The Fact of Story - 13

912 93 33
                                    

"Ini daftar orang-orang yang pernah bekerja sama dengan Ramon Aryanta Prabhaswara, semuanya tanpa tersisa. Dari awal dia memulai bisnisnya. Hingga sekarang."

Alvi menghela nafasnya, tangannya terulur untuk menerima beberapa lembar daftar yang diberikan oleh seorang pemuda di hadapannya ini. Sedikit lirikan ia lemparkan kepada pemuda tersebut. Pemuda yang lengkap dengan pakaian serba hitamnya. Pemuda berwajah Oval lengkap dengan campuran Indonesia-Arab yang terlukis jelas di wajahnya.

Dia tampak lebih muda dari Alvi. Tapi caranya menyapa Alvi sama sekali tidak ada kecanggungan disana. Ia bahkan tampak lebih santai. Melaporkan segala sesuatu mengenai orang yang sedang di incar Alvi saat ini 'Ramon'.

Bagaimana tidak? Dapat dikatakan pemuda ini adalah junior terbaik yang Alvi punya. Bahkan saat ini ia sudah menyandang status sebagai kepala detektif di salah satu unit kepolisian. Jadi meskipun Alvi dan pemuda yang bernama Daffa ini sudah tidak berada di satu kantor lagi. Mereka akan tetap dengan mudahnya saling membantu satu sama lain. Apalagi bagi Alvi, Daffa adalah satu-satunya orang yang dapat ia percaya. Tidak ada orang yang bekerja lebih cepat daripada Daffa, itu menurutnya.

Alvi mengalihkan pandangannya untuk beberapa detik ke arah kolam renang lalu menuju ke arah putranya yang sekarang sedang asik bermain dengan burung kesayangannya. Karena saat ini, mereka memang tidak lagi berada di kantor. Melainkan di halaman belakang rumah Alvi yang mereka jadikan untuk pertemuan mereka kali ini.

"Nama-nama orang yang berwarna merah itu merupakan orang-orang yang kemungkinan besar menjalani bisnis perdagangan ilegal bersamanya. Sedangkan yang berwarna hitam, aku pastikan mereka bersih."

Alvi kembali melirik pemuda di hadapannya yang sedang menyesap secangkir teh miliknya. Ia mengangguk pelan lalu mulai meneliti setiap nama-nama orang yang berwarna merah di barisan lembar tersebut.

"Ramon sudah memperluas bisnisnya. Jadi pastikan jangan sampai melewatkannya satupun. Selidiki semuanya dan cari bukti yang kuat. Aku yang akan mengurus sisanya."

Daffa mengangguk pelan, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi menatap Alvi yang masih sibuk melihat nama-nama di dalam list yang ia berikan. Sampai pada satu titik, alisnya terangkat memperlihatkan tatapan ingin tahu saat Alvi yang kini terdiam dengan kedua matanya yang sedikit memicing.

"Kenapa?" tanyanya pelan.

Alvi mencondongkan tubuhnya sembari memperlihatkan sebuah nama di dalam lembar tersebut.

"Kau yakin dengan orang ini?" balasnya bertanya dengan menunjuk satu nama berwarna merah.

Daffa mengangguk cepat. "Arya Pradana Adhyatsa." Daffa menekankan ucapannya. "Aku tertarik dengan orang ini. Dia sudah melakukan banyak pembangunan di semua tempat. Orang-orang mengenalnya dengan Raja Tanah. Bahkan dia tidak ragu untuk menggusur tanah masyarakat hanya untuk menginginkan tanah yang dia mau. Orang ini, termasuk orang yang sangat dekat dengan Ramon. Aku pastikan itu." Daffa tampak mengangkat sedikit senyumannya dengan sangat tipis.

Alvi mengangguk pelan, dia menyandarkan tubuhnya perlahan sembari mengangkat kedua alisnya, tampak semakin tertarik dengan keadaan ini. Ia pun ikut tersenyum kecil, sebelum senyumnya menghilang saat matanya beralih ke pintu kaca yang sudah memperlihat Abyan tengah berdiri disana. Menatapnya dengan sendu dan sedikit anggukan sebagai sapaannya.

Namun sayangnya, Alvi tidak mengindahkan sapaan itu. Ia justru mengalihkan pandangannya malas, tidak memperdulikan Abyan yang kini tengah berjalan mendekati Panji. Daffa sadar akan hal itu, ia ikut memandang punggung Abyan lalu kembali menatap Alvi dengan tatapan yang sulit untuk di dekskripsikan. Dari caranya melihat Abyan, sepertinya Daffa mengetahui akan sesuatu yang dialami Alvi. Dan ia cukup tidak percaya saat Alvi ternyata masih belum merubah sikapnya, bahkan setelah Alvi menikah dan punya satu orang putra.

The Fact of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang