The Fact of Story - 25

801 83 56
                                    

Wira membalas lambaian tangan teman-temannya saat sudah memasuki restoran besar ini. Senyum mereka merekah diiringi dengan tawa-tawa ringan yang mereka berikan.

"Mereka nggak ada yang membawa pacar?" bisik Cahaya saat Wira masih sibuk melambaikan tangannya dengan satu tangannya yang lain tidak melepaskan rangkulannya dari tubuh gadis itu.

Wira menoleh dengan senyum kecil. "Hari ini khusus untuk kita. Akan ada party besar-besaran nanti setelah ini."

Cahaya mengernyit tidak percaya. Wira – pemuda ini seakan membuatnya menjadi bahan permainan. Barang yang seakan di pamerkannya kepada teman-temannya yang tentunya 'berkelas' ini.

Cahaya harus menahan nafasnya saat Wira mengeratkan rangkulan tersebut, ada aliran panas yang ia rasakan di kedua lingkaran matanya kini.

"Ingat --- lo harus menjaga sikap. Jangan mempermalukan gue."

Perlahan Cahaya mengangkat pandangannya, menatap sengit ke arah Wira dengan sorot penuh kebencian.

'Byan ...'

Cahaya menghela nafasnya perlahan. Hanya nama itu yang saat ini terlintas di benak Cahaya. Menyebut namanya membuat ketakutannya perlahan menghilang. Ia cukup yakin saat ini, menutupi semua keraguannya. Pada akhirnya menghadapi lebih baik daripada berlari.

#

"Gimana? Diangkat By?" tanya Aline pelan

Abyan menggeleng lemah, berulang kali ia mencoba untuk menghubungi Cahaya, berulang kali itu juga tidak ada jawaban yang ia dapatkan. Abyan terlambat kali ini, ia tidak cepat mengejar Cahaya tadi ataupun mengikuti mobil Wira jika saja ia bisa bergerak lebih cepat.

Menyesal? Tentu.

Ada perasaan aneh yang mengganggunya saat ini. Sesuatu yang menyuruhnya untuk berlari. Sesuatu yang benar-benar meresahkannya.

"Sebrengsek-brengseknya cowok. Baru kali ini gue liat cowok BRENGSEK tingkat BANGSAT. Sumpah! Ngeliat senyumnya aja gue jijik apalagi dipegang sama dia," rutuk Aline dengan semua kekesalannya. "Wira? Itu tuh yang namanya Wira sableng versi modern."

Abyan terduduk lemas dengan wajah datarnya. Tidak ada yang bisa ia katakan lagi saat ini. Bahkan untuk mencaci Wira pun tidak terpikir olehnya selain hanya Cahaya. Apa yang sedang gadis itu rasakan dan lakukan sekarang. Itu yang sangat mengganggu untuk Abyan.

"Aca --- meskipun banyak cowok yang suka sama dia. Tapi Aca bukan tipe cewek yang suka di pegang-pegang gitu aja. Kecuali kalo dia bener-bener suka. Lah ini? Ternyata masih ada ya cowok yang kayak Wira di dunia ini," sahut Nesya.

Arkan mendesah pelan, ia menegapkan tubuhnya dari sandaran dinding dan duduk di hadapan Abyan. Melipat tangannya dan menatap Abyan dengan penuh ketenangan.

"Sekarang apa yang bakal lo lakuin?" tanyanya tegas.

Rahang Abyan mengeras, ia mengepalkan tangannya erat dengan sorot mata tajamnya. Seakan yakin dengan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Membuat pilihan sulit yang mungkin akan semakin merubah hari-harinya mulai sekarang.

#

"Jangan malu-malu Ca, anggap kita semua teman. Dan ini --- makan, jangan enggak. Ini semua Wira yang bayar kok. Tenang aja."

Cahaya tersenyum terpaksa mendengar sambutan itu.

"Selera lo udah berubah banget ya Wir?"

"Biasanya --- cewek yang lo bawa selalu berpenampilan heboh. Sekarang jauh banget. Lebih cantik pula. Dapet dimana sih? Baru pulang aja udah dapet yang bening kayak gini."

The Fact of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang