan kamu secepatnya. Oke?"

Elektra mendesah. "Oke."

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang