Sudah tiga hari ini, Emil menyibukkan diri untuk mempromosikan film pertamanya. Sudah satu tahun sejak Emil bertekad untuk menjadi seorang selebriti. Alasannya? Karena Emil ingin menjadi pacar impian Ara. Setelah berjuang ke sana-sini entah untuk casting sebagai aktor atau menawarkan diri ke label rekaman sebagai penyanyi, akhirnya Emil mendapatkan peran dalam sebuah film. Bukan peran utama memang, tapi perannya sangat penting.
Kehadiran Emil di dunia showbiz begitu menarik perhatian. Film yang Emil bintangi secara kualitas, memang sangat berkualitas. Mulai dari pemeran dan sutaradanya yang memang terkenal, kru produksi yang mumpuni, ditambah dukungan promosi yang besar-besaran. Melejitlah nama Emil sebagai aktor pendatang baru. Kegiatan Emil pun berubah seratus delapan puluh derajat. Nobar hingga ke 15 bioskop di kota-kota besar, promo radio, televisi, wawancara dengan majalah, sampai pemotretan dengan pemain lainnya. Yang tidak berubah adalah perasaannya pada Ara.
Untuk itu, Emil menyempatkan diri untuk mampir ke rumah Ara di sela-sela kesibukannya. Namun sayang, Ara belum pulang sekolah. Di rumah hanya ada Tante Gina dan Bi Isa, dan menurut Tante Gina, Ara setiap hari pulang lebih sore karena sudah mulai les, berhubung Ara sudah duduk di kelas IX.
Emil memutuskan untuk menunggu saja, ia sudah benar-benar rindu ingin bertemu Ara. Biar saja hanya sebentar, yang penting ia bisa melihat Ara, sebelum malam nanti ia menghadiri acara nobar di daerah Kelapa Gading.
"Itu kayaknya Ara deh, Mil," ujar Tante Gina saat mendengar suara mesin motor yang berhenti di depan rumahnya. Emil berdiri untuk melongokkan kepalanya ke luar rumah.
Emil mengernyitkan dahi saat melihat Ara turun dari sebuah motor. Kedua tangan Ara bertumpu pada bahu si pengendara untuk membantunya menjaga keseimbangan tubuhnya. Jelas-jelas itu bukan tukang ojek. Si pengendara yang masih memakai helm menggunakan seragam putih-abu-abu.
Siapa? Itu pertanyaan yang berlarian di pikiran Emil.
Emil memerhatikan langkah ringan Ara yang memasuki rumahnya. Gadis itu masuk memberi salam dan belum menyadari kehadiran Emil yang berdiri di dekat kusen jendela dengan wajah tertekuk.
"Kamu pulang sama siapa, Ra?" tanya Gina setelah Ara menyalaminya.
"Sama Kak Putra, Bu."
"Putra siapa?" tanya suara lain, selain Gina.
Ara menoleh mendengar pertanyaan itu dan ia melihat Emil berdiri menjulang di belakangnya. Emil yang beberapa hari ini jarang dilihatnya, karena sibuk bukan main. Ara melirik ibunya sebelum menjawab pertanyaan Emil. Gina hanya menganggukkan kepala, tampak menunggu jawaban Ara juga.
"Kak Putra yang anaknya Bu Barata. Yang tinggal di blok belakang. Kebetulan dia juga satu tempat les," jawab Ara jujur.
Emil ingin mengatakan sesuatu pada Ara, tapi mulutnya hanya terbuka kemudian tertutup lagi. Ada Gina di dekat mereka. Tapi Gina tahu, Emil ingin bicara berdua saja dengan putrinya. Dan ia percaya, Emil tidak akan menyakiti Ara.
"Ibu bantuin Bi Isa masak makan malam dulu, kamu temenin Emil ya, Ra," ucap Gina sebelum meninggalkan ruang keluarga menuju dapur.
"Ke depan yuk, Ra." Emil membawa sebelah tangan Ara dalam genggamannya sambil berjalan menuju teras rumah Ara. Sudah lama sekali sejak Emil menggenggam tangan Ara seperti ini. Rasanya tetap sama, hangat.
Mereka duduk di bangku kayu yang berhadapan langsung dengan pekarangan kecil yang terawat dengan baik. Beberapa menit mereka lewati dengan saling diam. Sesekali Ara memerhatikan Emil yang sedang menggosokkan tangannya ke permukaan celana jeans yang dipakainya. Emil terlihat seperti orang yang sedang gugup.
"Ra," panggil Emil memecah kesunyian. "Kamu jangan pernah berduaan sama cowok lain ya." Emil menatap lekat Ara saat mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang didengar Ara begitu tegas, namun lembut. Seakan Ara adalah miliknya, dan Emil... cemburu?
"Ke-kenapa?" Ara menyuarakan pertanyaan yang melintas di kepalanya.
Tanpa Emil tahu, Ara pernah berada di posisi seperti ini. Bahkan, sejak awal ia memasuki dunia SMP. Saat itu, kakak kelas yang membimbingnya pada masa MOS, memanggilnya untuk bicara empat mata. Ara ingat betul Kak Donnie –kakak kelasnya- terlihat gugup bahkan sampai berkeringat. Dan akahirnya Donnie mengucapkan mantranya, bahwa ia menyukai Ara, lalu meminta Ara menjadi kekasihnya. Tapi apa yang Ara lakukan? Apa yang Ara rasakan saat itu? Ia tidak merasakan apapun, melainkan hanya teringat pada Emil. Gemilang yang selalu ada untuknya sejak kecil, yang diam-diam mulai mengusik perasaan asing yang hadir dalam hidup Ara yang beranjak remaja.
"Aku nggak suka, Ra." Emil mengatakannya dengan sangat tegas. "Aku cemburu."
Ara menahan napas. Ternyata benar Emil cemburu. Dan perasaannya melambung hingga ke langit ketujuh hanya dengan dua kata itu. Terus terang saja, Ara jadi mulai berharap lebih.
"Kak Emil cemburu?"
Emil mengambil kedua tangan Ara. Membungkusnya dengan kedua tangannya sendiri. "Mulai sekarang nggak usah panggil kakak lagi. Panggil aku Emil."
"Hah? Kok gitu?"
"Kita pacaran. Kamu pacar aku, aku pacar kamu."
---
Salam,
rul
KAMU SEDANG MEMBACA
Celebrity's Girl
RomanceAra hanyalah seorang gadis biasa-biasa saja. Usianya baru 17 tahun. Pelajar, dan punya dua sahabat yang sangat populer di sekolah. Yang mereka tidak tahu adalah bahwa Ara sudah bersuami. Emil selalu dielu-elukan kemana pun langkahnya berpijak. Seora...