The Fact of Story - 50

920 91 17
                                    

Alvi melesat, memasuki halaman rumah dimana Abyan dan Alya tinggal dulu. Baginya, ini adalah hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya.

Jangankan untuk menginjak rumah ini, untuk melihatnya pun Alvi tidak akan pernah melakukannya.

Tapi sekarang, Alvi membuang semua itu, Alvi menepis semua kebencian itu, dia menghilangkan semua pikiran negatif yang bersarang dibenaknya.

Saat ini, tidak ada yang lain – hanya Abyan. Dia hanya ingin bertemu dengan Abyan dan memastikan semuanya baik-baik saja.

Alvi segera membuka safety belt-nya dan dengan cepat keluar dari mobilnya untuk segera masuk ke dalam. Tidak ada suara yang berusaha untuk dia keluarkan, dia hanya masuk perlahan dan melihat apa yang sedang dilakukan Abyan di dalam sana.

Pandangannya berkeliling menatap setiap sudut rumah ini. Rumah minimalis yang sangat elegan menurutnya. Sang Papa memberikan tempat yang sangat layak untuk mereka. Itulah yang terlintas di benak Alvi saat ini.

Tidak ada kekurangan, tempat ini bahkan jauh lebih baik dari apa yang sempat dipikirkan oleh Alvi.

Tapi Alvi bersyukur. Apa yang dia lihat saat ini, setidaknya mampu mengurangi penyesalan yang ada di dalam dirinya. Meskipun itu tidak pernah bisa menebus apa yang sudah Alvi lakukan pada Abyan dan Bundanya selama ini.

Alvi mendesah pelan, hampir saja ia kembali tenggelam di dalam rasa bersalahnya dan melupakan tujuan utamanya datang ke tempat ini.

Pandangannya kembali beralih, menatap setiap tempat melalui ruangan ini.

Hening – hanya itu yang dirasakan oleh Alvi. Tidak ada suara sedikitpun. Tempat ini hanya seperti tempat kosong untuknya. Alvi kembali melangkah, mencoba menelusuri dan mencari dimana Abyan berada.

Tatapannya mulai yakin saat ia melihat sebuah ruangan yang terbuka tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Anak itu disana.

Itu lah yang ada di benak Alvi sekarang. Sebisa mungkin ia menahan emosi dan perasaannya sendiri lalu kembali melangkah perlahan menuju ke ruangan tersebut.

Alvi memasuki ruangan tersebut dalam diam. Masih tanpa suara, tidak sedikitpun ia mengisyaratkan jika dirinya ada disana.

Matanya memerah seketika, lelaki itu kembali menatap nanar dengan matanya yang mulai berbinar saat melihat ruangan ini yang sudah cukup berantakan.

Alvi lemas saat itu juga. Dia mengetahui semuanya.

Alvi menghela napas dalam, ia menoleh dan menemukan Abyan yang tengah terduduk di bawah ranjang dengan pandangan kosong dan sebuah buku hitam yang masih berada di tangannya.

Perlahan, lelaki itu mulai melangkah, mendekat dan duduk tepat di samping Abyan tanpa mengatakan apapun. Membuat Abyan mengangkat pandangannya dan menatapnya dengan sendu.

Penuh rasa sakit dan luka di balik tatapan pemuda itu. Dia ingin bertanya dan mengatakan sesuatu, tapi untuk membuka mulutnya saja terasa sulit untuknya saat ini.

Dia bungkam seiring dengan rasa sakit yang sulit untuk ia keluarkan.

"Jangan memendamnya sendiri. Itu akan menyakitimu," ucap Alvi pelan membuka pembicaraan di antara mereka. Tatapannya lurus ke depan tanpa sedikitpun menoleh pada Abyan.

"Apa hanya aku yang tidak mengetahuinya?"

Alvi menoleh saat itu, ia menatap Abyan yang tertunduk sembari menggenggam kedua tangannya erat.

The Fact of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang