Saara's POV (Point of View)
April 2015
"Hello," sapaku pelan.
"Hey. We need a serious talk." Seketika jantungku berdetak sangat kencang.
"Sure. What is it?" Kataku mencoba untuk santai.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan sekarang? Kau terlalu banyak jalan bersama Justin. Kau melupakan ku. Jauhi dia"
"What? He's my friend okay? We do working together dan kau bukan siapa-siapaku jadi kau tidak berhak melarangku untuk dekat dengan siapapun." Nada bicaraku sudah meninggi.
"I am nothing to you? Alright ...,"
"No no please Cal listen to m-"
"Kita tidak usah berhubungan lagi. Ini sungguh mudah. Aku pikir apa yang kita sedang jalani itu nyata."
Panggilan terputus. Seriously Saara? Kau berbicara kasar pada orang yang kau sayang. Aku langsung meneleponnya berulang kali namun tidak ada jawaban.
Aku membanting kasar pintu ruangan rekaman dan berjalan kearah sofa sambil menangis. Aku menatap tajam mata Mike dan Justin lalu aku mengambil rokok dan korek api yang tergeletak dimeja.
"I need some air." Aku berjalan keluar studio dengan membawa rokok dak korek. Udara malam ini menusuk kulitku yang hanya memakai kaus biasa dan celana jeans. Aku menghisap batang rokok dengan santai lalu membuang asap dari mulutku dengan cepat.
Aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah sepi ini. Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 12 malam. Aku tetap berjalan entah kemana sambil menghisap rokok yang sudah kuhabiskan 4 batang. Aku melihat isi kotak dan ternyata sudah habis. Sial sekali. Padahal ini pelarianku.
Aku duduk di sebuah bangku pinggir jalan. Aku menyenderkan punggungku pelan. Aku menikmati udara malam ini walaupun sebenarnya cukup dingin. Tega sekali aku mengatakan hal itu pada Calum. Aku sayang padanya. Namun aku tidak bisa lebih dengannya. Aku tidak ada rasa cinta dan rasa ingin memiliki padanya. Secara teknis dia memang bukan pacarku. Hanya sebatas teman.
Air mataku mengalir lagi. Sedih sekali aku harus kehilangan orang yang kusayang. Tiba-tiba sebuah jaket hitam mendarat tepat dipundakku.
"I've been looking for you anywhere." Justin duduk disebelahku. Aku langsung memakai jaket yang ternyata miliknya. Bau nya sama persis dengan tubuh Justin. -setiap aku duduk bersebelahan dengannya aku selalu mencium aroma tubuhnya secara diam-diam.-
"Thanks," ucapku pelan.
"You just broke up, don't you?" Tanya Justin hati-hati.
"No ... we're not dating. Just close to each other."
"Come here lil cutie, lemme hug you." Aku tersenyum dan langsung memeluknya. Nyaman sekali berada dipelukannya. Dia memang idola yang baik. Teman yang baik.
*
Studio
"Semalam ada berita menghebohkan. Aku dan Justin melihat dan mendengar dengan mata telinga kamk sendiri." Mike sepertinya senang sekali melihatku menderita. Aku hanya diam didekat pintu masuk dan memperhatikan mereka yang sedang asyik berbincang karena aku baru datang.
"Dia baru saja putus dari pacarnya," kata Justin tak kalah semangat. Mereka berdua memang tukang gosip.
"C'mon i'm not dated him. We're just friends. But ... complicated." Suaraku mengundang tawa mereka. Selucu apa sampai mereka tertawa?
"Oh i just wrote a lyric yesterday. It's about last night thing." Aku memberikan selebaran kertas yang sudah kutulis lirik lagu pada Justin. Kulihat Justin membaca dengan seksama.
"Nice song. I'll change the lyric lil bit, okay?" Aku mengangguk saja. "Lagu ini sangat pas. Dalam sekali. Sangat mewakilkan perasaanku." Lanjutnya. Oh mungkin saat dia dan Selena putus, Justin sering mengajaknya kembali? Ewh.
Mendengarnya saja hatiku jadi panas. Apa karena aku menyukai Justin? Tentu saja. Siapa yang tidak suka dengan dia? Tapi ini berbeda. Seperti rasa suka yang tumbuh karena kami selalu bersama. Beda dengan Calum dulu. Apa aku jatuh cinta dengannya?
* * * * * *
End of Part 4. Wait for Part 5!
Trivia: Half of Beliebers is jealous over Saara because she's now Justin friends and have a chance to meet him everyday.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're A Song To Me
FanfictionI'll wait for you, Justin. Love triangle between Justin Bieber, Saara Palvin and Calum Hood.