🌸🍃 Hara 🍃🌸Pada akhirnya setelah beberapa waktu berada di dunia manusia untuk usahaku menemukan seseorang, aku bertemu dengan salah satu temannya. Neal yang aku harapkan dapat membantuku untuk menemukan Alexi namun dalam kenyataannya ia tidak tau apapun.
Aku menghela nafas berat saat pikiranku mulai melambung lagi. Rasanya begitu sulit untuk menemukan seseorang di dunia yang asing ini. Jika dahulu aku bisa mengerahkan seluruh penjaga untuk mencari apapun diseantero kerajaan tapi kini aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang manusia baru yang asing di dunia yang begitu asing.
Pandanganku beralih ke jendela yang menghadap kearah jalan yang sepi. Beberapa orang lewat berpakaian sangat rapih. Pernah aku bertanya pada Fredella mengapa mereka berpakaian seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk mendapatkan uang.
Banyak hal yag aku tidak mengerti di dunia ini. Dan lagi-lagi aku bertanya dan bertanya hanya pada Fredella. Selain karena hanya dia yang tau rahasiaku dan dialah yang aku percayai.
"Fredella, bagaimana cara mendapatkan uang?" Aku bertanya disela kesibukan wanita tua itu dengan rajutannya.
"Kau bisa bekerja nak. Apa yang kau bisa lakukan?"
Aku bahkan tidak tau apa yang bisa aku lakukan di dunia ini. Aku tidak tau apapun dan bagaimana cara bekerja yang baik. Tapi jika aku tidak memulainya aku tidak akan pernah tau bagaimana berlaku sebagai manusia di dunia yang asing ini.
"Entahlah Fredella. Dimana aku bisa mendapatkan pekerjaan?"
"Coba nanti aku bertanya kebeberapa temanku. Mungkin mereka butuh tambahan karyawan." Ucap Fredella sambil terus merajut. "Nah! Selesai."
Fredella membentangkan hasil rajutannya. Sebuah topi rajutan dari wol dengan paduan warna pink, merah dan biru muda. Terlihat sangat cantik dan rapi. Fredella tersenyum bangga memamerkan hasil karyanya.
"Hara, kemarilah." Aku melangkah mendekat. "Cobalah."
Aku meraih topi rajutan itu dari tangan Fredella. Bahannya lembut dan aku rasa ini akan sangat hangat jika dipakai malam hari. Aku membentangkan topi rajutan itu sebelum memasukkan kepalaku kedalamnya. Sedikit kuputar untuk membenarkan posisinya dikepalaku.
Aku menatap Fredella, "Bagaimana?" Aku menunggu jawaban.
"Cantik sekali. Kau memang tampak seperti putri nak." Komentar Fredella.
Fredella berdiri mengangkat tangannya dan menyentuh pipiku lembut. Tatapannya teduh dan menenangkan. Aku hampir saja terhanyut hingga aku ingin memeluknya. Tiba-tiba saja aku teringat keluargaku. Bagaimana mereka dan apa yang mereka lakukan saat mengetahui aku tidak lagi berada disana?
"Putri cantik." Panggil Fredella membuatku kembali memperhatikannya. "Kau merindukan keluargamu?"
Aku mengangguk. "Aku merindukan mereka. Aku rindu perhatian mereka padaku. Melihatmu begitu baik padaku mengingatkanku pada ibuku. Walau aku tidak sering menghabiskan waktu dengannya. Tapi aku tetap rindu berada didekatnya."
"Kau sudah jadi anakku putri cantik. Jangan sedih." Wajah Fredella berubah senang. "Mari kita jalan-jalan. Lupakan sejenak kesedihanmu."
Mungkin Fredella benar, aku terlalu memikirkan keluargaku hingga aku terus larut dalam kesedihan. Ini adalah keputusan yang sudah aku buat dan seharusmya tidak ada penyesalan apapun. Aku hanya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan berusaha lebih keras untuk menemukan dia yang aku cari.
Aku mepersiapkan diri sebelum Fredella memanggilku kembali untuk cepat keluar. Aku tidak tau akan kemana Fredella mengajakku. Dengan mengenakan baju tanpa lengan dipadu dengan jaket jeans dan rok diatas lutut berwarna senada, aku melangkah keluar rumah. Fredella sudah menunggu di teras dengan sweater dan syal rajutannya.
Udara saat ini cukup dingin. Aku tidak mengerti mengapa Fredella berniat keluar rumah dengan suhu udara yang cukup dingin. Aku menatap ke langit yang tampak kelabu. Aku pikir sebetar lagi akan turun hujan.
