"Gue bakal tunangan setelah tamat SMA ini."
"Jangan bilang lo bahagia dengan perjodohan ini," ucap Aline menatapnya tajam.
Cahaya mengangguk pelan. "Gue bahagia," dusta dirinya dengan senyuman lebar.
Abyan menyunggingkan senyumannya. Senyum miris, sinis dan rasa tidak percaya semuanya menjadi satu. Berulang kali, ia terus melemparkan batu-batu kecil ke dalam danau. Menghasilkan suara percikan air serta hembusan angin yang menemani Abyan di taman ini. Ia terus mendesah, pernyataan yang dilontarkan Cahaya beberapa waktu yang lalu, cukup berhasil mengganggu pikirannya saat ini.
Namun, bukan bagaimana Cahaya memberitahukan perihal pertunangannya melainkan apa maksud dari Cahaya mengatakan tentang hal itu? Abyan mengerti, tidak ada yang pernah disembunyikan oleh sahabat. Dan di posisi ini, itulah yang dilakukan Cahaya. Memberitahukan sesuatu yang besar kepada sahabatnya. Tapi tetap saja, ini terasa cukup aneh untuk Abyan. Terutama mengingat saat Cahaya menatapnya dengan kilauan yang tidak biasa terpancar di manik matanya.
Bagi Abyan, entah kenapa pernyataan itu digunakan Cahaya sebagai senjata ampuh yang secara tidak langsung menampar dirinya. Seperti disana ada penegasan, jika apa yang ia rasakan saat ini. Itu tidak akan berguna. Pada akhirnya, semuanya akan sia-sia.
Abyan tertunduk, menatap layar ponselnya yang sudah menunjukkan sebuah pesan dari Arkan.
Arkananta Septa Mahardika: Dimana lo?
Untuk kesekian kalinya Abyan menghela nafas pelan. Ada sedikit senyuman yang terkembang di sudut bibirnya saat membaca pesan tersebut. Tanpa sebuah balasan, ia justru malah menyiapkan kamera ponselnya saat ini, lalu dengan cepat memotret danau yang ada di hadapannya dan segera mengirimkannya pada Arkan tanpa caption apapun. Berharap dengan foto ini, ia tidak perlu menjelaskan pada Arkan dimana dirinya sekarang.
"Seharusnya lo ambil gambar yang bagusan dikit kalo mau ngambil foto. Di ujung sana misalnya."
Abyan melebarkan kedua matanya, lalu berbalik sembari menaikkan kedua alisnya seraya menatap Arkan tidak percaya. Sejak kapan anak itu disini? Tidak – lebih tepatnya, kenapa dia ada disini?
Abyan mengalihkan pandangannya menuju ke arah yang di tunjukkan Arkan tadi, ia menyipitkan matanya saat di ujung sana terlihat sepasang kekasih yang tengah bercanda. Terdengar tawa ringan Arkan saat melihat ekspresi tidak suka yang di tunjukkan oleh Abyan.
"Gue nggak nyangka lo bakal ngikutin gue sampe kesini," ucap Abyan menatap lurus ke depan saat Arkan sudah mengambil posisi duduk di sampingnya.
"Jangan sok pede. Motor lo yang nunjukkin kalo lo ada disini. Gue nggak sengaja lewat, dan liat motor lo di depan."
Abyan tersenyum kecil tanpa jawaban apapun.
"Gue khawatir, lo bakal bunuh diri disini."
Abyan menoleh masih dengan senyumn kecilnya. "Setidaknya kata khawatir itu cukup buat gue seneng."
"Hueekk --- Jijik!!! Nyesel gue."
Abyan terkekeh geli sembari sedikit melirik Arkan yang baru saja meninju lengannya.
"Kalo diliat-liat, lo tuh kayak cewek yaa. Udah melow, terus segala sesuatu selalu di pikirin. Jadi cowok itu cuek aja kali. Jangan terlalu mikirin masalah. Dan sekarang? Lo boleh galau. Tapi nggak di danau juga. Masih banyak tempat yang lebih keren, yang bisa di datangi cowok galau," cibir Arkan.
"Apa? Diskotik?"
Arkan mendelik, menatap Abyan dengan wajah datarnya. "Gue nggak bilang ya."
"Gue yakin lo sering kesana."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact of Story
Teen FictionAbyan Farel Prasaja. Seorang pemuda yang hidup di atas kebencian banyak orang. Seorang pemuda yang hadir di atas rasa sakit seseorang. Terlahir melalui hubungan yang tidak seharusnya, membuat hidupnya penuh dengan cacian. Dibenci oleh lingkungan ba...