Ara kembali mengamati kamar yang ditempati Emil saat bujang dulu. Ini sebenarnya bukan kali pertama dirinya memasuki kamar Emil di rumah keluarga Hadijaya. Saat masih kecil, beberapa kali Ara pernah bertandang ke kamar ini. Tadi pun ia sudah memasuki kamar ini untuk berganti pakaian dengan kaus dan boxer Emil karena tidak membawa baju salin. Tapi, karena Kania sudah memanggil-manggil, jadilah Ara buru-buru keluar kamar.
Sekarang adalah kesempatan bagi Ara memerhatikan kamar Emil. Rapi, bersih, dan maskulin. Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan kamar mereka di rumah mereka sendiri. Toh, kamar di rumah mereka Emil sendiri yang mendesainnya. Untuk mendapat hot spot yang tepat katanya.
Bedanya, di sini tidak ada sentuhan feminim dari Ara, seperti meja rias misalnya. Di kamar ini juga lebih banyak foto daripada di kamar yang sana, karena memang Ara hanya memajang satu foto pernikahan mereka yang lumayan besar di dinding kamar mereka. Sementara di sini, cukup banyak frame foto baik di meja maupun di dinding, bahkan beberapa foto ditempel di cermin. Yang Ara tidak tahu, semua foto didominasi fotonya sendiri. Mulai dari yang masih bayi sampai foto pernikahan. Ada yang sendiri maupun bersama orang lain, ada yang melihat ke kamera mau pun yang tidak sadar kamera. Selebihnya, hanya ada foto keluarga Emil dan ada juga foto Emil bersama Gamal.
"Lagi liatin apa sih?" Emil baru saja selesai mandi sore. Hanya mengenakan celana katun selutut dan bertelanjang dada. Ara sempat menahan napas melihat pemandangan yang menggiurkan itu. Padahal Ara sudah sering melihatnya.
Ara berjalan menghampiri Emil yang duduk di pinggiran ranjang, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.
Tepat saat Ara sudah di samping Emil, Emil hendak melemparkan handuknya, tapi buru-buru Ara tangkap. Ia tahu hal ini pasti akan terjadi.
"Kebiasaan deh," gerutu Ara berjalan menuju rak handuk. Setelahnya ia membuka lemari pakaian Emil dan mengambilkan kaus berwarna biru dongker. Di ranjang, Emil hanya menunggu kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk memudahkan Ara memakaikan kausnya. Dasar Emil, kalau sudah berduaan sama istrinya pasti berubah jadi manja dan pemalas!
"Tadi kamu lagi ngeliatin apa sih?" tanya Emil saat kausnya sudah terpasang sempurna. Ia merangkul pinggang Ara dan membawa tubuh istrinya itu duduk di pangkuannya.
Ara merapikan rambut Emil yang masih basah dan belum sempat disisir dengan tangannya. "Liat foto kamu sama Kak Gamal pas kalian masih SMA," jawab Ara. Tangan Ara sudah berpindah ke bahu tegap Emil.
"Kamu kangen sama Gamal?" tanya Emil yang dijawab Ara dengan anggukan pelan. "Kita vidcall Gamal yuk. Siapa tau aja dia lagi senggang di Jepang sana," ucap Emil seraya mengambil ponselnya.
Mata Ara berubah senang mendengar mereka akan menghubungi Gamal. Ia rindu sekali pada kakak satu-satunya itu. Gamal memang sudah setahun ini melanjutkan S2 di Jepang. Biayanya ditanggung perusahaan tempat Gamal bekerja setelah lulus S1. Di sana, Gamal tidak hanya bekerja, tapi juga melakukan penelitian. Gamal memang bekerja di bidang analisis kimia, karena itulah ia bisa kuliah dan melakukan penelitian di sana.
Omong-omong, keluarga Ara memang keluarga pencinta ilmu pengetahuan, terutama sains. Ayah Ara, Triadi Mahendra, adalah seorang dosen, yang belum lama ini menyanggupi permintaan mengajar di ITB, bidang fisika. Sementara ibunya –Gina Aprilisa, adalah seorang guru matematika, hanya saja semenjak pindah ke Bandung, Gina belum mulai bekerja lagi. Masih beberapa bulan lagi menunggu satu semester berakhir dan Gina bisa kembali mengajar di sekolah.
"Kok nggak diangkat ya sama Kak Gamal?" Ara cemberut menunggu nada panggil yang masih berbunyi. "Coba lagi."
Emil memerhatikan perubahan raut wajah Ara yang menurutnya menggemaskan itu. Apa coba maksudnya bibir dimanyun-manyunin begitu? Minta dicuim banget.
"Ra," panggil Emil dengan suara rendah.
"Hm?" Ara tidak menoleh dan masih memerhatikan ponsel di tangan Emil.
"Ra," panggil Emil sekali lagi, dengan nada yang lebih memaksa.
Barulah Ara menghadap lurus pada Emil. Detik itu pula Emil langsung mencium bibir Ara. Meski sempat kaget, Ara dengan cepat menyesuaikan diri dengan kemauan suaminya. Keduanya pun menikmati intensitas cecapan bibir dan mulut masing-masing. Saling membelit satu sama lain. Bahkan lidah pun saudah turun tangan untuk menambah kenikmatan yang sedang mereka reguk.
Sampai sebuah suara mengganggu mereka. "Woy Gemilang Hadijaya! Adek gue lo apain itu?!"
---
Salam,
rul
KAMU SEDANG MEMBACA
Celebrity's Girl
RomanceAra hanyalah seorang gadis biasa-biasa saja. Usianya baru 17 tahun. Pelajar, dan punya dua sahabat yang sangat populer di sekolah. Yang mereka tidak tahu adalah bahwa Ara sudah bersuami. Emil selalu dielu-elukan kemana pun langkahnya berpijak. Seora...