Aku menatap Fredella yang sedang mengunci pintu kemudian ia berbalik kearahku. "Ayo.. kita tidak ingin terjebak hujan dijalan kan?"
Aku tidak berkomentar apapun. Sambil terus mengikuti langkah Fredella disampingnya aku mengamati sekeliling. Jalan yang kami lalui cukup sepi. Mungkin karena cuaca yang juga sudah mulai meredup dan bertambah dingin.
Selama perjalanan aku dan Fredella tidak banyak bicara. Sesekali aku bertanya hal-hal yang menarik perhatianku padanya. Hingga tiba kami pada sebuah jalan berliku yang cukup sempit dan menanjak. Aku sempat berpikir bahwa aku sudah tidak lagi berada di tengah kota yang ramai.
Di sisi kiri dan kanan jalan itu terdapat tembok tinggi menjulang yang mengapit jalan kecil. Rumah yang cukup besar untuk ukuran pedesaan. Fredella melangkah tertatih menuju keujung jalan yang berada di puncak. Setelah sampai pada ujung jalan aku melihat sebuah rumah sederhana yang tidak terlalu besar.
Rumah itu cukup ramai dengan dekorasi sederhana. Beberapa kursi dan meja di atur dengan rapi di bagian terasnya. Aku melirik kearah Fredella tapi ia tidak melakukan apapun selain terus berjalan mendekati rumah itu. Aku pun melakukan hal yang sama tanpa banyak bertanya.
Di meja dan kursi-kursi yang tersusun itu sudah ditempati sepasang bahkan lebih manusia yang saling bertukar cerita dan tertawa. Mereka tampak masih muda dan penampilan mereka cukup rapi dan modern setidaknya lebih baik daripada aku.
Dibagian dalam rumah itu juga dipenuhi kursi dan meja yang sama. Beberapa masih kosong dan sebagiannya sudah diisi oleh para anak muda. Aku heran apakah semua orang di rumah ini berusia sama atau bagaimana. Tapi aku tidak bertanya apapun pada Fredella karena ketika mataku menangkap keberadaannya, ia sedang asik berbicara dengan seorang wanita tua di ujung ruangan.
"Sudah lama sekali kita tidak berjumpa." Ucap Fredella sambil memeluk wanita tua dengan baju yang agak kotor. "Bagaimana kabarmu? Dimana Joe?"
"Dia sibuk di meja kerjanya." Sahut wanita itu setelah melepaskan diri dari dalam pelukan Fredella.
Dari kejauhan aku melihat Fredella melambaikan tangan kearahku. Aku membalas dengan lambaian rendah karena tidak ingin menarik perhatian orang-orang disekitarku. Aku melangkah mendekati dua orang wanita yang usianya tak jauh berbeda. Dengan sopan aku tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Ini Hara. Dia anak angkatku sekarang." Ucap Fredella memperkenalkanku. "Ini Luis. Teman lamaku sejak kecil."
"Senang bertemu denganmu, Luis." Aku menjabat tangannya.
"Senang bertemu denganmu juga, Hara. Duduklah akan ku siapkan makan siang untukmu." Luis mempersilahkanku dan Fredella untuk duduk disalah satu kursi yang kosong.
Setelah Luis beranjak meninggalkan aku dan Fredella, pandanganku beralih pada sekeliling ruangan yang cukup ramai. Tiba-tiba Fredella menyentuh tanganku membuatku mengembalikan perhatianku padanya.
"Jika malam hari disini sangat ramai. Banyak anak muda yang menghabiskan waktu hingga larut. Terutama di malam minggu." Fredella terkikik. "Aku berniat menawarimu untuk bekerja disini. Aku rasa gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri. Lagi pula Luis dan Joe orang yang baik dan ramah. Aku yakin kau akan suka."
"Tapi... apa tidak masalah aku berada disini? Maksudku disini ramai tapi karyawannya juga sudah banyak. Aku tidak ingin menyusahkan Luis." Aku memang menginginkan pekerjaan karena aku berpikir tidak mungkin aku terus menerus bergantung pada Fredella. Tapi jika memaksa seperti ini aku tidak yakin.
"Kau tidak perlu khawatir nak. Semua akan baik-baik saja." Lagi-lagi kata-kata Fredella begitu menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Love ( New Year Eve-Part II)
RomanceKeputusan yang berat bagiku untuk memilih satu diantara dua hal yang aku cintai. Tapi disetiap malam-malamku tak tenang saat bayang wajahnya tak juga hilang. Terutama tanda manis dibibirku saat terakhir bersamanya. Aku hanya ingin dia tau bahwa ia j...