Bab 24 • Jazz Concert

3K 243 0
                                    

Hari Senin selalu menjadi hari menyebalkan bagi siapapun, juga bagi Elektra. Apalagi, ketika di hari Senin kau harus dihadapkan dengan empat test dari mata pelajaran berbeda sekaligus. Rasanya, Elektra ingin pulang kembali ke rumah saja.

Sally menatapnya prihatin. "Kau menyedihkan sekali, Asian Girl."

"I really am," Elektra mengerang, menjatuhkan kepalanya di meja, dekat dengan buku-buku catatannya yang terbuka lebar, berteriak untuk di pelajari.

"Serius, kau sama sekali belum belajar?"

"Sudah," Elektra membalas lesu. "Tapi baru satu bab. Aku ketiduran semalam ketika selesai belajar tiga pelajaran lainnya. Dan mau tau apa? Yang harus kupelajari itu empat bab!"

Lagi, Sally menatapnya prihatin. "Aku juga akan frustasi jika menjadi dirimu. Nah, apa yang ingin kau makan? Aku akan memesannya."

Elektra memberi tatapan terima kasih. Ia menyebutkan pesanannya, lalu fokus kembali pada bukunya saat Sally sudah pergi.

Ia punya kurang lebih tiga puluh menit lagi. Setidaknya, ia bisa menghafal satu bab, atau mungkin dua bab lagi.

"Kau tampak sibuk."

Tanpa melihat siapa orang itupun, Elektra tau jelas siapa orang tersebut. Suara seraknya yang khas, Dylan.

Tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya, ia bergumam, "Hmmm."

"Aku punya ticket untuk festival Jazz. Mau ikut bersamaku?"

Sebenarnya, ia ingin mengiyakan ajakan Dylan. Setelah test yang melelahkan , festival Jazz kedengaran menyenangkan.

"Ak—"

"Kalo begitu, ini permintaan ketigaku. Deal?"

Elektra bahkan baru ingat jika Dylan masih memiliki satu permintaan lagi. Jika sudah begini, ia tidak bisa menolak, kan? Lagi pula, festival Jazz tidak buruk.

"Baiklah, deal."

✖️

Elektra sudah siap dengan jeans putih, dan kemeja hitam. Snikers putih kesayangannya membungkus kedua kakinya. Ia menyapu sedikit make up tipis di wajah. Kalau di pikir-pikir, ini pertama kalinya ia berdandan dengan benar ketika pergi dengan Dylan.

Hanya karena ia akan pergi ke festival Jazz. Saat Grandma memasuki kamarnya dan mengatakan bahwa Dylan sudah tiba, ia segera menyambar tas talinya, berderap menuju lantai bawah.

Seperti biasa, Dylan duduk di ruang tamu. Entah bagaimana, pakaian yang dikenakan Dylan berkebalikan warna dengan pakaian yang dikenakan Elektra.

Dylan mengenakan kemeja putih, dan jeans hitam. Dan.., ugh, iris Dylan benar-benar tampak indah, apalagi seperti sekarang, saat ia tersenyum. Bukan senyum menyebalkan. Tapi senyum yang.., manis.

"Wow. Pakaian kita serasi, ya?"

Elektra memainkan bibirnya, "Yeah. Kita berangkat sekarang?"

Dylan melirik jam tangannya. Pukul tujuh kurang lima belas menit. Festival akan di mulai pukul delapan tepat. "Kalau kau sudah siap," jawabnya.

"Aku sudah siap."

Dylan tersenyum tipis, "Baiklah, ayo."

✖️

Mereka sampai di café tempat festival Jazz tersebut diadakan pukul delapan kurang sepuluh menit. Parkiran café yang luas sudah dipenuhi oleh mobil.

Elektra dapat melihat bangunan kubus café dari dalam mobil, tampak luas. Sepertinya café ini memang biasa dipakai untuk festival music yang tidak begitu megah.

"Ayo," Dylan turun lebih dulu dari mobil.

Elektra mengikuti. Mereka berjalan beriringan menuju gedung café. "Café ini punya temanku, omong-omong," Dylan berucap.

Elektra melirik Dylan sekilas. "Oh? Café ini agak unik, sepertinya."

Anggukan dari Dylan. "Mmm, iya. Dia itu penggemar Jazz sejati. Dia ingin membuat café sekaligus tempat yang bisa dijadikan festival music."

Bibir Elektra membentuk huruf 'o' sempurna. "Begitu."

Saat mereka memasuki café, seorang pria yang sepertinya beberapa tahun lebih tua diatas mereka menyambut dengan hangat.

"Nah, Dylan, siapa gadis cantik yang kau bawa ini?"

Dylan melirik Elektra. "Oh. Ini Elektra. Elektra, ini Steve, pemilik café ini. Dan Steve, ini Elektra."

Elektra tersenyum sopan, "Halo."

"Senang berkenalan denganmu, Cantik. Pacar barumu, Dylan?" iris Steve mengerling jahil.

Elektra pikir, Dylan akan berkata sesuatu seperti 'tentu saja bukan' atau kalimat sanggahan lainnya. Tapi yang ia dengar malah Dylan berucap, "Yeah."

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang