The Fact of Story - 44

975 71 10
                                    

"Hey! Kamu nggak sekolah hari ini?" tanya Abyan sambil membelai lembut kepala Panji yang kini tengah berbaring di sampingnya, memeluk tubuhnya dengan erat, membuat pemuda itu bahkan tidak bisa bergerak sedikitpun.

"Dia cuma tidur beberapa jam semalam. Waktu kami pulang, dia bilang kenapa kita nggak di rumah sakit aja. Dia ingin cepat-cepat pagi untuk bertemu denganmu," jawab Ziya yang sedang membuka beberapa kotak makan untuk Abyan. Wanita itu tersenyum, merapatkan kursinya untuk lebih mendekat pada Abyan.

"Kalo Kakak yang suapin nggak papa kan Ca? Atau mau kamu yang suapin Abyan?" tanyanya menoleh pada Cahaya yang duduk di samping kaki Abyan.

"Kalo itu, Kakak harusnya tanya sama orangnya. Mau di suapin sama siapa," sahut Abyan terkekeh.

"Pasien nggak boleh banyak protes!"

"Dimana-mana keinginan pasien harus diturutin Kak."

Ziya mendelik. "Jadi ini rencana kamu? Kamu senang sekarang?"

Abyan tersenyum tipis, ia melirik sebentar ke arah Cahaya yang juga memberikan senyum simpul padanya.

"Kamu hampir buat anak orang kena serangan jantung. Tau nggak?"

"Abyan udah minta maaf Kak."

"Cuma maaf?"

"Byan juga udah ngelakuin apa yang harus Byan lakuin."

"Apa itu?" Ziya memicingkan matanya. Menatap Abyan penuh selidik.

"Tanya aja sama orangnya."

Ziya menoleh menatap Cahaya yang hanya dibalas dengan kebingungan dari gadis itu. Cahaya melebarkan matanya seketika dan menatap marah pada Abyan yang hanya tertawa kecil PADANYA.

"Apa?" tanyanya pelan.

"Ketahuan," gumam Ziya.

"Ihh mikirin apa coba?" tanya Abyan terkekeh.

"Kakak paham kok. Tenang aja."

Abyan tersenyum lebar diikuti dengan Cahaya yang tersenyum malu di belakang Ziya.

"Panji udah makan belum?" tanya Cahaya mengelus pelan punggung Panji yang masih memeluk tubuh Abyan.

"Di tanya Tante Cahaya kenapa nggak jawab? Om tau kamu nggak tidur kok." Abyan kembali membelai lembut kepala Panji.

"Panji udah makan kok," jawabnya pelan.

"Om udah baik-baik aja. Kamu nggak perlu takut lagi. Om juga akan segera pulang ke rumah kok. Tenang aja."

Panji mengangkat wajahnya, menatap Abyan dengan mata kecilnya.

"Kenapa?"

"Dulu, waktu Kakek kecelakaan. Kakek juga masuk ke ruang operasi itu. Tapi, dia nggak pernah bangun lagi. Kakek pergi ninggalin Panji saat itu juga."

"Karena itu kamu takut?"

"Janji, Om nggak akan kayak gitu lagi?"

"Om nggak akan pernah kayak Kakek. Om janji, Om nggak akan ninggalin kamu. Sebagai hadiahnya, kamu boleh tidur disini dan nemenin Om selama seharian penuh."

Panji tersenyum lebar, ia kembali memeluk Abyan dan membenamkan wajahnya di tubuh itu.

Abyan tidak tahu, apa yang harus dia katakan saat ini. Dia sudah cukup senang atas semuanya. Dulu dia pernah berpikir, kenapa Allah memberikan hidup yang tidak adil ini padanya. Tapi sekarang, Abyan menarik semua pikirannya. Bukan hidup yang tidak adil padanya. Tapi hanya waktu yang bisa menjawab kapan dia akan mendapatkan kebahagiannya.

The Fact of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang