Bab 44 • Dylan's Heaven

2.9K 214 0
                                    

Dylan tersenyum saat melihat Elektra keluar dari rumahnya, rambut panjangnya dijalin menjadi satu pagi itu, memperlihatkan leher jenjangnya.

"Selamat pagi, Pie."

Elektra mendengus, tapi tak urung balas menjawab, "Pagi, Tuan Menyebalkan."

Dylan terkekeh, lalu dengan gerakan kasual membukakan pintu untuk Elektra. Sambil mengulum senyum, Elektra memasuki mobil.

Kemudian Dylan berbutar, membuka pintu mobil, duduk dikursi kemudi. Lelaki itu menyalakan radio, yang segera melantunkan lagu Wanted milik Hunter Hayes.

Dylan memaju mobilnya dengan kecepatan sedang.

Tidak ada pembicaraan. Keduanya lebih memilih untuk menikmati suara milik Hunter Hayes dalam diam.

Atau, tidak.

Pada chorus bagian kedua, suara serak Dylan terdengar, ikut melantunkan bait demi bait lagu tersebut.

"When i wrap you up, when i kiss your lips. I wanna make you feel wanted, and i wanna call you mine.

Wanna hold your hand forever, and never let you forget it. 'Cause baby, i, i wanna make you feel wanted."

Elektra melirik Dylan, tersenyum. "Suaramu tidak buruk."

Satu alis Dylan terangkat, "Suaraku memang bagus. Kau tau, aku Si Tuan Serba Bisa."

Mendengar itu, Elektra mendengus. Dylan Antonious. Sepertinya tidak ada yang bisa menyaingi rasa percaya dirinya yang tinggi itu—ralat, terlalu tinggi.

"Kau pernah bilang kalau suaramu sumbang," tutur Elektra.

Satu alis Dylan terangkat, "Benarkah? Well, mungkin aku sedikit mabuk waktu mengatakannya."

"Aku tidak tau kau bisa bermain piano, menceritakan banyak hal ketika kau sedikit mabuk."

Dylan tersenyum kecil, "Baiklah. Aku waktu itu hanya sedang tidak ingin bernyanyi, oke? Kau menang."

"Dasar menyebalkan," dengus Elektra. "Dan diktator. Dan narsis. Astaga, mungkin Tuhan dengan tidak sengaja menumpahkan empat atau lima rasa percaya diri orang lain ke tubuhmu saat membuatmu, Dylan."

Mata Dylan memicing, "Aku memang serba bisa, Sweet Pie."

"Oh, yeah, tentu saja aku percaya," Elektra membalas dengan nada mencemooh, menantang.

Dan Dylan mengangguk. "Perlu bukti?" satu alisnya terangkat saat mengatakannya.

"Tentu saja aku butuh bukti."

"Baiklah," senyum miring Dylan muncul.

Kemudian, Dylan memutar laju mobilnya. Elektra melotot. "Hey, apa-apaan? Kita harus latihan untuk drama lusa, Dylan!"

Tentu saja Elektra tidak ingin nilai bahasa Perancisnya buruk. Dan, for your information saja, mereka belum latihan untuk drama tersebut sama sekali—mereka hanya baru saling menghafal dialog. Belum benar-benar berlatih untuk tampil.

"Salah sendiri kau menantangku, Sweet Pie," Dylan memberikan Elektra senyum menyebalkanny.

Lagi, Elektra mendengus. "Dasar menyebalkan!"

✖️

Dylan membawa Elektra ke sebuah gedung kosong. Tapi, dapat Elektra lihat bahwa gedung ini tidak benar-benar kosong—gedung ini berpenghuni. Terlihat, dari satu mobil dan beberapa motor yang terparkir di halaman gedung yang rata dengan tanah.

Setelah Dylan turun, Elektra mengikuti. "Jadi, mau beritau aku dimana ini?"

"Ini?" Dylan melirik Elektra, memberi senyum misteriusnya yang tampak menyebalkan dimata Elektra. "Ini Surga, Elektra."

Segera, Elektra memutar matanya. "Sejak kapan Surga adalah tempat kotor seperti ini?"

Dylan mengangkat bahunya, "Aku punya definisi yang berbeda tentang Surga, sepertinya."

"Serius, Dylan," Elektra mengerang kesal. Tapi tak urung gadis itu mengekori Dylan yang berjalan memasuki gedung kosong tersebut.

Di anak tangga keempat, Dylan berhenti, berbalik, menatap Elektra. "Serius, Elektra. Ini adalah surga dalam definisi seorang Dylan Antonious."

Berdecak, Elektra menjawab, "Baiklah."

Senyum Dylan mengembang. "Nah, siap untuk melihat surgaku?"

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang