[36] Celebrity's Girl

125K 8.7K 23
                                        

Suasana ruangan yang berisi lima orang itu terasa hening dan suram. Sudah sepuluh menit mereka duduk bersama, tapi belum juga ada yang bersuara. Sesekali, hanya terdengar isak kecil dari perempuan muda yang duduk di sebelah suaminya.

Ara sudah berusaha meredam tangisnya, hanya saja semua terasa kalut dalam pikirannya. Mungkin Ara memang sedikit emosional, bawaan bayi, kata orang. Padahal, Emil sudah menggenggam sebelah tangannya. Emil harus membiarkan dirinya dipelototi oleh dua orang akademisi yang duduk di seberangnya.

"Bisa Anda mulai jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi? Karena sejak tadi, Mutiara masih belum mau bicara apapun," ucap Kepala Sekolah SMA Mandala Mandiri, Takdir Alamsyah, pada Emil.

Emil membasahi kerongkongannya yang kering, dirinya masih tidak menyangka akan berada di situasi ini. Setidaknya tidak secepat ini, semendadak ini.

"Para wartawan itu mencari saya, bukan Ara –maksud saya Mutiara," sahut Emil, berusaha tegas. Segugup apapun dirinya, ia akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Ara.

Jawaban Emil lantas tak membuat Takdir dan Sania puas. Kedua guru Ara itu masih tidak mengerti maksud ucapan Emil. "Maksud Anda?" Kali ini Sania yang bertanya.

"Mereka butuh jawaban dari saya atas berita yang beredar di luar sana," ujar Emil, masih belum to the point. "Berita yang menyebutkan bahwa Ara ..."

Emil merasakan tangan yang berada dalam genggamannya semakin bergetar. Emil melepaskan genggamannya untuk menggantinya dengan tautan. Mengisi satu sama lain celah di antara jemari mereka. Lalu dengan ibu jarinya, Emil mengusap pelan punggung tangan Ara. Mencoba menenangkan istrinya tersebut.

" ... sedang hamil. Dan itu memang benar."

Beberapa menahan napas, beberapa lagi menghela napas. Ada yang merasa lega karena sudah terungkap kebenarannya, adapula yang justru kaget dengan kenyataan tersebut.

"Astaga."

"Ya Allah."

Mereka yang kaget bersamaan adalah Takdir dan Sania. Pandangan mata mereka berubah sendu pada Ara, lalu menjadi bengis saat menatap Emil, seolah-olah Emil adalah seorang kriminil.

"Tolong, jangan berpikir buruk dulu –"

"Bagaimana saya tidak berpikir buruk? Anda menghamili siswi saya. Mutiara bahkan masih sangat muda, dia seorang pelajar!" Sania tiba-tiba merasa kesal dengan Emil yang dianggapnya telah merusak masa remaja salah satu murid kebanggaan dan kesayangannya.

"Kami menikah. Saya dan Mutiara, suami istri. Mutiara tidak hamil di luar nikah, dia terikat pernikahan dengan saya," jelas Emil, tegas dan lugas. Tidak perlu ada keraguan lagi, memang ini sudah saatnya untuk mengungkap kebenaran.

"Menikah? Bagaimana bisa?" Takdir mengulang satu kata itu dengan tidak percaya, juga kecewa. "Mutiara, kamu tentu tahu sekolah ini punya peraturan."

This is it.

"Saya tahu, Pak," ucap Ara pelan, biar begitu tangannya mengencang menggegam tangan Emil. Mencari kekuatan. "Saya bersedia menerima sanksi yang akan Bapak berikan."

---

Gifar memimpin jalan mereka untuk keluar dari ruang Kepala SMA Mandala Mandiri. Gifar membuka pintu untuk Emil dan Ara yang mengikuti langkahnya di belakang. Gifar memasang badan karena di luar ruangan itu sudah begitu banyak siswa yang berkerumun. Mereka penasaran dengan sepasang manusia yang bergandengan tangan itu.

Ara menunduk, menahan air matanya yang mengalir deras. Langkah Ara baru berhenti saat kedua sahabatnya memanggil namanya.

"Kita sayang sama lo, Ra," ujar Tata memeluk Ara erat.

"Kita percaya sama lo, Ra," ujar Dhea ikut memeluk kedua sahabatnya.

Emil memandang ketiga gadis muda itu dengan perasaan haru. Di antara ratusan mata yang memandang rendah dan jijik pada istrinya, dua sahabat Ara tidak termasuk ke dalamnya. Emil bisa merasakan ketulusan yang terpancar dari mereka.

"Makasih, kalian udah percaya sama aku. Aku juga sayang sama kalian," balas Ara sambil berbisik. Sebelah tangannya berusaha menjangkau kedua sahabatnya, karena satu tangannya masih digenggam erat Emil.

Setelah melepas pelukan kedua sahabatnya, Ara mengikuti Emil berjalan menuju mobil yang sudah menunggu tak jauh dari tempat mereka berdiri.

---

"Ya Allah, mereka serem banget," bisik Ara ketakutan saat mobil yang berisi tiga orang itu dikepung wartawan. Nyaris tak bisa bergerak sama sekali.

Emil langsung merangkul bahu Ara. Mendekap Ara dan mengalihkan pandangan Ara agar bersandar di dadanya. "Udah, Sayang. Nggak usah liatin mereka," ucap Emil sambil mengelus rambut dan punggung Ara pelan, tak lupa dikecupnya dengan sayang puncak kepala gadis manis itu.

Dalam pelukan Emil, Ara kembali menangis.

---

Apa yang terjadi di ruangan Pak Takdir, apa yang terjadi berikutnya. Ditunggu aja ya.

Aku kan udah update beberapa kali nih, jadi weekend ini aku nggak update lagi.

---

Salam,

rul

Celebrity's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang