🌸🍃 Hara 🍃🌸Udara sejak malam tadi begitu dingin dan aku rasa tumpukkan air hujan sudah akan pecah pagi ini. Saat aku membuka mata di pagi hari yang kelabu rasa dingin sisa semalam masih terasa. Beberapa kali aku memaksa diriku untuk bergerak meninggalkan tempat tidur dan selimut namun usahaku selalu gagal.
Rasa kantuk dan malas yang begitu besar sudah meracuniku dengan sangat mendalam. Kutarik lagi selimut tebalku menutupi tubuhku hingga pundak. Aku bergelung didalam selimut menciptakan kehangatan sendiri. Tidak biasanya aku merasa begitu dingin dan mengantuk.
Aku tidak menyadari saat ketukan pintu yang terdengar samar-samar kemudian perlahan menghilang. Seketika itu aku sudah berada di hamparan rumput hijau luas mengelilingiku. Pepohonan nampak tinggi menjulang menembus awan seputih kapas, lembut sekali. Aku memandang ke segala arah namun apa yang aku lihat semua sama.
Aku mencoba melangkah kemana pun tapi yang terjadi hanyalah diriku yang tetap berdiri ditempat yang sama tanpa berpindah ke mana pun. Aku tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku.
"Apa aku bermimpi?" Aku menepuk pipiku berkali-kali.
Di ujung mataku menangkap sesosok manusia yang berdiri membelakangiku. Tubuhnya terlihat cukup tinggi dengan jubah hitamnya yang bergoyang seperti tertiup angin. Aku merasa pernah bertemu dengannya tapi aku tidak ingat dimana. Dan manusia itupun berbalik menghadap kearahku.
Mataku terbelalak ketika matanya menatapku dari jarak yang cukup jauh. Seorang laki-laki yang selama ini aku berusaha untuk menemukannya, untuk melihatnya kembali karena ia selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Kini ia berdiri dengan jarak yang begitu jauh dan tak terjangkau.
Laki-laki itu memakai jubah hitam panjang dengan penutup kepala. Tiba-tiba aku teringat kepada siapa ia tampak begitu mirip. Ryder, laki-laki yang dulu sempat menyamar padahal ia adalah kakakku sendiri. Tapi mengapa aku seperti melihat wajah yang tidak asing itu sebagai Alexi.
Aku mengerjapkan mata memastikan aku tidak berhalusinasi. "Kau.. Alexi." Ucapku namun suaraku tak terdengar malah lebih seperti tertahan dan jauh menghilang.
Ketika aku tersadar ia sudah melangkah mundur berbalik dan meninggalkanku tanpa kata-kata. Aku berusaha mengejar namun semakin aku cepat berlari dan rasa lelah di kakiku tidak membawaku kemanapun selain tetap ditempat. Aku berteriak namun tidak juga ada suara. Aku memanggilnya berkali-kali tapi tidak ada jawaban apapun.
Tiba-tiba aku tersadar ketika Fredella menepuk pipiku memaksaku untuk membuka mata. Aku melihat wajah Fredella begitu khawatir menatapku yang masih terbaring. Berkali-kali Fredella memanggil namaku dengan perasaan khawatir dan bingung.
"Hara kau baik-baik saja?" Fredella menatapku dengan kedua matanya yang sayu.
Aku mengangguk tidak mampu mengeluarkan kata-kata apapun. Aku masih teringat mimpi yang begitu jelas di pikiranku. Tiba-tiba aku merasa takut dan rasa takut itu tidak beralasan.
"Kau bermimpi buruk nak?"
Aku menggeleng. "Entahlah Fredella. Aku takut."
"Tenanglah. Itu hanya bunga tidur." Fredella mengusap lembut pucuk kepalaku. "Kau mengigau keras sekali. Aku hanya khawatir."
Mengigau. Aku berteriak-teriak hingga Fredella datang. Apa yang sudah aku teriakan. Aku menatap Fredella ragu. Aku berusaha duduk dan membenarkan bajuku yang berantakan.
"Apa aku membangunkanmu?"
"Tidak. Aku sudah bangun sejak tadi."
"Apa yang aku teriakan? Aku memang berteriak dalam mimpi sepertinya. Tapi aku tidak tau jika aku benar-benar melakukannya."
Fredella tersenyum. "Tidak apa-apa nak. Kau hanya memanggil nama seseorang. Mungkin kau merindukannya."
Merindukannya. Siapa yang aku rindukan? Aku menatap Fredella lagi. "Siapa itu?"
"Alexi. Kau masih berharap bertemu dengannya?"
Aku terdiam. Rasa sesak dihatiku kembali menyiksaku. Kenyataan pahit ini benar-benar tidak bisa hilang. Harus berapa lama lagi aku harus menunggu dan terus mencari.
"Fredella.. aku melihatnya lagi. Aku melihatnya dalam mimpiku. Tapi dia begitu jauh." Aku tertunduk pasrah.
Fredella menatapku dengan rasa kasihan. Aku tau ini adalah salahku yang sudah berani mengambil resiko untuk pergi meninggalkan kerajaan. Dan sekarang aku terjebak di dunia manusia ini dengan harapan kosong untuk bertemu dengan Alexi.
"Kau begitu mencintainya?" Fredella duduk disampingku. Matanya tak lepas dari menatap wajahku yang sedih.
"Aku tidak tau. Aku hanya tidak bisa mengendalikan pikiranku terhadapnya. Walau aku sebenarnya tidak tau apa dia merasakan hal seperti ini juga atau tidak."
Suara gemuruh petir menggema di luar. Aku beringsut di tempat tidur yang terasa begitu dingin. Samar-samar aku mendengar tetesan air hujan yang mulai turun diluar sana. Gemuruh angin ikut mewarnai hujan yang semakin deras.
"Kau demam nak." Bisik Fredella. Tangannya menyentuh lembut dahiku. "Akan kuambilkan obat untukmu."
Aku tidak menjawab hanya memperhatikan Fredella melangkah keluar dari kamarku. Aku merasa tidak enak pada Fredella tubuhnya sudah renta tapi ia harus hidup sendiri dirumah seperti ini. Walau aku ada disini pun, aku merasa tidak banyak membantunya. Sebaliknya aku malah menambah pekerjaannya untuk menjagaku seperti ini.
Aku menghela nafas berat. "Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin menyusahkan siapapun. Alexi, kenapa aku begitu menginginkan bertemu denganmu? Kenapa?" Aku membenamkan wajahku pada bantal yang kupeluk erat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Love ( New Year Eve-Part II)
RomanceKeputusan yang berat bagiku untuk memilih satu diantara dua hal yang aku cintai. Tapi disetiap malam-malamku tak tenang saat bayang wajahnya tak juga hilang. Terutama tanda manis dibibirku saat terakhir bersamanya. Aku hanya ingin dia tau bahwa ia j...