Chapter 7

41 2 2
                                    


🍁🍃 Neal 🍃🍁

Aku menatap gadis muda yang terduduk di kursi tamu dengan rasa penuh kasihan. Sejujurnya aku tidak tega melakukannya tapi ini jauh lebih baik daripada ia mengetahui yang sebenarnya. Aku tidak pernah berpikir ia akan melakukah hal yang nekat seperti ini, meninggalkan kerajaannya dan pergi ke dunia yang sama sekali tidak ia kenal.

Aku melangkah keluar ruang tamu tanpa menoleh kembali kebelakang. Aku tidak sanggup memperhatikan perubahan ekspresi dan rasa kesedihan di hati gadis muda itu. Tanpa menghiraukannya aku menutup mata berpura-pura tidak merasakan apapun.

"Neal," Panggil gadis itu yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingku. Aku menoleh saat ia kembali bicara. "Aku harap kau tidak keberatan jika aku berada disini. Berteman dengan Elysia."

"Tidak masalah. Dia tau siapa kau?" Aku memutar tubuhku menghadap kearahnya.

Hara menggeleng. "Tidak. Ia hanya tau aku tersesat dan tinggal bersama Fredella."

Fredella, wanita tua nenek Aron. Laki-laki yang aku harap tidak harus ada dan ikut campur dalam masalah ini. Entah bagaimana Hara bisa bersama Fredella dan Aron.

"Bagaimana kau bisa kesini? Maksudku, aku pikir hanya kami yang bisa ke dunia kalian."

"Iya, kalian bisa ke duniaku dengan mudah. Tapi aku.." Hara terdiam sesaat. "Aku tidak bisa kembali."

"Apa maksudmu tidak bisa kembali?" Aku tidak mengerti. Jika ia bisa membuka jalan untukku dan yang lainnya dulu, bukankah seharusnya dia mudah untuk membuka jalan bagi dirinya sendiri.

"Aku tidak bisa kembali ke duniaku. Aku tidak memiliki kekuatan apapun. Sekali aku memutuskan untuk pergi maka selamanya aku akan disini." Hara tertunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Aku menyetuh pundaknya lembut. "Kau mengambil resiko yang terlalu besar."

"Aku tau. Tapi keputusanku sudah bulat. Sekarang apa kau tetap tidak ingin mengatakan padaku dimana Alexi?"

Aku menatap Hara dengan ekspresi tidak percaya. Gadis muda itu mengorbankan segalanya hanya untuk bertemu dengan seseorang yang entah apakah ia masih mengingatnya atau tidak. Aku hanya merasa kasihan jika seandainya suatu saat nanti ia mengetahui hal yang tidak sesuai harapannya.

"Aku serius putri. Aku tidak tau dimana dia berada sekarang."

Hara tertunduk pasrah. "Jangan panggil aku seperti itu. Aku bukanlah putri kerajaan seperti dulu."

Disaat yang bersamaan pintu gerbang rumah Elysia terbuka. Pandanganku beralih mengamati siapa yang akan masuk. Dari kejauhan aku memperhatikan pergerakan seseorang yang keluar dari dalam sebuah mobil sedan.

Laki-laki itu keluar dari mobilnya yang berwarna putih kemudian membanting pintu mobilnya hingga tertutup. Sesaat tatapan kami bertemu dalam aura yang sangat dingin dan tajam. Perlahan ia mulai melangkah mendekat tanpa berniat membalas tatapanku.

"Apa aku terlalu cepat menjemputmu?" Ucapnya kearah Hara.

"Tidak. Aku takut Fredella mencariku."

"Dia akan baik-baik saja. Dia tau kau aman bersamaku." Aku menatap tajam kearah Aron saat kata-kata yang penuh dengan godaan itu meluncur dari mulutnya. "Dimana Ely?"

Hara terdiam. Aku merasakan perubahan ekspresi diwajahnya yang dengan sengaja ia tutupi entah dari siapa. Cukup lama tidak ada jawaban apapun dari Hara, aku pun berinisiatif menanggapi celotehan laki-laki penggoda itu.

"Ada urusan apa kau mencari Ely?" Ucapku sambil mengambil langkah maju.

"Apa aku salah bertemu dengan pemilik rumah?" Aron menatap tajam kearahku.

"Kau bisa pergi sekarang."

Aron menyeringai. "Kau mengusirku? Apa hakmu pria protektif?"

