SMA PELITA HARAPAN
Disinilah seorang Abyan berdiri sekarang. Dengan kedua bola mata yang terus berputar memandang sekeliling dan tas hitam yang sudah tersampir di bahu tangan kirinya.
Jujur saja.
Ada ketidaknyamanan saat dia menatap gedung di hadapannya. Bagaimana tidak ? sekolah yang sangat mewah, lingkungan mewah, dan semuanya yang serba mewah. Tidak terbayang sedikitpun jika Abyan akan dikelilingi dengan hal-hal seperti ini.
Namun apa boleh buat, disaat Abyan hanya bisa menerima tanpa penolakan. Ingin sekali rasanya dia mengatakan 'sekolahkan aku di SMA biasa aja' atau yang lebih buruk 'tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang untuk sekolahku'
Andai saja kata-kata itu bisa dia ucapkan. mungkin jika Alvian yang mendengarnya, dia akan mengatakan 'terserah' atau 'lakukan sesukamu'
Itu Alvian dan tidak berlaku pada Ziya. Abyan yakin, jika kata-kata itu terucap dari mulutnya, Ziya langsung membulatkan kedua matanya menjadi lingkaran yang cukup lebar dari yang sebelumnya. Dan mulutnya akan mulai mengeluarkan kata-kata pamungkas, layaknya seorang ibu-ibu cerewet pada umumnya.
Seperti tadi pagi saja, saat Abyan menolak untuk sarapan, karena memang dia hampir tidak pernah sarapan di pagi hari. Namun tetap saja Ziya memaksanya, dan berakhir pada Abyan yang disuruhnya untuk menghabiskan segelas susu karena tidak mau makan.
Susu .. minuman yang bahkan tidak pernah di sentuh Abyan sedikitpun.
Tidak hanya itu, bahkan saat akan berangkat sekolahpun, Abyan yang berniat pergi sendiri malah dipaksa untuk pergi bersama Ziya yang akan mengantar Panji ke sekolah. Sekuat mungkin Abyan menolak, sekuat itu pula ajakan Ziya sehingga membuat Abyan hanya harus menurutinya saja.
Oke ..
Bisa dipastikan, mulai detik ini. Hidup Abyan akan di penuhi dengan ocehan-ocehan dari Ziya jika dia tidak menurutinya.
***
"Abyan Farel Prasaja," gumam seorang guru membaca nama di formulir yang diberikan Abyan dan dicocokkan di arsip formulir miliknya.
"Menantunya Pak Wirandi mendaftarkannya beberapa waktu yang lalu." sahut seorang guru lagi yang kebetulan berada di ruangan yang sama. Bukan bertugas di ruangan yang sama. Hanya saja sepertinya guru ini sedang mencari file atau sedang ada keperluan di ruang wakil kepala sekolah tempat dimana Abyan berada sekarang.
Jadi bisa di pastikan, saat ini Abyan sedang berhadapan dengan wakil kepala sekolah, yang berkali-kali melihatnya. Seperti tidak percaya atau ingin menanyakan sesuatu namun tidak cukup untuk membuatnya berani. Hingga dia hanya mengangguk dan menyuruh Abyan untuk menandatangani kertas yang mengatakan jika mulai hari ini dia resmi menjadi siswa di SMA Pelita Harapan.
"Panggilkan Arkan kesini, dia akan masuk di IPA 2," ucapnya pada seorang guru yang berada di sana, yang tentu saja langsung mengangguk setuju.
Suasana tidak nyaman kembali terasa, saat Bapak wakil kepala sekolah ini berkali-kali menatap Abyan.
Abyan sadar. Mungkin saja yang ada di dalam fikirannya. 'Oh , ini anak dari selingkuhannya Pak Wirandi?'
Abyan menghembuskan nafasnya pelan, mencoba tenang dan menghilangkan fikiran-fikiran buruk di dalam otaknya.
Sampai akhirnya pintu kaca itu kembali terbuka, membuat keduanya menoleh menanti orang yang membuka pintu tersebut.
Sebuah senyuman dan sikap sopan dari seorang pemuda terlihat jelas saat memasuki ruangan dan kini berdiri di samping Abyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...