Ley's PoV
"Ekhem." Asdfghjkl (*0*)
Berbalik?
Tidak?
Berbalik?
Tidak?
Berbalik sajalah. Dengan perasaan yang aneh, akupun berbalik sambil memejamkan mataku. 'Ya tuhan, aku takut.'
Deg.
Aku perlahan membuka mataku. Aku melebarkan mataku.
"Apakah aku tak salah lihat?!" Ucapku geram. Aku membuang nafas lega.
"Tidak. Kenapa kau tak masuk? Ayo masuk." Khanza menarik tanganku. Deg, astajimm aku baru ingat tentang telepon itu. Aku melepaskan tanganku darinya.
"Khanza ada yang harus aku bicarakan." Bisikku. Aku mengambil ponsel dari sakuku. Ponsel ini milik Khanza. Akupun membuka lockscreenya dan memperlihatkan daftar log panggilan. Ia mengambil ponselnya.
"Jadi, kau mengangkatnya?" Aku mengangguk.
"Berati kau sudah tahu." Tahu apa? :0
"Khan-mp" khanza membungkam mulutku dengan tangannya. Dia membawaku masuk kedalam ruangan yang bertuliskan 'die' itu. Akupun memberontak dengan menggigit tangannya berkali kali. Saat kami sudah sampai di dalam ruangan ini, Khanza mendorongku hingga aku tersungkur.
"Khanza. Ada apa denganmu?!" Teriakku. Aku tak mempedulikan tiga orang dalam ruangan ini. Aku hanya menatap tajam Khanza dengan mata elangku.
Prok prok prok.
"Sudah datang rupanya nona cantik?" Alex mendekat padaku dan mencengkram daguku. Aku melepaskan tangannya dan menendangnya dengan kakiku.
"Shit!' Umpatnya. Aku melirik kesampingku. Oh tidak, Harris luka parah dan ...
"Ka Alina?" Aku berjalan menghampirinya. Dia terlihat sangat lelah. Banyak luka ditubuhnya yang terikat. Aku tak tega memandanginya.
"Apa maksud dari semua ini?!" Teriakku pada Alex dan Khanza.
"Khanza, kau penghianat!" Aku mendekati Khanza tepat didepannya.
"Well. Khanza adalah sepupuku." Sahut Alex dari belalang.
"Diam! Aku tak bertanya pada kau!" Aku masih menatap tajam Khanza. Aku tak bisa mengerti akan tatapan yang aku dapat darinya.
"Apakah ini sebuah rencana? Mengapa kalian tega membohongiku dan orang tuaku?" Aku mencengkram kaos yang dikenakan Khanza.
"Sudah tiga tahun ka Alina sudah kami anggap tiada. Tapi ternyata, kalian membuat drama ini? Kenapa hah kenapa?!?" Aku tersungkur kebawah. Aku lemas. Aku hanya bisa menangis dan menangis. 'Pantas saja aku tak pernah diberitahu dimana makam ka Alina' batinku. Alex menghampiriku dan memelukku.
"Menjauhlah dasar jerk." Aku mendorong dadanya.
"Kapan semua ini berakhir?" Aku menenggelamkan wajahku diantara lutut yang kutekuk.
"Kau ingin semuanya berakhir Ley? Menikahlah denganku." Ucap Alex. Aku menoleh kearahnya. 'Mengapa harus menikah?' Batinku.
"Lepaskan mereka jerk. Jelaskan tolong.." ucapku tersedu sedu.
"Baik baik. Untuk calon istriku aku akan menjelaskany-"
"Gak usah basa basi!" Teriakku.
"Ini adalah tentang cinta sayang. Aku akan menghancurkan mereka yang menyakitimu perlahan lahan. Terutama kakakmu itu. Well dia tak pantas dipanggil kaka. Karena ia sudah menusukmu dari belakang." Alex menunjuk ka Alina dengan tatapan tajamnya. Aku menatap nanar ka Alina.
"Ley ... kau sudah menusukku jadi kita impas." Lirih ka Alina terbata bata karena kurasa ia menahan rasa sakit akibat luka ditubuhnya. Ditambah lagi, luka anak panah yang dulu aku pernag tancapkan, sepertinya tidak diobati.
"Bagaimana ka Alina bisa ada pada mu jerk?!" Teriakku ke Alex
"Sangat mudah. Aku mengambilnya sebelum ia masuk rumah sakit." Alex menjentikkan jari tangannya.
"Dasar gila! Aku tidak tahu bagaimana kau merencanakan ini semua. Tapi ini sangat gila Alex! Aku tak tahu apa motif ini semua. Kau gil-mpp." Mulutku dibekap oleh Khanza. Aku ditariknya dan didudukkan disebuah kursi dan Khanza mengikatku.
"Khanza. Kau gila.. Aww!" Aku memberontak sambil meringis.
"Kau sangat berisik." Ucap Khanza datar. Aku berusaha untuk tetap meronta.
Bughh
Aku terkejut melihat Khanza tersungkur lemah akibat pukulan dari Alex.
"Kau gila! Aku sudah katakan jangan menyakiti Leyku!" Teriak Alex tepat di wajah Khanza.
"Maaf,".hanya itu yang diucapkan Khanza sambil menyeka darah yang keluar dari ujung mulutnya.
"Kau masih sempat bilang aku milikmu jerk! Tak akan pernah!" Aku teriak sambil meronta. Alex menghampiriku dan mengelus pipiku lembut. Aku membuang mukaku darinya. Aku tak sudi disentuhnya!
"Aku punya satu pertanyaan sayang. Kau memilih aku lepaskan dan menikah denganku lalu teman temanmu bebas. Atau kau ingin mereka berdua mati tepat didepan matamu hm?" Alex mencengkram daguku.
"Kau gila!" Teriakku. Aku meludah tepat dihidungnya. Aku lihat Alex memejamkan matanya sambil tersenyum.
"Beruntungnya kau memiliki calon suami yang sesabar diriku." Alex bangkit dengan angkuh.
Tbc? Vote ;)