Bab 61 • Alright

2.7K 192 3
                                    

Dylan mengalihkan pandangannya kearah lain. But, he can't deceive that his heart beating so fast.

"Dylan? Aku.., selama dua minggu, aku membenahi segalanya dengan Xavier. Tapi, kau tau, i do love him, tapi," Elektra menarik wajah Dylan agar iris lelaki itu mengarah padanya. "I do love him as my bestfriend, as my brother. Dan sekarang.., aku mencintaimu sebagai seorang laki-laki menyebalkan bernama Dylan Antonious."

Sungguh, Dylan ingin mengatakan bahwa ia mencintai Elektra juga. Tapi, entahlah, bibirnya seperti saling mengunci satu sama lain, membuatnya tidak dapat mengatakan satu kata apapun.

Elektra menatap Xavier. "Apa—apa kau merasakan hal yang sama, Dylan?"

Ya, aku merasakan yang sama. "Aku—"

"Kau apa?" iris Elektra menatap Dylan penuh harap.

"Aku—" Dylan mendesah. "Aku takut kau meninggalkanku seperti semua orang meninggalkanku."

Elektra menggeleng, "Maaf. Sungguh, aku tidak pernah bermaksud meninggalkanmu. Demi Tuhan, Dylan, aku mencintai—"

Dylan tidak membiarkan Elektra menyelesaikan kalimatnya. Lelaki itu menarik tubuh Elektra mendekat dengannya, membuat keduanya berhadapan tanpa jarak satu sentipun. Lalu, Dylan mengecup bibir merah Elektra.

Hanya dengan sebuah kecupan, tapi Elektra tahu, bahwa Dylan juga mencintainya.

✖️

Sally dan March tersenyum senang saat membuka pintu ruang musik, dan melihat Dylan yang tengah memainkan piano dengan senyum, menatap Elektra yang balas menatapnya, juga dengan senyum yang tersungging.

Rencana mereka berhasil, thank to God.

"Lihat siapa yang sudah berbaikan," ledek Sally.

Dylan berhenti memainkan piano. "Hei. Terima kasih karena telah mengunci kami disini, ya."

March menggaruk tengkuknya, "Yeah, sama-sam—TIDAK!"

Detik berikutnya, March sudah berlari, entah kemana. Yang jelas, menghindari Dylan yang siap untuk menerkamnya. Elektra terkekeh. Dylan's back.

Sally mengerling menatap Elektra. "Jadi?"

"What?" Elektra memberikan Sally tatapan innocent-nya.

Sally memutar kedua bola matanya dengan malas, "Seriously?"

Elektra mengulum senyum. "Intinya, kami berbaikan. Dan segalanya sudah baik-baik saja."

"Glad to heard that," Sally merangkul Elektra, berjalan keluar ruang musik. "Masalahnya, adalah, apa kalian sudah, ehm, berpacaran?"

"Apa?" Elektra terkekeh. "Tidak."

"Setelah sekian lama?" Sally menggelengkan kepalanya. "Ada apa dengan Dylan? Lamban sekali!"

"Apa? Aku? Lamban?"

Sally memutar tubuhnya, dan mendapati Dylan yang tengah menyeret March (dengan wajah pasrahnya) dengan tangan kanannya.

"Iya," Sally berdecak. "Kau tidak akan mengatakan sesuatu seperti, 'Elektra, mau kah kau menjadi kekasihku?' atau apalah itu, Dylan?"

Untuk sesaat, wajah Dylan memerah, begitu juga dengan Elektra.

"Ak—"

"Tidak usah dengarkan perkataan Sally," Elektra melepaskan genggaman Dylan pada baju milik March. "Aku lapar. Ayo kita makan, Dylan."

Dylan mengangguk, menggenggam tangan Elektra dengan tangan kirinya yang kini telah bebas. "Aku pergi dulu."

Sally dan March hanya bisa memberengut melihat kepergian keduanya.

"Mereka bahkan tidak berbasa-basi mengajak kita," sungut March.

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang