"Pa, minggu depan bakal ada pertemuan orang tua. Papa bakal dateng kan?" Panji memasang seat belt-Nya lalu menatap Alvi dengan harap yang saat ini juga sedang menatapnya dengan alis yang terangkat. Sebelum Alvi kembali fokus menyetir tanpa menjawab pertanyaan Panji.
"Ayolah Pa, kan tahun kemarin udah Mama. Masa' tahun ini Mama lagi. Panji nggak bakal ngecewain kok. Panji janji, nilai Panji bakal bagus-bagus semua. Pa – ya Pa? Ayolah –"
Alvi kembali menoleh, tersenyum mendengar rengekan putranya itu, masih tanpa jawaban apapun.
"Panji pastikan, masih banyak temen-temen Panji yang Papanya bakal dateng. Jadi Papa nggak bakal jadi cowok sendirian."
Alvi terkekeh lalu menghusap pelan puncak kepala putranya. "Iya Papa bakal dateng kok."
"Beneran? Nggak bohong kan?"
"Sejak kapan Papa bohong?"
"Papa nggak bakal kerja kan?"
"Papa bakal ngambil libur untuk kamu."
"Yeeeayyy!"
"Tapi, sebenernya Mama juga bisa kan?"
"Yahh – Papa"
Alvi tertawa pelan. "Iya – iya. Papa nggak bakal ingkar janji tenang aja."
Panji menyeringai kecil, lalu membenarkan posisi duduknya sehingga lurus menghadap ke depan. Menyilangkan kakinya dan membuat tubuhnya duduk senyaman mungkin.
"Pa ---"
"Hmm?"
Tidak ada jawaban, untuk beberapa saat Panji terdiam. Tidak ada lagi senyum yang terukir di wajah tampannya. Hanya keseriusan yang terlihat di garis-garis wajahnya sekarang.
"Apa?" tanya Alvi untuk kedua kalinya saat ia tidak mendengar jawaban apapun dari sang putra.
"Panji boleh tanya sesuatu?"
"Sejak kapan kamu meminta izin kalo mau bertanya?" Alvi tersenyum simpul dengan pandangan yang masih lurus menghadap ke depan.
"Anak haram itu apa?"
Alvi tertegun, sungguh – ia menelan ludahnya perlahan. Memperlambat laju kecepatan mobilnya lalu menatap putranya tanpa ekspresi apapun.
"Siapa yang mengatakan itu?" tanyanya dengan rahang yang sudah mengeras, membuat Panji cukup takut dan merasa bersalah atas pertanyaan itu.
"Freedy yang bilang. Katanya, dia mendengar itu dari Mamanya."
"Apa Mama tau?"
Panji menggeleng pelan. "Freedy mengatakan itu saat kami berada di kamar. Jadi Mama tidak tau tentang ini."
Alvi menghela nafas. Bukan karena ia takut, Ziya mendengar perihal tentang anak haram ini. karena kenyataannya, Ziya sudah mengetahui semuanya. Namun, mungkin keadaan akan menjadi rumit jika Ziya mendengar ini. Alvi tidak bisa membayangkan, jika acara ulang tahun Freedy kemarin akan berakhir dengan pertengkaran antar Mama jika sampai Ziya mendengarnya.
Untunglah!
"Pa –" tegur Panji pelan, berhasil membuyarkan lamunan Alvi dan kembali menatap Putranya.
"Iya sayang."
"Freedy bilang, Om Byan itu anak haram. Apa anak haram itu sama dengan anak nakal? Tapi Freedy bilang, anak nakal itu bahkan masih terlihat baik daripada anak haram. Jadi, apa anak haram itu sangat buruk? Tapi, Om Byan nggak seburuk itu. Om Byan orang baik. Om Byan bahkan nggak terlihat kayak anak nakal."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...