Otak Gifar berpikir cepat. Tak kalah cepat dengan tangannya yang juga ikut bergerak cepat menulusuri ponsel pintarnya.
"Astaga!" seru Gifar setelah beberapa menit sibuk dengan ponselnya. Gifar tampak menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara matanya tidak lepas dari benda persegi yang ada dalam genggamannya. Jelas ada yang tidak beres dengan sesuatu di sana.
"Kenapa? Ada apa?" Emil jadi ikutan panik karena reaksi Gifar yang tidak biasa.
Gifar menunjukkan ponselnya pada Emil. Di layar itu terpampang jendela internet yang sedang aktif terbuka. Sebuah artikel yang menjadi sorotan utama bertuliskan:
HOT NEWS: EMIL ARKA HAMILI ANAK SEKOLAHAN!
"What?!" seru Emil kencang.
---
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi Mutiara? Kenapa banyak wartawan mencarimu ke sekolah?" tanya pria usia lima puluhan yang tak lain Kepala SMA Mandala Mandiri. "Katakan pada kami kalau berita yang membawa namamu hanya tuduhan tanpa alasan."
Ara masih menunduk, tidak berani menunjukkan wajahnya. Tangannya saling meremas satu sama lain di pangkuannya. Tubuh Ara gemetaran, air mata sudah mulai turun dari sudut matanya. "Itu... saya..." Ara tergagap. Ia bingung sekaligus ketakutan untuk mengungkapkan kebenaran. Bahkan Ara tidak tahu mengapa saat sedang memerhatikan penjelasan guru, namanya tiba-tiba dipanggil ke ruangan kepala sekolah.
Seseorang yang juga berada dalam ruangan itu ikut bicara. "Saya sudah coba hubungi nomor orang tua Mutiara, tapi tidak tersambung, Pak," ujar Ibu Sania, wali kelas Ara.
Ara menggeleng pelan dengan gerakan samar. Ia tahu betul kalau kedua orang tuanya sedang dalam perjalanan ke Singapura. Ayahnya menjadi salah satu perwakilan kampus untuk acara akademik di sana.
Ara merasa sedikit lega karena jujur saja, ia tidak ingin orang tuanya terlibat dalam masalahnya. Ia tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Tangannya bergerak naik ke perutnya, berusaha bicara dengan anak yang ada dalam rahimnya. Meminta anaknya untuk tenang di dalam sana, karena hanya itu yang Ara inginkan; keamanan dan ketenangan anaknya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita hubungi orang lain yang juga berada dalam berita itu," usul Kepala Sekolah. "Kamu ada kan nomornya?"
---
"Gila! Gimana caranya kita kabur kalo gini?" tanya Gifar saat melihat kerumunan wartawan yang menunggu di luar lokasi syuting. "HP nggak berenti-berenti bunyi lagi. Nggak bisa nyari bantuan nih. Ini security kemana sih?" Mulut Gifar tidak berhenti mengoceh karena sebenarnya ada kepanikan dalam dirinya. Gifar yang biasanya tenang, bisa panik juga?
Selama beberapa tahun menjadi manager Emil, sepertinya ini kali pertama mereka 'diserang' sebegitu banyak wartawan. Biasanya tidak sebanyak ini. Tapi memang berita yang sekarang ini agak keterlaluan. Wajar saja, para wartawan seperti mendapat santapan lezat dengan adanya berita panas ini.
"Ada jalan lain selain pintu utama nggak ya? Kru juga pada kemana lagi? Nggak ada niat bantuin sama sekali—"
Masih asyik mengeluarkan kata-kata tak berujungnya, Gifar menoleh pada Emil. Matanya hampir loncat ke luar saat melihat Emil menjawab panggilan pada ponselnya.
Ya ampun ni orang. Ngapain juga teleponnya diangkat? Paling juga wartawan nggak penting, pikir Gifar.
"Benar, saya Emil," ucap Emil pada entah siapa lawan bicaranya di seberang sana. "Dengan siapa saya bicara?"
Emil diam, mendengarkan lawan bicaranya. Sementara Gifar memberikan gerakan dengan tangannya melintang di lehernya, sinyal agar Emil segera memutus sambungan telepon.
Emil hanya menggeleng sekilas sebagai jawaban. Selebihnya, ia kembali fokus pada ponselnya. "Saya tidak bisa membicarakannya melalui telepon, tapi saya akan segera ke sana," ujar Emil membuat Gifar semakin bingung.
Mau kabur kemana si Emil? Suasana lagi begini juga. Gifar pasrah saja dengan apapun yang ada di pikiran Emil sekarang.
"Saya hanya minta tolong jaminan keselamatan untuk Mutiara. Itu saja," lanjut Emil.
Kalau sudah berhubungan dengan Ara, jangankan puluhan atau ratusan wartawan, ribuan monster juga pasti akan dihadang oleh Emil.
"Kita berangkat. Sekarang," ajak Emil seraya mulai beranjak pergi.
"Lah? Lah? Kemana woy, kasih tau gue dulu!"
---
Bete ya ceritanya ngegantung terus? Mana sedikit banget lagi.
Sama. Ara juga bete.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celebrity's Girl
RomanceAra hanyalah seorang gadis biasa-biasa saja. Usianya baru 17 tahun. Pelajar, dan punya dua sahabat yang sangat populer di sekolah. Yang mereka tidak tahu adalah bahwa Ara sudah bersuami. Emil selalu dielu-elukan kemana pun langkahnya berpijak. Seora...