"Kakimu sudah betul-betul sehat kan?" Tanya Justin saat kami akan turun ke lobby untuk pergi.
"Yes. I'm completely heal." Aku menunjukkan cara berjalanku yang anggun walau hanya memakai flatshoes.
"Okay then." Kami keluar dari hotel dan menuju kemobil.
"Kita akan kemana?"
"Menonton pertandingan final NBA, Cleveland Cavaliers melawan Golden State Warriors."
"Alright."
Sebenarnya aku tidak paham dengan basket. Namun demi Justin, aku akan ikut menonton pertandingan tersebut walaupun membosankan.
Setelah sampai kami berjalan menuju arena. Paparazi sudah menunggu kami diluar arena. Menunggu Justin. Kamipun dibanjiri oleh kilatan lampu, pertanyaan dan banyaknya penggemar Justin yang menghampiri sehingga jalan masuk kedalam arena pun sangatlah sulit.
Dengan bantuan security dan bodyguard Justin, kami pun bisa masuk arena dengan selamat.
Kami duduk dibagian atas. Dan sudah ada 2 kursi kosong yang disiapkan untuk kami. Disebelah Justin ada temannya, Neymar.
"Bro, it's Saara." Aku menjabat tangannya lalu duduk. Aku memperhatikan sekitar. Permainan belum dimulai dan banyak orang memasuki arena ini.
Justin dan Neymar asyik mengobrol. Aku hanya diam dan sedikit mendengar percakapan mereka.
"Let's do a selfie." Neymar mengajak Justin berfoto bertiga bersama temannya yang lain. Aku hanya memperhatikan mereka karena aku tidak diajak.
"C'mon Saara, join us." Neymar mengajakku berfoto namun aku menolaknya.
"Tidak, kalian saja." Aku mengeluarkan handphoneku dan berpura-pura sibuk. Agar aku tidak diajaknya lagi.
Pertandinganpun dimulai dan aku hanya memperhatikan saja.
"Yo Cav!" Teriakkan Justin membuat telingaku pengang. Namun aku tidak menegurnya karena sejujurnya aku sangat senang melihatnya yang bersemangat dan ceria.
"I don't know anything about them." Aku mengajak Justin berbicara. Dan dia tidak meresponku karena dia sedang berbicara dengan temannya.
"What baby?" Justin memanggilku saat aku sedang serius memperhatikan pertandingan.
"Nothing." Justin kembali sibuk dengan temannya.
Sejujurnya aku kesal. Namun apa daya, aku diajaknya kesini dan aku setuju.
Daripada aku disini bosan, aku menyenderkan punggungku ke sandaran kursi lalu memejamkan mataku sejenak.
-
Mataku terbuka dan melihat arena ini sudah sepi. Aku menoleh kearah Justin dan dia masih berada disebelahku.
"Why you didn't tell me the game is over?" Aku mengucek mataku yang sedikit gatal. Lalu Justin mengusap rambutku lembut.
"Kau tidur sangat pulas. Jadi aku tidak berani membangunkanmu." Aku tersenyum mendengarnya. "Alright let's go to the hotel. I'm tired."
Aku melirik jam tanganku. Sudah jam 9 malam. Aku dan Justin keluar dari arena dan menunggu jemputan kami.
Saat kami sedang menunggu jemputan, ada seorang pria berbadan besar datang menghampiri kami. (Aslinya kejadiannya didepan hotel yang Justin tidurin. Dan aku gatau percakapan apa yang mereka bicarakan sebelum berantem)
"Hey you Bieber." Pria ini sepertinya terlihat tidak santai.
"Ya, what's up man?" Justin terlihat biasa saja menanggapinya.
"Stop being such a little shit. You ain't nothing without your fans." Suara pria ini mulai meninggi. Aku takut terjadi apa-apa.
"What's your problem, huh?" Suara Justin pun ikut meninggi. Namun belum ada kontak fisik antara mereka.
"You stop being rude to my sister. She asked you to sign her phone but you refuse."
Pria ini tiba-tiba melayangkan tangannya ke kepala Justin dengan keras. Aku tercengang melihat apa yang ada didepanku saat ini.
Lalu Justin membalas memukul wajahnya dengan kasar dan terjadilah perkelahian.
"Justin don't." Aku menarik lengan Justin namun dia menepisnya. Dia membalas lagi pukulan yang mengenai pelipisnya.
Beberapa orang menahan pria itu agar berhenti berkelahi dan dilain sisi aku dan beberapa orang menahan Justin.
Tenaga Justin terlalu kuat dan akhirnya kami gagal menahannya untuk memukul pria itu. Wajah pria itu terlihat kesakitan karena dia mendapat beberapa pukulan dari Justin sehingga hidung dan bibirnya berdarah serta mata kanannya menjadi tertutup.
Sedangkan Justin, pelipis kanannya mengalir darah segar dan mengenai bajunya serta bibir kirinya biru dan berdarah.
Aku menarik-narik tangan Justin agar dia tidak melanjutkan perkelahian ini karena sudah banyak sekali paparazi dan orang-orang yang mengabadikan momen ini.
Pria itu berhenti memukuk Justin. Namun, Justin masih saja maju dan ingin memukulnya lagi.
"Justin, stop. It's over." Aku menarik lagi lengannya dan dia menepisnya sangat kasar dan berbalik arah. Nafasnya naik turun tidak beraturan.
"Hey hey it's over, okay? Calm down." Aku mencoba untuk membuatnya tenang walaupun sebenarnya aku sangat takut. "Let's go to hotel and clean up this mess."
Aku mencoba untuk menyentuh pelipisnya namun dia memalingkan wajahnya. "I gotta go. Kau pulang saja sendiri." Justin berjalan menuju mobil.
"Hey, kau yang mengajakku kesini dan aku berada di kota orang." Aku berteriak dan Justin yang sudah dekat mobil kembali lagi mendekatiku.
"I'm sorry let's go." Justin menarik tanganku dan mengajakku ke mobil.
Aku menahan tawaku sepanjang perjalanan karena yang Justin lakukan padaku itu, romantis sekaligus lucu.
* * * * * *
End of Part 33. Wait for Part 34!
Btw dibagian berkelahi yang aslinya cuman sebentar doang. Dan ga sampe berdarah2 kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're A Song To Me
Fiksi PenggemarI'll wait for you, Justin. Love triangle between Justin Bieber, Saara Palvin and Calum Hood.