Abyan Farel Prasaja: Kenapa lo nggak masuk tadi?
Abyan Farel Prasaja: lo marah sama gue, karena masalah kemarin?
Abyan Farel Prasaja: Kan gue nggak salah? Gue bahkan nggak nanggepin omongan mereka kemarin.
Abyan Farel Prasaja: ARKANANTA, bales pesan gue kali. Gue jadi kayak cewek-cewek yang mohon maaf sama cowoknya.
Barisan pesan Line masih menghiasi layar ponsel Abyan yang masih menyala. Berulang kali ia menghembuskan nafasnya pelan. Satu tangannya terus menghusap-husap belakang lehernya, karena resah sekaligus kesal. Tubuhnya mulai bersandar pada kursi putar yang melengkapi meja komputer di hadapannya. Untuk beberapa saat mata nya terpejam, dan disaat berikutnya kembali terbuka. Begitu seterusnya. Sampai keresahan itu semakin menyelimuti otak dan fikirannya saat ini.
Bagaimana tidak? Sejak kejadian kemarin. Saat dimana teman-temannya menjelek-jelekkan Arkan di hadapannya, Arkan justru menghilang seakan di telan bumi. Tanpa bisa Abyan bertanya atau tanpa bisa ia memberikan penjelasan.
Dan lagi, hari ini ditambah Arkan absen dari kelas tanpa surat hingga membuatnya harus diberi keterangan 'Alfa'. Abyan terdiam menatap langit-langit dinding kamarnya yang gelap, hanya diterangi lampu seadanya. Fikirannya melayang tidak tentu arah. Seperti memikirkan sesuatu yang tidak masuk akal. Seperti: Kenapa gue harus perduli? – Atau – Dia tidak menganggap gue sebagai teman. Bodoh lo By.
Abyan menegapkan tubuhnya, kembali melihat ponselnya yang sudah kembali terkunci. Jarinya mulai berkerja untuk menggeser layar ponselnya lalu mengetikkan 4 digit password untuk membukanya.
Masih terlihat jelas pesan Abyan yang terkirim bahkan sudah terbaca, namun tetap tanpa sebuah balasan. Ia mendengus pelan, cukup menghasilkan kerutan dalam di dahinya. Tidak hanya itu, terlihat di sana saat Abyan kembali menggerakkan jarinya. Ada barisan beberapa pesan yang kemarin juga sempat dikirimnya.
Abyan Farel Prasaja: Gue nggak liat lo pulang sekolah tadi?
Abyan Farel Prasaja: Lo pulang kagak nunggu gue?
Abyan Farel Prasaja: Kan, lo tau gue ketemu sama siapa tadi? Tristan. Wuah, gue nggak nyangka pertemuan pertama gue tatap muka sama dia harus diawali dengan insiden kecil. Tapi, well, dia bener-bener bawa aura buruk kayaknya!
Stupid By!!!
Abyan menghusap wajahnya, memalukan. Bagaimana bisa dia menanyakan dan menceritakan hal konyol seperti itu pada Arkan? Terlebih lagi, pesan memalukan itu hanya dibaca tanpa direspon sedikitpun oleh Arkan. Menyebalkan!!!
Tapi jujur, Abyan sendiri tidak tau kenapa dia seperti ini? Mengingat anak-anak kelasnya kemarin yang menjelek-jelekkan Arkan, kenapa rasa iba itu justru muncul seketika? Padahal, jika ingin dibandingkan. Apa yang didapatkan Arkan ini tidak seberapa dengan dirinya. Bagaimana dia selalu di bully dulu. 'Anak pelacur'!! dua kata itu seperti sudah mendarah daging di dalam hidupnya.
Tapi, apa ada yang perduli padanya? Tidak sama sekali. Abyan benar-benar sendiri menghadapinya saat itu. Dan sekarang! Benar, kenapa dia harus memperdulikan Arkan? Sedangkan yang diperdulikannya saja sama sekali tidak merespon apapun. Atau malangnya, mungkin saja jika suatu saat Arkan tau tentang siapa dirinya, Arkan akan balik membencinya, bahkan bisa saja buruknya Arkan akan ikut membullynya seperti yang lain.
Stupid By!!!
Berulang kali ia menepis fikirannya, berulang kali juga fikiran itu terus datang, melekat, tanpa bisa untuk disingkirkan lagi. Pembicaraannya dengan Nesya tadi siang seketika terlintas di benaknya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...