Abyan berdiri, bersandar pada dinding dengan sorot mata lurus ke depan. Perhatiannya kini terfokus pada mobil merah yang sudah melesat meninggalkan halaman sekolah, menyisakan Cahaya yang berjalan tertunduk dan mulai memasuki koridor sekolah.
Abyan menghembuskan nafasnya pelan, ia mulai melangkah, perlahan mengikuti Cahaya tanpa gadis itu sadari. Satu hal yang menjadi pertanyaan kini. Apa yang terjadi setelah panggilannya kemarin dimatikan oleh seseorang? Abyan sangat yakin, jika yang mengangkat telponnya kemarin bukanlah Cahaya.
Mungkin ---- Wira? Memikirkannya saja, membuat darah Abyan mendidih seketika.
"Ca ---"
Cahaya terhenti saat suara lembut itu terdengar jelas di belakangnya. Perlahan gadis itu mulai berbalik, tersenyum seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Pagi By," sapanya.
Berbeda dengan Abyan. Pemuda itu justru tampak menautkan kedua alisnya seraya menatap dalam manik biru tersebut. Tidak ada senyuman ataupun balasan untuk sapaan dari gadis itu.
"Apa yang terjadi kemarin?" Pertanyaan itulah yang akhirnya keluar dengan wajah datar yang masih menyelimuti Abyan.
Cahaya mengerutkan dahinya. "Nggak ada yang terjadi By. Maaf gue kemarin nggak bisa ngangkat telpon lo."
"Karena Wira?"
Cahaya sempat terdiam untuk beberapa detik, sampai akhirnya ia mengangguk pelan sebagai jawabannya. Membuat Abyan mendesah lalu tertunduk.
"Ca ---" gumam Abyan kembali mengangkat pandangannya. "Lo masih inget apa yang gue katakan waktu itu? Gue bilang 'Lo hanya perlu bertahan disana. Gue akan pelan-pelan mencari cara untuk kita.' Sekarang nggak lagi Ca, jangan bertahan jika lo nggak bisa. Cukup berdiri di belakang gue mulai saat ini, karena gue nggak akan biarin Wira nyentuh lo sembarangan lagi."
Cahaya hanya tersenyum tipis mendengar itu. Tidak ada jawaban darinya. Gadis itu justru hanya berbalik dan kembali berjalan.
"Gue serius Ca," ucap Abyan menyamakan langkahnya dengan gadis itu.
"Gue tau semua nggak baik-baik aja."
Cahaya masih tertunduk dengan diamnya.
"Wira yang mengangkat telpon gue kemaren kan?" Abyan menghentikan langkahnya saat itu. Bersamaan dengan Cahaya yang juga terhenti beberapa langkah di depannya.
"Apa yang dia lakuin? Hmm?" cecar Abyan mendekat ke arahnya.
Cahaya menghela nafasnya pelan. "Nggak ada yang bisa menghentikan perjodohan ini By, nggak ada yang bisa." Cahaya mengangkat wajahnya menatap tajam ke arah Abyan. "Tapi jika lo bisa bawa gue lari saat ini juga, gue mungkin bisa percaya. Menghadapinya hanya akan menjadi hal bodoh yang sia-sia. Karena itu, bawa gue lari By, bawa gue lari dari sini. Ke tempat yang sangat jauh. Apa lo bisa?"
Abyan tertegun. Jelas! Ia melihat luka di balik manik biru itu.
"Jika lari bisa menyelesaikan semuanya, gue akan lakukan itu dari dulu Ca."
Cahaya mengangguk mengerti. Ia berbalik dengan langkah lemah tanpa jawaban apapun lagi. Cukup mengerti jika jawaban yang diberikan Abyan tetap pada pendiriannya, yaitu 'Bertahan'.
Abyan mendesah, ia hanya menatap punggung gadis itu beberapa saat. Lalu kembali melangkah di detik berikutnya. Cepat dan semakin cepat, berusaha menyamakan langkahnya dengan Cahaya dan seketika menarik pergelangan tangan gadis itu. Menggenggamnnya dan menatapnya dengan sorot mata tajam.
"Tapi, gue bisa bawa lo lari dari luka itu. Gue akan selalu ada buat lo Ca, gue janji. Ketika lo terluka, gue akan ada di sana untuk mengobati luka itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...