Aku melangkah maju. Ku tarik kerah bajunya hingga ia tertarik kedepan dan mendekat kearahku. Emosiku mulai menyelimuti pikiran dan hatiku. Jika saja aku tidak melihat ekspresi Hara yang mulai pucat karena ketakutan sudah pasti akan kuhabisi laki-laki menyebalkan ini.

"Neal!" Aku mendengar teriakan Elysia dari belakang. "Apa yang kau lakukan?"

Elysia menarik tanganku yang sejak tadi menarik kerah baju milik Aron. "Lepaskan Neal." Ucap Elysia lagi.

Dengan berat hati aku menarik tanganku dan melepaskan laki-laki itu. Aron masih dengan seringaiannya menatapku. Aku benar-benar merasa muak dengan laki-laki penggoda dihadapanku itu.

"Kau!" Bentakku. Kutarik lagi kerah bajunya dan tanpa ampun kupukuli wajahnya yang sejak tadi dihiasi seringaian yang mengejek.

"Neal! Hentikan!" Elysia berteriak panik. "Neal hentikan! Cukup! Kau keterlaluan!"

Aku menghentikan pukulanku saat Aron terjerembab ke lantai. "Berhentilah mengganggu Ely jika kau tidak mau bernasib buruk. Dasar laki-laki penggoda!"

Elysia bersimpuh di samping Aron yang tergeletak dengan luka lebam di pipinya. Perlahan ia membatu Aron untuk duduk kemudian berdiri. Tatapannya tajam kearahku saat ia berdiri menghadapku.

"Kau keterlaluan Neal. Aku benci sikapmu seperti ini! Aku benci!" Elysia berbalik berlari meninggalkanku dan yang lainnya tanpa kata-kata lagi.

"Itu yang membuatmu merasa pantas bersamanya? Kau hanya membuatnya sakit dan sakit." Aron membenarkan posisi berdirinya. "Sekarang siapa yang menurutmu layak bersama Ely? Kau atau aku?"

"Jangan pernah bermimpi." Jawabku ketus. Seketika tatapanku beralih pada Hara. "Jaga dirimu. Terutama dari dia." Aku menunjuk tepat kearah Aron kemudian berjalan masuk mengejar Elysia.

Beberapa kali aku mencoba untuk mengetuk pintu kamar Elysia. Cukup lama hingga akhirnya aku mendengar sahutan kecil yang parau. Aku yakin gadis cantik itu sedang menangis di dalam.

Perlahan aku membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci. Elysia berbaring menelungkup sambil membenamkan wajahnya disebuah bantal bintang berwarna pink pemberianku. Tubuhnya terlihat berkuncang seperti menahan isak tangisnya. Tidak tega melihatnya seperti itu, aku melangkah mendekat mengusap lembut kepalanya.

"Ely, maafkan aku." Bisikku.

Elysia tidak menjawab. Tubuhnya masih berguncang dan aku bisa mendengar isak tangisnya masih belum mereda. Aku merendahkan tubuhku berusaha mendekatkan diri dengannya. Selalu merasa bersalah saat emosiku tidak terkendali seperti tadi dan yang selalu mendapatkan kesedihan adalah Ely. Sesaat aku sempat berpikir tentang kata-kata Aron. Tapi secepat mungkin aku berusaha melupakannya.

"Ely, jangan menangis. Aku minta maaf." Aku mecoba lagi. "Aku kehilangan pengendalian emosiku tadi."

"Kau selalu begitu Neal!" Elysia berbalik menatapku dengan matanya yang sembab.

"Itu salahku." Ku usap air matanya. "Beri aku hukuman."

Elysia menggeleng. "Tidak bisa." Ucapnya lalu ia memelukku erat.

Bukan karena sikap Elysia yang selalu kalah denganku yang membuatku mengulang kesalahan yang sama. Tapi aku sendiri yang entah mengapa tidak bisa mengendalikan diri saat ada seseorang yang berada dekat dengannya.

"Mungkin aku terlalu mencintainya" ucapku dalam hati.

"Jangan lakukan itu lagi Neal. Walau bagaimana pun Aron teman kecilku."

"Aku tau. Maafkan aku Ely." Kuusap kepalanya lembut. "Aku hanya takut."

"Takut aku mulai menyukai teman kecilku sendiri?" Elysia terkikik. "Kau keterlaluan."

Aku tidak membalas kata-katanya. Mungkin cukup diriku sendiri yang tau mengapa aku begitu marah saat ia dengan yang lain. Biarkan seperti ini, seperti aku bersikap terlalu protektif padanya.

Finding Love ( New Year Eve-Part II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang