[17] Celebrity's Girl

148K 10.3K 56
                                    

Ara memakan nasi kuningnya sambil menonton televisi. Dilihatnya Emil yang sedang menyanyi. Cih, lip sync. Emil punya suara yang bagus, untuk apa nyanyi 'berpura-pura' seperti itu?

Ara mendelik sebal saat pembawa acara mulai mewawancarai Emil seputar album terbarunya. Udah punya anak masih genit aja si itu emak-emak. Pembawa acara perempuan dengan kulit sawo matang itu malah menggamit tangan Emil yang sedang menjelaskan tentang keterlibatan musisi lain dalam albumnya. Lalu kegenitan perempuan itu dijadikan gimmick oleh pembawa acara yang lainnya. Memancing tawa dan seruan dari para penonton berupah.

Kesal sekali rasanya. Ara mengunyah nasi kuningnya tanpa ampun. Bisa-bisanya Emil tetap tertawa ganteng saat dirinya sedang kesal begini. Seperti tidak punya istri yang sedang kabur saja sih?

Apa Emil seneng ya kalo aku pergi? Emil ngerasa bebas kali ya kalo aku nggak ada?

Dihinggapi pertanyaan seperti itu membuat Ara mendadak hilang nafsu makan. Diletakkannya piring berisi setengah porsi nasi kuning itu di sampingnya.

Gina memperhatikan anaknya yang manyun-manyun sambil berdecak berkali-kali sambil memelototi layar televisi. Dihampirinya Ara, lalu dipangkunya piring nasi kuning Ara yang masih setengah itu.

"Kok makannya berhenti?" tanya Gina mencoba menarik perhatian Ara.

Ara menoleh pada ibunya yang sedang meletakkan piringnya di meja kecil di samping Gina. "Mendadak mual, Bu," jawab Ara sekenanya.

"Gimana nggak mual? Kamu sarapannya sampe tiga bungkus lho, Ra," ujar Gina sambil geleng-geleng kepala. Ini memang bungkus nasi kuning ketiga yang dimakan Ara. Pagi ini Ara memang memilih membeli nasi kuning yang dijual oleh tetangga orang tuanya. Kepengen, kata Ara beralasan, soalnya di deket rumah yang di Jakarta nggak ada yang jual.

Entah lapar, atau memang kangen makan nasi kuning, Ara sampai membuka bungkus ketiga, belum lagi lima gorengan yang sudah ludes, berpindah ke perutnya.

Selama beberapa menit Ara dan Gina menatap ke layar kaca, kali ini sedang menampilkan games tentang Emil. Beberapa The EAST –sebutan penggemar Emil- diajak naik ke atas panggung dan akan diberi pertanyaan. Dua orang ibu-ibu dan seorang perempuan muda langsung menubruk Emil begitu mereka tiba di atas panggung. Emil meraup ketiga penggemarnya dengan kedua rentangan tangan panjangnya. Melihat itu lagi-lagi membuat Ara kesal sendiri, ia meraih remote dan mematikan televisi.

"Kok dimatiin sih, Sayang?" tanya Gina saat layar televisi sudah kembali berwarna hitam polos. "Ibu kan lagi liat mantu kesayangan." Tangannya kembali meraih remote dan menyalakan televisi meskipun dengan mode suara mute.

Mantu kesayangan Ibu udah nggak sayang kali sama anak Ibu, sungut Ara dalam hati.

"Kamu ada apa sih sama Emil, Ra?" Gina bertanya lagi, sebelah tangannya sudah mengelus rambut Ara. "Kamu belum izin ke Emil kan, mau ke sini?"

Ara menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya. Ara ketahuan berbohong. Kemarin, ia sudah telanjur mengaku pada ayah dan ibunya kalau kedatangannya ke Bandung sudah mengantongi izin dari Emil. Padahal, boro-boro izin, teleponnya saja tidak ditanggapi Emil.

Belaian lembut di kepala Ara, entah mengapa malah membuat air mata Ara mengalir begitu saja. Saat ia mengangkat kepalanya, dipandanginya wajah ibunya yang meski sudah berumur tetapi masih tetap cantik. Ibunya tampak kecewa, Ara tahu betul itu. Gina selalu berpesan bahwa salah satu cara menghargai dan menghormati suami adalah dengan selalu izin kemana pun ingin keluar rumah.

"Ara ... Ara kesel sama Emil, Bu," lirih Ara dengan suara pelan, nyaris tidak terdengar. "Soalnya ... Emil sama cewek lain."

Gina mengernyitkan kening. "Sama cewek lain? Maksud kamu?"

Ara menekan tombol pada remote televisi, dan suara televisi kembali terdengar. Kemudian terdengarlah percakapan antara Emil dengan host acara musik pagi itu yang menanyakan kabar tentang kebenaran foto yang belakangan ini heboh di media. Foto Emil dan Nikita Abigail.

