Tumben ya aku muncul hari Rabu. Sebenernya aku lagi sakit, dan nggak kerja. Daripada diem di tempat tidur, jadi aku ngetik deh. Silakan dibaca Emil-Ara-nya ya.
---
Ara merasa haus luar biasa. Ah, dia kan belum minum setelah sarapan yang tak tuntas tadi. Pantas saja kerongkongannya terasa kering sekali. Eh tapi, kenapa kepalanya ikut pusing dan matanya jadi terasa berat juga ya untuk dibuka?
Ara memaksakan dirinya untuk membuka mata. Mengumpulkan kesadarannya. Ara memang pingsan sejak enam jam yang lalu. Itu sebabnya ia merasa linglung setelah sadar dirinya tidak berada di kamarnya. Ini bukan kamar di rumahnya bersama Emil, bukan juga kamarnya di rumah orang tuanya yang ada di Kebayoran maupun Bandung.
Ini di mana? Kok kayak rumah sakit? Ara bertanya dalam hati.
"Sayang." Panggilan itu membuat Ara menoleh. Emil baru saja berdiri, meninggalkan begitu saja sejadah yang baru dipakainya. "Alhamdulillah, kamu sadar. Pusing ya? Aku panggilin dokter, ya?" runtun Emil, setengah lega, setengah panik.
Ara menggelengkan kepalanya. Suaranya masih belum kembali. Lalu ia menunjuk ke tengah lehernya. Melihat itu, Emil langsung paham kalau istrinya ingin minum. Emil meraih gelas berisi air yang ada di nakas. Lalu mengarahkan sedotan ke mulut Ara. Setengah isi gelas langsung berpindah ke tubuh Ara.
"Udah?" tanya Emil saat Ara menjauhkan mulutnya dari sedotan. Ara mengangguk sebagai jawaban.
Setelah menaruh gelas kembali ke tempat asalnya, Emil menempati pinggir ranjang Ara. Sebelah tangannya meraih tangan Ara yang tidak diinfus, sebelah lagi membelai rambut dan kening Ara.
"Aku kok ada di sini? Kamu? Kok ada di sini?" tanya Ara setelah pita suara tidak lagi kering.
Emil mencium tangan Ara yang ada dalam genggamannya. "Kamu pingsan, Mutiara," ucap Emil menahan geraman. Emil memang menahan emosinya, bayangkan, lima jam yang lalu, setelah selesai dari acara musik pagi, Emil menerima telepon dari ibu mertuanya yang mengabarkan kalau Ara pingsan. Emil sampai harus memohon-mohon pada Gifar untuk membatalkan agendanya seharian ini, kalau perlu sampai akhir pekan nanti.
Emil sangat khawatir mendengar kabar Ara pingsan. Seumur hidup Ara, ini pertama kalinya ia pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Emil tahu betul Ara itu punya daya tahan tubuh yang bagus, bahkan lebih baik daripada Gamal. Makanya ia kaget kalau Ara sampai tumbang begini.
"Aku ada di sini, karena aku mau nemenin kamu. Aku khawatir, Sayang." Emil kembali mengecup punggung tangan Ara.
Ara mencelos. Ia bisa membayangkan kalau Emil bisa berada di sini, pastilah Gifar sedang menerima banyak protes dan makian dari pihak client. Belum lagi ganti rugi dan segala macam perjanjian kontrak. Ara terharu Emil sampai menelantarkan pekerjaannya demi dirinya. Untuk itulah Ara bergerak ingin bangun. Ia ingin memeluk Emil seerat mungkin, mengucapkan maaf dan terima kasih pada Emil. Tentu juga mengucapkan kalau ia sangat mencintai Emil.
Emil membantu Ara untuk duduk dan menyambut pelukan Ara. Ah, akhirnya Emil kembali pada dekapan istrinya. Semua kekesalan otomatis berganti menjadi rindu yang membuncah. Hangat sekali pelukan Ara.
Begitu pun yang dirasakan Ara. Pelukan Emil adalah tempat ternyaman dan teraman untuknya. Tempatnya untuk bersandar, menyerahkan diri untuk dicintai dan dilindungi oleh Emil.
Mereka berpelukan erat. Tepatnya Ara yang begitu erat memeluk leher Emil. Sementara Emil memeluk pinggang Ara secukupnya. Sesekali mengelus rambut panjang dan punggung Ara. Menenangkan Ara yang mulai sesegukan. Ara menangis.
Emil tidak suka melihat Ara menangis, apalagi karena dirinya. Terakhir kali ia melihat Ara menangis adalah saat usai ijab kabul mereka. Ara menangis haru, terutama saat ia berpelukan dengan kedua orang tuanya. Kali ini Ara menangis untuk apa?
Tarikan napas Emil justru semakin berat seiring dengan tangisan Ara yang sudah mereda. Ada satu berita yang harus ia sampaikan pada Ara. Kalimat kedua yang tadi ia dengar setelah sampai di rumah sakit ini. Kalimat pertama adalah dari ibu mertuanya yang menyatakan Ara baik-baik saja, kalimat kedua adalah dari ayah mertuanya, yang menyatakan ...
"Mutiaraku, kamu hamil, Sayang."
---
Salam,
rul
KAMU SEDANG MEMBACA
Celebrity's Girl
RomanceAra hanyalah seorang gadis biasa-biasa saja. Usianya baru 17 tahun. Pelajar, dan punya dua sahabat yang sangat populer di sekolah. Yang mereka tidak tahu adalah bahwa Ara sudah bersuami. Emil selalu dielu-elukan kemana pun langkahnya berpijak. Seora...