Abyan mendesah frustasi, ia menutup matanya dan membukanya kembali. Berulang kali ia mencoba mengubah posisi tidurnya, namun keresahannya tidak juga pergi. Justru semua ini membuatnya semakin tidak tenang.
Abyan bangkit, menyandarkan tubuhnya senyaman mungkin di sandaran tempat tidurnya. Pandangannya beralih pada ponsel di atas nakas miliknya. Ia mengambil ponsel tersebut, membukanya dan tertunduk kecewa saat tidak ada tanggapan apapun yang diberikan Cahaya untuknya. Tidak ada pesan bahkan tidak ada telpon, padahal sejak tadi sore Abyan sudah mengirimi banyak pesan pada Cahaya dan menelponnya berulang kali.
Hanya untuk bertanya.
Kamu dimana Ca?
Nggak datang ke rumah sakit sore ini?
Aku ingin melihatmu. Kamu nggak lagi marah kan sekarang?
Ca kenapa nggak di bales? Aku nunggu kamu loh?
Dan banyak lagi pesan lainnya yang dikirim oleh Abyan karena tidak satupun pesan oleh Cahaya.
Pemuda itu meresah pelan. Aneh? Kenapa Cahaya jadi bersikap seperti ini? Apa dia berniat menjauhinya sekarang?
Abyan tahu, saat ini Tristan sedang berada dalam masalah. Apa karena itu penyebabnya?
Bahkan saat Abyan kembali berniat untuk menelponnya, yang terdengar hanya sebuah suara yang mengatakan jika 'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.'
Abyan menahan napasnya kini, ia menggenggam ponselnya sekuat mungkin. Tidak ada yang bisa dipikrikan saat ini. Tidak ada yang bisa membuanya mengerti kenapa Cahaya tiba-tiba menghilang darinya.
Abyan menyibak selimutnya, mencoba untuk turun dengan tubuh yang masih lemah. Ia meringis namun tetap memaksakan dirinya untuk turun dari ranjang ini. Hingga kedatangan Alvi mampu membuatnya terhenti. Abyan menatap tajam Alvi yang berdiri di ambang pintu.
Ia tertunduk saat Alvi kini menatapnya dingin seperti yang biasa lelaki itu lakukan.
"Jangan bertanya kenapa aku datang kesini, tidak ada alasan untuk itu." Alvi berjalan masuk, melempar jacketnya di sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sofa tersebut setelah itu. Ia menatap Abyan yang sama sekali tidak berniat untuk melihatnya.
Tatapannya kian sendu saat Alvi menyadari satu hal. Abyan sedang mencari Cahaya. Mungkin dia berniat pergi dengan tubuh lemah itu sekarang.
"Aca nggak akan datang malam ini."
Abyan melebarkan matanya seketika. Ia menoleh sembari menatap tajam Alvi dengan banyaknya pertanyaan.
"Apa? Aku tidak akan memberitahukan apapun. Jadi jangan harapkan apapun."
Abyan mendengus kesal. Bagaimana bisa Alvi bersikap seolah-olah dia perduli, lalu setelah itu bersikap semenyebalkan ini?
"Apa ini berkaitan dengan Tristan?"
Alvi tampak menyandarkan tubuhnya, menatap Abyan dengan kedua tangan yang dilipat di dada.
"Jika itu benar, aku akan mencoba mengerti."
Abyan mendesah, lalu kembali menyandarkan tubuhnya di tempat tidur milknya.
"Apa Tristan benar-benar menyerahkan dirinya sendiri?" tanya Abyan saat dia sudah berada di posisi senyaman mungkin. Tatapannya lurus tertuju pada Alvi yang tampak sedang menatapnya lekat.
"Dia ada di mobil itu, tapi dia tidak melakukan apapun. Aku penasaran, kenapa dia melakukan hal ini? Untuk Aca atau justru karena dia merasa bersalah?" Abyan tertunduk saat tidak ada jawaban apapun yang diberikan Alvi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...