"Sama sekali tidak benar. Kami hanya kebetulan berada di restoran tersebut. Saya di sana dengan tim manajemen saya, sementara saya tidak tahu dia bersama siapa di sana," ujar Emil datar dan santai menanggapi pertanyaan host.

"Kalo begitu kasih tau dong bocorannya. Sebenernya seorang Emil Arka itu statusnya apa sih? Masih jomblo apa nggak? Tuh liat, bukan cuma The EAST aja yang nunggu jawaban, alay-alay aja sampe ngeces nunggu jawabannya." Host yang baru saja memiliki anak itu berujar dan memancing tawa dari alayers.

Emil tersenyum tipis, menunggu suara riuh itu mereda. Lalu menjawab, "Biar kami yang tau." Jawaban yang dilontarkan Emil justru memancing rasa penasaran dari orang-orang yang berada di sana.

"Ara ... Ara terganggu dengan berita Emil ini, Bu. Ara nggak suka," ujar Ara pelan. Meskipun rasa malu segera menerpanya karena penjelasan yang baru saja disampaikan Emil. Tentu saja Emil tidak akan mengkhianati Ara. Gina pun sangat tahu hal itu. Gina tahu bahwa Emil sudah tergila-gila pada putrinya. Cintanya sudah mentok di Ara. Rasanya sia-sia saja kalau Ara membuang tenaga untuk cemburu.

Gina pun menahan tawanya. "Kamu itu cemburu Ara sayang."

Ara menoleh cepat. "Nggak, Bu. Ara cuma ... nggak suka aja," elak Ara, yang jujur tidak mengerti kenapa dirinya bersikap seperti ini. Ara sendiri bingung kenapa perasaannya jadi labil.

"Cemburu itu wajar dalam sebuah hubungan, Ara. Perasaan tidak suka kalau melihat pasangan kita dengan perempuan lain, itu lumrah. Tidak salah. Yang salah kalau kita tiba-tiba ngambek tanpa mendengar penjelasan apa pun. Apalagi sampai pergi tanpa memberi kabar. Langkah seorang istri tanpa ridho suami itu dosa lho, Sayang."

Cemburu ya? Ara mengulang kata itu. Gosip tentang Emil kan bukan yang pertama kali ini. Kenapa Ara jadi seperti ini? Sensitif sekali, sampai ia pergi tanpa bilang pada Emil. Biasanya juga Ara tetap santai di rumah dan mendengar penjelasan Emil.

Aku kenapa sih? Kok aneh banget. Duh, jadi ngerasa bersalah sama Emil. Malah jadi kangen sama Emil.

"Semalam Emil telepon. Dia panik nyariin kamu, Ra," jelas Gina membuat Ara semakin menyesal.

Ara termangu mendengar kalimat itu. Sudah pergi tanpa bilang, tidak memberi kabar pula. Jelas suaminya itu pasti sangat khawatir. Ara mendadak jadi merasa bersalah pada Emil. Mendadak jadi ingin bertemu, mendadak kangen.

"Bu, Ara ..." Ara tergagap, tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan perasaannya. "Ara sebel sama Emil. Tapi, Ara bingung bilangnya."

Gina tertawa renyah mendengar pengakuan anaknya. "Kamu itu labil banget, Ra. Udah kayak ibu-ibu hamil tua aja. Haha-,"

Tawa Gina mendadak berhenti mendengar ucapannya sendiri. Tidak mungkin kan? "Kamu nggak lagi hamil kan, Ra?" selidik Gina serius pada Ara.

"Ha-ha ... Ibu nih ada-ada aja. Ara nggak ... nggak hamil kok," elak Ara disertai tawa garing. Hamil? Mana mungkin kan Ara hamil? Emil dan Ara sudah sepakat untuk tidak memiliki anak dalam waktu dekat. Minimal tahun depan, selepas Ara lulus dari SMA, atau setelah Ara masuk kuliah dan sudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setidaknya, setelah Emil bisa mengungkapkan status mereka pada publik. Tanpa khawatir tentang status pelajar yang masih Ara sandang.

Tapi, hamil?

Ara jadi panik sendiri. Belakangan ini Ara tidak rutin meminum pil KB-nya. Bahkan Ara sempat lupa membelinya ketika habis. Sekuat tenaga Ara menghilangkan pemikiran bahwa dirinya sedang hamil.

Nggak, aku nggak hamil. Aku masih harus ikut UN, dan lulus SMA. Aku belum siap.

"Lho, mau ke mana, Ra? Itu nasinya nggak dihabisin?" tanya Gina saat Ara pergi begitu saja, tanpa bicara apa pun.

"Ara mau ambil min-"

"ARA!"

Gina berteriak nyaring karena putri cantiknya itu tiba-tiba pingsan sebelum menyelesaikan kalimatnya.

---

Salam,

rul

Celebrity's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang