Chapter 14

27 0 0
                                    


🌸🍃 Hara 🍃🌸

Aku melihatnya tepat di hadapanku. Tatapan kami bertemu sesaat namun berjuta rasa yang ada pada diriku membuatku tidak bisa banyak bicara. Rasa itu seperti tak pernah hilang, tak pernah berkurang dan terasa lagi saat ia berada didekatku. Getaran dalam diriku yang membuatku merasakan hal yang aneh. Pergerakanku yang tiba-tiba saja terasa terhenti.

Duniaku melambat kian terhenti rasanya ketika ia menatapku. Kedua bola mata indah itu yang selalu aku rindukan. Senyum manis dan menenangkan itu yang aku nantikan. Diri itu yang selalu hadir dalam mimpi-mimpiku yang indah. Dia yang membuatku merasa tidak nyaman dalam hati saat suaranya yang khas itu tertangkap telingaku.

Aku hampir lupa cara bernafas ketika aku dan dirinya berdiri berhadapan. Jarak yang tak lagi aku perdulikan dan tatapan juga pemikiran Luis saat itu. Aku begitu malu untuk menatapnya membuatnya mengerti bahwa aku begitu bahagia telah menemukannya.

"Hara!" Seseorang memanggilku. Suaranya tinggi seperti menusuk telingaku.

Aku menoleh. Seorang gadis berpakaian hampir sama denganku melambaikan tangan. Aku memandang kearahnya yang memberikan isyarat padaku ke bagian sisi kiri ruangan. Aku mengerjap saat mataku menangkap Alexi memandang kearahku.

Alexi sedang duduk dengan santainya bersama Joe di tempat kerjanya. Aku tidak biasa berbicara banyak dengan Joe bukan karena aku tidak ingin hanya saja aku tidak pandai mencari bahan pembicaraan. Aku melangkah mendekati Alexi dan Joe yang sedang bercengkrama.

"Ada yang bisa aku lakukan untukmu?" Tanyaku sesampainya di tempat Joe.

Joe tersenyum ramah kearahku. "Duduklah. Hari ini tidak terlalu ramai."

Joe mempersilahkan aku untuk duduk. Aku menarik satu kursi dan menempatkannya disisi yang berhadapan dengan Alexi. Tidak biasanya Joe memanggilku seperti ini. Aku sempat merasa cemas bahwa ia akan menegurku karena aku melakukan kesalahan. Seandainya pun begitu aku berharap ia tidak melakukannya di hadapan Alexi.

"Kau tegang sekali." Ucap Alexi. Ia menatapku dengan satu alisnya yang terangkat.

"Santailah sejenak. Kau sudah cukup bekerja keras hari ini." Joe menutup buku besarnya lalu beralih kepadaku lagi. "Aku hanya ingin tau bagaimana perasaanmu selama bekerja disini Hara?"

"Menyenangkan sekali Joe. Aku berterima kasih sekali kau sudah mengizinkanku melakukan pekerjaan ini."

"Tidak masalah nak. Fredella sudah menitipkanmu pada kami."

Fredella aku hampir saja melupakan wanita tua itu. Sejak aku melarikan diri dari Aron malam itu aku belum memberi kabar pada Fredella. Aku takut ia khawatir dan mencariku.

"Joe!" Suara teriakan Nyonya Luis menarik perhatianku dan yang lainnya. "Kemarilah sebentar."

"Tunggulah disini anak-anak. Wanita tua itu sepertinya butuh bantuan." Joe beranjak dari kursinya. "Tunggu sebentar." Sahutnya sambil melangkah menuju dapur tempat dimana Nyonya Luis menunggunya.

Setelah Joe meminggalkan mejanya, aku hanya bisa menunduk tanpa mengatakan satu patah katapun. Ada rasa aneh itu lagi yang hadir dalam hatiku saat aku berada di dekat laki-laki itu terutama saat hanya berdua seperti ini. Aku bersusah payah untuk menenangkan hatiku yang mulai terasa tidak nyaman.

"Oh Tuhan.. mengapa selalu seperti ini." Gerutuku dalam hati.

"Hey.. mengapa kau terlihat tegang sekali? Apa kau merasa terganggu denganku?" Alexi menatapku menyanggah dagunya dengan kedua tangannya.

Aku tersentak. Apa yang Alexi lakukan hanya menambah jantungku semakin tidak bisa diam. "Aku.. aku tidak apa-apa."

"Kau lucu sekali. Wajahmu pucat sampai seperti mayat hidup. Ada apa? Kau sakit?"

Aku menggeleng cepat. "Tidak!" Jawabku yang terdengar seperti sebuah teriakan. "Maaf. Maksudku aku baik-baik saja. Mungkin.. mungkin aku cuma lelah."

"Sepertinya. Ini pekerjaan pertamamu Hara?"

Aku mengangguk. "Bukankah aku memang belum pernah melakukan pekerjaan apapun?"

Alexi menatapku bingung. "Apa maksudnya? Kau baru saja lulus sekolah?"

Aku membeku. Alexi menatapku dengan ekspresi yang aku tidak mengerti. Cara ia memandangku seperti ia benar-benar tidak mengenaliku. Aku terdiam tanpa mampu berkata-kata. Satu kesalahan lagi yang ku lakukan dan berujung penyesalan.

"Alexi. Kau tidak ingat denganku?" Aku menatapnya tepat di kedua matanya.

"Mengenalmu? Pernahkah kita bertemu sebelumnya?"

Aku tidak menjawab. Lidahku terlalu kaku untuk mengucap kata-kata. Perutku terasa sakit dan mual mengetahui kenyataan seperti ini. Tidak pernah aku bayangkan bahwa Alexi dengan mudahnya melupakanku. Bahkan aku masih ingat perjanjianku dengannya sebelum ia kembali kedunianya ini.

"Aku tidak akan melupakanmu." Apakah itu hanya sebuah kata-kata? Ataukah aku yang terlalu berharap padanya. Dunia kami memang berbeda tapi seperti inikah akhirnya setelah keputusan yang aku buat untuknya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Alexi kembali mengulang pertanyaannya. Tapi sepertinya aku tidak sanggup memberikan jawaban apapun padanya. "Maaf ya kalau aku lupa tapi aku merasa belum pernah bertemu denganmu Hara. Mungkin dulu disuatu tempat tapi aku tidak ingat."

"Sudah selama itukah sampai kau tidak mengingatnya sama sekali?" Tubuhku lemas dan tanganku terasa begitu dingin dan kaku.

"Lama? Selama apa? Dimana kita bertemu Hara?"

Aku menggeleng lemah. Tepat saat Joe kembali dari membantu Luis di belakang, aku segera bangkit berdiri. Aku tertunduk tidak mampu menatap Alexi ataupun Joe. Aku tidak ingin mereka bertanya apapun padaku. Tidak untuk perasaanku, tidak untuk tetes air mata yang terasa sudah berkumpul dikelopak mataku.

"Aku akan kembali bekerja." Bisikku dan setelahnya aku meninggalkan mereka hampir seperti setengah berlari.

"Oh Tuhan! Ini salahku. Ini kebodohanku. Ini kelemahanku. Bahkan ia tidak ingat denganku sama sekali. Bodoh kau Hara! Bodoh!" Makiku pada diriku sendiri.

Aku benar-benar merasa bodoh sudah melakukan hal seperti ini. Meninggalkan kerajaan, ayah dan ibuku demi laki-laki yang aku ternyata tidak cukup mengenalnya. Aku tidak tau apapun tentangnya. Tapi dengan segala resiko seperti ini aku memilihnya.

Tubuhku bergetar hebat jantungku berdegup kencang. Semua yang terjadi tadi seperti berputar berulang kali di pikiranku. Bersusah payah aku menghilangkannya dari pikiran ini hingga aku ingin teriak sekencang-kencangnya.

Aku melangkah menuju bagian belakang rumah Joe. Disebuah sudut di gudang yang sepi aku hanya bisa meringkuk memeluk kedua lututku yang terasa lemas. Setetes demi tetes air mataku mengalir sendiri tanpa bisa aku menahannya lagi.

"Kenapa? Kenapa seperti ini?" Gumamku disela isak tangisku yang pecah.

Semua yang telah kulakukan terasa begitu sia-sia. Pengorbanan yang aku lakukan tidak berguna apapun. Penyesalan ini begitu menyakitkan dan terasa menghimpit dadaku yang terasa semakin sesak.

Udara lembab di sekelilingku membuat tubuhku bergetar. Rintik air hujan mulai jatuh satu persatu disekelilingku. Aku semakin beringsut dibagian sudutnya bersembunyi dari tetesan air dan dinginnya udara. Seperti mengerti perasaanku, alam pun ikut merasakan kesedihanku hingga akhirnya hujan turun membasahi tanah yang kering.

Finding Love ( New Year Eve-Part II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang