Cahaya mengeratkan genggaman tangannya – dan itu dengan jelas dapat dirasakan oleh Abyan. Tanpa gadis itu sadari, ketakutan yang mengusiknya kini dengan jelas ia beritahukan melalui genggaman tangan itu.
Hanya saja – tidak ada yang bisa dilakukan Abyan saat ini. Ia tidak bisa berbicara untuk menenangkan gadis itu – ataupun menarik gadis itu kedalam pelukannya saat Tristan sedang berada tepat di hadapan mereka dengan tatapan nyalangnya. Abyan hanya bisa menatap sendu ke arah Cahaya yang tidak menurunkan pandangannya dari Tristan.
Gadis itu takut – tapi ketakutannya sama sekali tidak meluruhkan keberaniannya saat ini. Bahkan tepat saat Tristan mulai melangkah untuk mendekat, dengan cepat Cahaya maju dan berdiri tepat di hadapan Abyan. Gadis itu melepaskan genggaman tangan mereka secara perlahan, membuat Abyan tertegun di tempatnya.
"Aca akan pulang sekarang," tegas gadis itu yang langsung melangkah – berjalan melewati Tristan tanpa berbalik untuk melihat Abyan yang kini hanya bisa menatap punggungnya.
Tristan menghela napas kasar dengan tatapan tajam yang masih tertuju pada Abyan. Tidak ada yang pemuda itu katakan untuk saat ini. Ia hanya melemparkan aura permusuhan lalu berbalik pergi menyusul langkah Cahaya yang sudah mulai menjauh.
#
Tristan menghembuskan napas pelan untuk kesekian kalinya. Jujur, ini pertama kalinya ia merasakan situasi secanggung ini antara dirinya dan Cahaya. Bahkan saat mereka sedang bertengkar hebat pun, mereka akan segera berbaikan dalam waktu kurang dari satu jam. Dan saat ini ... ? Entahlah, Tristan pun tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya saat ini.
Langkahnya terhenti perlahan seiring dengan langkah Cahaya yang sedang berada di depannya terhenti. Tatapannya kian berubah saat Cahaya perlahan berbalik dan menatapnya dengan sendu.
"Aca ingat, dulu Mama selalu bilang. 'Jangan pernah menjauhi Kakakmu. Jangan pernah marah padanya. Dan – jangan pernah membencinya'. Karena itu Cahaya nggak bisa melalukan itu semua. Maafin Aca Bang – Maaf karena Aca sempat marah dan mengacuhkan Abang," ucap Cahaya dengan suara parau. Ada air mata yang tergenang seiring dengan kedua matanya yang memerah.
Di sisi lain, Tristan justru hanya terdiam dengan luka kecil di hatinya saat kalimat demi kalimat itu keluar dari mulut Cahaya. Terlebih lagi saat gadis itu mencoba menunjukkan senyum simpulnya, sebelum ia kembali berbalik dan berjalan perlahan.
"Kenapa kamu harus sampai sejauh ini Ca?" ungkap Tristan menghentikan langkah Cahaya. "Kenapa kamu harus melakukan hal yang nggak pernah kamu lakukan? Kamu tau ini sulit kan? Ini akan semakin menghancurkanmu."
Cahaya menghela napasnya tanpa berbalik menghadap Tristan. Tidak ada jawaban yang ingin ia utarakan atas pertanyaan itu. Menjawabnya atau tidak, Tristan tidak akan pernah mengerti pada akhirnya.
Cahaya kembali menlanjutkan langkahnya perlahan. Tidak perduli pada Tristan yang kini tampak menghembuskan napas frustasi di belakangnya.
Benar – ini hal yang terbaik yang bisa dia lakukan. Menjawab Tristan hanya akan berakhir pada perdebatan yang tidak ada gunanya.
***
Alvi terpaku di tempatnya, menatap tenang Abyan yang kini tengah berdiri di hadapannya. Begitupun dengan Abyan yang seketika langsung menghentikan langkahnya saat ia menyadari kehadiran Alvi yang baru saja pulang.
Seperti biasa – tidak ada sapaan di antara mereka. Suasana berubah seketika saat Abyan berada di dekat Alvi. Tatapan dingin lelaki itu berhasil mendorong Abyan menjauh dengan sendirinya, meskipun pada awalnya Abyan mencoba untuk mengabaikan tatapan itu. Tapi, pada akhirnya semuanya sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...