"Ayaaah," panggil Keiko ketika memasuki rumahnya. Di belakangnya, sang ibu hanya geleng-geleng kepala karena putri sulungnya tidak mengucap salam ketika memasuki rumah.
Keiko masih mencari ayahnya dengan tas ransel dan seragam yang belum dilepasnya. Di ruang makan, Keiko bertemu Bi Isa yang sedang menghidangkan makan siang. "Bi Isa, lihat ayah?"
"Ayah lagi sama Ken di halaman belakang," jawab Bi Isa sambil tersenyum. Senang melihat Keiko sudah siang tapi masih bersemangat.
"Terima kasih, Bi Isa," sahut Keiko yang langsung berlari menuju halaman belakang, tidak sabar bertemu ayahnya.
Sementara di halaman belakang, Emil sudah mempersiapkan diri untuk bertemu Keiko. Dengan mangkuk kecil berisi nasi tim di tangannya, Emil berbisik pada Kenzo yang sedang duduk di baby dining chair-nya. "Ken, nanti kita pura-pura cuek sama kakak ya, sampai kakak kasih salam dulu."
"Ayaah!" pekik Keiko girang saat melihat ayah dan adiknya.
"Ayo, Ken. Buka mulutnya, aaaa..." Emil mengabaikan panggilan Keiko dan malah menyuapi Kenzo. Kenzo bertepuk tangan setelah satu suapan masuk ke dalam mulutnya. Bayi gembul berusia sembilan bulan itu memang sangat suka makan.
"Ayah?" panggil Keiko lagi bingung, karena tidak digubris ayahnya. "Ayah."
Emil sebenarnya ingin menyahuti panggilan menggemaskan itu, tapi ada hal yang tidak boleh dilewatkan Keiko. "Siapa ya, yang masuk rumah nggak ngasih salam dulu?" tanya Emil pada Kenzo. Lucunya, Kenzo langsung berhenti mengemuti makanannya. Seolah ikut berpikir dengan pertanyaan sang ayah selebriti itu.
Keiko mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan ayahnya. Lalu ia mengerti dan menepuk keningnya. "Oh iya, lupa. Hehehe," ringis Keiko sambil nyengir. Keiko mendekat, dan mengambil tangan kanan ayahnya yang masih memegang sendok kecil Kenzo. "Assalammualaikum Ayah. Assalammualaikum Ken." Diciumnya punggung tangan ayahnya, lalu ia beralih mencium pipi Kenzo. Membuat si bayi tertawa senang.
"Waalaikumsalam, Kakak Kei. Sini, anak pintar," ujar Emil merentangkan tangannya untuk dipeluk Keiko. Hadiah untuk anak pintar adalah pelukan, dan Keiko dengan senang hati menjatuhkan dirinya dalam pelukan Emil.
"Yah, Kakak tadi dapat nilai sepuluh di pelajaran menyalin huruf," cerita Keiko setelah melepaskan pelukannya dan naik ke pangkuan Emil.
Emil membersihkan mangkuk Kenzo untuk memberi suapan terakhir pada jagoannya. "Wah, kalau dapat sepuluh berarti Kakak rajin dan pintar dong ya," puji Emil sambil menyuapkan makanan terakhir Kenzo.
Melihat adiknya sudah selesai makan, Keiko turun dari pangkuan ayahnya, lalu mengambilkan minum milik adiknya yang sebenarnya masih sejangkauan tangan Emil. Keiko ini tipe anak yang kalau dipuji tidak besar kepala, dan malah semakin ingin membuktikan kalau dia pantas dipuji. Kalau dipuji rajin, maka Keiko makin rajin. Kalau dipuji pintar, maka Keiko akan lebih semangat belajar.
"Ken minumnya diambilin Kakak lho. Kakak baik ya. Terima kasih Kakak," ujar Emil menerima minum untuk Kenzo.
Kenzo yang sedang minum langsung teralihkan ketika melihat seseorang datang menghampiri mereka. Wanita cantik yang sudah mengandung dan melahirkannya ternyata. Ara berdiri tak jauh dari suami dan kedua anaknya.
"Ken sudah selesai ya makannya? Pintarnya anak Bunda. Makasih ya Ayah sudah nyuapin Ken," ujar Ara pada dua prianya. Terima kasih dan maaf adalah kata-kata yang sudah dijadikan kebiasaan di keluarga kecil ini. Berterima kasih ketika merasa diberi sesuatu dan ditolong, serta meminta maaf ketika merasa bersalah. "Kakak, ganti baju dulu yuk, Nak. Setelah itu kita makan siang." Kali ini Ara berkomunikasi dengan si sulung.
Keiko mengangguk. "Ada masakan apa, Nda?" tanya Keiko memastikan. Berbeda dengan adiknya yang pemakan segala, Keiko agak pemilih dalam hal makanan. Keiko lebih lahap kalau makannya berkuah, dan senang sekali makanan manis.
"Bunda masak sop ayam dan ada makaroninya," jawab Ara membuat Keiko tersenyum.
Keiko bersemangat menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Keiko memang sudah terbiasa melakukannya sendiri, bahkan semenjak di Jepang.
"Bu bu bu," celoteh Kenzo yang dari tadi tidak diajak ngobrol. Panggilan untuk Bundanya yang tersayang.
"Iya, Nak. Sini yuk, ikut Bunda," ujar Ara menggendong Kenzo. "Lho? Ayah ayo, makan siang." Ara membalikkan badannya karena suaminya tidak mengikutinya. Ara mengerutkan keningnya heran karena suaminya hanya berdiri saja. Sambil tersenyum pula. "Kenapa, Yah?"
Emil menggeleng pelan. Sulit sekali menggambarkan perasaannya melihat istri dan anak-anaknya berinteraksi. Punya istri yang baik dan pengertian, punya anak yang sehat dan pintar. Lengkap sudah hidup Emil dengan keberadaan mereka.
Emil menghampiri Ara. Dibalikkan kepala Kenzo agar membelakanginya. Lalu Emil mengecup sayang bibir Ara.
"Ayah!" pekik Ara terkejut mendapat ciuman riangan dari suaminya. Pipinya sudah memerah.
"Cinta kamu banget, Bunda."
Dengan pipinya yang bersemu merah dan malu-malu, Ara membalas ucapan suaminya. "Bunda juga cinta banget sama Ayah."
---
Edisi selebriti jaga anak.
---
Tiba-tiba pengen bikin cerita mereka aja.
Salam,
rul
KAMU SEDANG MEMBACA
Celebrity's Girl
Roman d'amourAra hanyalah seorang gadis biasa-biasa saja. Usianya baru 17 tahun. Pelajar, dan punya dua sahabat yang sangat populer di sekolah. Yang mereka tidak tahu adalah bahwa Ara sudah bersuami. Emil selalu dielu-elukan kemana pun langkahnya berpijak. Seora...