"Kau lihat?" Dokter Sandi tersenyum sembari memperlihatkan layar komputernya yang menunjukkan beberapa organ penting di dalam tubuh Abyan pada Alvi.
"Semuanya baik-baik aja. Nggak ada yang perlu di khawatirin. Kita tidak menemukan adanya luka dalam. Seluruh organnya juga bekerja dengan sangat baik saat operasi berjalan. Jadi saat ini, kita tinggal menunggu Abyan sadar. Itu akan lebih baik, jika malam ini dia sadar. Tapi kita tidak bisa menjanjikan hal itu."
Alvi menggangguk pelan, mengerti sekaligus lega atas apa yang dijelaskan oleh Dokter Sandi.
"Ziya bilang, kau sedang bertugas di luar kota. Kau langsung datang saat mendengar kabar ini? Sepertinya, rumor jika kau membenci anak itu adalah salah. Kau bahkan terlihat sangat mengkhawatirkannya sekarang."
Alvi tertegun. Dia hanya tersenyum simpul tanpa jawaban apapun.
"Kau belum mengerti juga? Ini bukan kebencian Al. Kau datang karena kau menganggap dia adalah adikmu. Kau mengkhawatirkannya, karena kau takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Kenapa? Kau belum bisa meyakini hal itu? Bagaimana jika kekhawatiran itu benar? Bagaimana jika keadaannya tidak baik-baik saja dan dia berada di dalam keadaan yang parah?"
"Aku akan menyalahkan diriku sendiri."
Dokter Sandi tersenyum tipis seraya mengangguk pelan.
"Jadi kau sudah mengerti sekarang?"
Alvi menggeleng, "Aku belum yakin tentang hal itu."
"Dia pasti sedang menunggumu sekarang. Temuilah dia, lebih bagus jika kau menemaninya untuk malam ini."
Alvi menyandarkan tubuhnya senyaman mungkin di sandaran kursi. Tatapannya dalam tertuju pada Dokter Sandi. "Ada sesuatu yang ingin aku cari tau. Dan aku membutuhkan bantuanmu."
"Bantuanku? Apa itu?"
"Aku ingin melakukan tes DNA."
Dokter Sandi menghela napas. Ia cukup terkejut namun sebisa mungkin ia menutupi itu dengan ketenangannya.
"Ini berkaitan dengan Abyan?"
Alvi mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Kenapa?"
"Hanya sesuatu yang ingin aku tau kebenarannya."
"Jadi kau berharap jika dia bukan anaknya Wiirandi?"
"Justru aku berharap sebaliknya."
"Lalu?"
"Papa menyembunyikan banyak rahasia dari keluarganya. Dia menyimpan semua rahasia itu sendiri. Aku hanya tidak ingin menutup mataku untuk kesekian kalinya. Aku juga ingin tau apa yang dia sembunyikan dan kebenaran yang selama ini tidak diketahui oleh siapapun."
"Kau yakin? Jangan pernah membuka sebuah rahasia jika kau tidak sanggup untuk menerima rahasia itu."
"Aku yakin. Aku sudah cukup siap untuk menerima itu."
Dokter Sandi mendesah, ia menautkan kedua tangannya dengan sebelah alis yang terangkat. Cukup lama terdiam, ia mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Baiklah. Kita akan mengambil darahmu," ucapnya seraya tersenyum.
***
Alvi membuka perlahan handle pintu ruang rawat Abyan. Lelaki itu tersenyum lebar, saat Ziya yang sejak tadi duduk di sisi ranjang Abyan kini berdiri dan menatapnya.
Alvi mengangguk pelan seakan memberikan kekuatan pada Ziya dan mengatakan jika tidak ada lagi yang perlu ditakutkan oleh wanita itu karena dia ada disini sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...