The Fact of Story - 30

895 86 41
                                    

Cahaya baru saja mengambil tasnya dan menyampirkan tasnya di bahu saat tiba-tiba Tristan masuk ke dalam kamarnya dengan rahang yang mengeras. Lelaki itu marah!

Cahaya terdiam di tempatnya berdiri. Menatap Tristan setenang mungkin tanpa beralih sedikitpun. Ia sudah siap dan tahu hal ini akan terjadi. Tristan tidak pulang semalam, karena itu Cahaya dapat sedikit lega saat Abyan mengantarnya. Tapi gadis itu yakin, pagi ini Tristan pasti sudah mendengar semuanya, kejadian di malam itu dan accident tentang penggrebekan pesta mereka yang membuat Wira harus berada di kantor polisi pagi ini.

"Wira di tangkap Ca."

"Aca tau."

"Kamu juga bagian dari pesta itu."

"Kenapa? Abang berharap jika Aca juga ada disana?"

"Apa yang terjadi?"

Cahaya mengelah napas pela seraya sedikit mengalihkan tatapannya malas. "Aca pikir Abang sudah mendengar semuanya."

Gadis itu mengambil jacketnya, mulai melangkah tanpa menghiraukan Tristan yang masih menatapnya tajam. Berniat untuk berlalu meninggalkan sang Kakak, namun sayangnya Tristan dengan cepat menahan pergelangan tangannya tepat saat Cahaya berjalan melewatinya.

Dengan kekuatan yang ia punya, Tristan mampu membalik kembali tubuh Cahaya dalam seketika untuk menghadapnya.

"Terserah kamu mau berpikir apa, terserah kamu mau bersikap seperti apa. Tidak masalah jika kamu terus mengacuhkan Abang seperti ini. Tapi nggak untuk Papa Ca. Papa marah besar sekarang. Abang bisa menahan kemarahan Abang sendiri. Tapi nggak untuk kemarahan Papa."

Cahaya melepaskan genggaman Tristan perlahan dari tangannya. "Lakukan apapun yang Papa suruh. Bukankah itu yang selalu Abang lakukan." Cahaya menatap sinis Tristan. "Lagipula, Apa yang bisa Aca lakuin? Abang nggak bisa menahan kemarahan Papa, apalagi Aca. Bahkan meskipun Aca menjelaskan semuanya, Papa nggak akan mendengarkannya. Bagi Papa kebenaran itu berasal dari apa yang dia lihat, bukan dari apa yang dia mengerti."

"Tapi setidaknya kamu bisa menjelaskan semua itu sama Abang."

"Apa Abang bisa mengerti setelah Aca menjelaskannya? Apa Abang bisa setuju dengan pilihan Aca setelah Aca menceritakan semuanya?"

Tristan terdiam, bukan karena ia membenarkan pernyataan Cahaya, tapi tatapan tajam Cahaya yang kini membuatnya tertegun. Apapun yang terjadi, Cahaya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ada perubahan besar di dalam diri gadis itu sekarang. Pemberontakan dari keberaniannya yang mulai terlihat.

Cahaya mendengus pelan melihat Tristan yang hanya diam menatapnya. Ia mengalihkan pandangannya jengah, lalu kini benar-benar berlalu tanpa ada penahanan apapun dari Tristan selain pertanyaan pemuda itu yang kini mampu menghentikan langkah Cahaya di ambang pintu.

"Apa anak itu yang sudah membuat kamu seperti ini? Abyan Farel Prasaja, dia orangnya?"

Cahaya berbalik perlahan masih dengan ketenangannya.

"Jangan berharap lebih Ca. Apa yang bisa dilakukan anak pelacur seperti dia?"

"Berhenti mengatakan itu!" desis Cahaya dengan sorot dinginnya.

"Kamu berharap jika dia benar-benar akan memperjuangkan hubungan kalian? Gimana jika kita buktikan dalam waktu dekat? Kita akan tau, apa semua yang dia katakan hanya omong kosong atau benar-benar sebuah ketulusan?"

"Aca sudah pernah bilang, jangan sentuh dia. Karena Aca benar-benar nggak akan ngelepasin dia kalo ternyata apa yang dia katakan itu bukanlah omong kosong."

Tristan tersenyum sinis. "Dia terlalu berani membawa kamu dari pesta itu, jadi gimana kalo kita lebih menguji keberanian dia?"

Tristan berjalan mendekat dengan tenang ke arah Cahaya. "Abang benar-benar penasaran pemuda seperti apa anak pelacur itu," bisik Tristan dengan senyum tipisnya, lalu berjalan pergi meninggalkan Cahaya yang tampak menahan air matanya dan kedua tangan yang mengepal erat.

The Fact of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang