Tett
Tett
Tett
Tett
Brakkkkkk
"Nyonya Dea! Oh astaga apa yang terjadi dengannya?!"
"Sudah kubilang! Aku tidak melakukan apapun!"
"Ssstt, bisakah kalian berbicara diluar? Ini dirumah sakit." Kata suster yang sedang mengamati infus nyonya Dea.
"Tidak perlu! Biar dia saja yang keluar suster, aku masih ingin disini menunggu nyonya ini sampai sadar. Kau kan tau suster, aku lah yang membawanya kemari." Kataku panjang lebar dan masih tak menoleh kearah sumber suara yang baru saja datang lalu berteriak sesuka hatinya. Cihh, dia tak pernah diajarkan sopan santun!
"Arrgghhhh..." ku dengar ia mendesah karena geram. Haha biarkan saja!
"Kalau sampai terjadi sesuatu, kau yang menanggungnya!" Bentaknya setelah suster keluar ruangan.
Aku kesal! Sudah kubilang bukan aku yang membuatnya seperti ini. Huft! Aku pun beranjak dari bangku kemalasanku dan berbalik menghadap seseorang yang sedari tadi geram frustasi karena mungkin neneknya terdampar dirumah sakit ini.
"Ros!"
"Harris!"
Kami berdua saling tatap menatap tajam. Menunjuk satu sama lain. Tak terasa, air mataku mulai terjatuh. A- aku belum siap bertemu dengannya. Dia tak pernah menganggapku ada. Yang dia pikirkan hanya Ley saja!
"Ka-kau menangis?" Tanyanya lembut. Aku memalingkan wajahku kebawah dan menahan isakku.
"Jika kau menangis karena masalah itu... a—aku bisa menjelaskannya. Kalau pa—"
"Ros, Ley, Ros....." aku menoleh kebelakang.
"Nyonya, ini aku disini nyonya." Aku panik! Dia terus memanggil namaku dan Ley. Sebenarnya ada apa ini? Mengapa aku terasa sangat sakit saat mendengar nama "Ley" ? Nyonya itupun akhirnya membuka matanya. Ia memutar matanya melihat sekelilingnya. Aku mengerti dan tersenyum. Dia hanya bingung bahwa ia berada dimana.
"Nyonya, kau sedang dirumah sakit. Tadi kau pingsan saat disalonku." Ucapku menjawab pertanyaanya.
"Nyonya Dea! Apa kau baik baik saja?" Tanya Harris.
"Kau disini Harris?" Harris hanya mengangguk menjawab pertanyaan nyonya Dea.
"Dan, kau Ros,, kau.......... kau cucuku."
jederrrrrr!
Aku membulatkan mataku menanggapi pernyataan yang sangat pilu dari nyonya Dea. Bagaimana bisa ia menyebut bahwa aku cucunya?
"A-m, b-bagaimana bisa?" Tanyaku memastikan. Nyonya Dea mengangkat tangannya perlahan dan menunjuk mataku.
"Matamu........ Akan kuceritakan.. saat itu..
"Bagaimana ini. Tunggu aku akan memanggil tuan Roe. Dia akan membantu kita."
Sialnya aku. Kini hujan lebat sekali dan bagaimana bisa aku berlari tanpa payung. Haduhh ..
Tettt
"Renaiiii..."
Aku menoleh dan mendapati tuan Tanlar. Dia berlari tergesa gesa menuju kama Renai. Aku penasaran dengan apa yang aku lihat dan mengikuti pemuda berbalut jas pengantin itu.
"Tuan Tanlar aku sudah tidak tahan.. ahw, tuan tolong cepat panggilkan dokter."
"Tunggu ya honey. Tunggu sebentar."