Part 18

288 34 4
                                    

Justin's POV (Point of View)

At my house

Aku tidak bisa berhenti memikirkan Saara. Dia ... dia benar-benar wanita yang sempurna. Ditambah dia punya nama kecil yang lucu dan sebenarnya aneh juga. Barbara. Jauh sekali dari Saara. Sepertinya aku ingin memanggilnya Barbara atau Bar atau Bara. Tapi ... aku takut mengingatkan tentang orang tua nya.

Tapi nama panggilan kecilnya sungguh aneh. Dan ... aneh. Tapi aku pasti akan memanggilnya Bar atau Bara.

Aku membuka galeri foto di handphoneku dan melihat foto-foto Saara yang aku unduh dari sosial media yang dia punya secara diam-diam. Salah satu fotonya saat dia berumur 15 tahun dan sedang memegang poster bergambar diriku. Ya Tuhan dia sungguh lucu dan menggemaskan.

Aku mengunggah foto Saara ke Instagram saat dia sedang tertidur di sofa studio dan mulutnya sedikit terbuka. Aku cekikikan sendiri melihat foto itu. Aku memberi keterangan foto itu 'so loving this face'. Sebentar lagi dia pasti akan meneleponku.

Benar saja, nomornya sudah muncul dilayar handphoneku.

"Justin berhenti membuatku malu." Saara berteriak sangat kencang sekali. Ya Tuhan, telingaku hampir saja berdarah.

"Kau terlihat sangat cantik saat tidur, Bar." Aku mencoba untuk memujinya agar dia tidak marah lagi.

"Oh please, Rick. Kau suka mempermalukan temanmu?" Aku tersedak saat sedang minum. Kau sebenarnya lebih dari teman, Bar. Kau sudah seperti pacarku. Namun belum ada kata 'ya'. Aku akan mengusahakan secepatnya.

"Bukan seperti itu, Bar. Aku sangat menyukai wajah naturalmu saat tidur. Wajahmu adalah kesukaanku. Aku tidak pernah menyukai wajah lain selain dirimu." Aku tertawa sendiri karena aku merasa aneh dengar perkataan yang barusan aku ucapkan.

"Okay ..." singkat sekali jawabannya.

"Kau sedang apa, Bar? Kau tidak keberatan kan aku memanggilmu 'Bar' atau 'Bara' atau mungkin 'Barbara'? Kau bisa bilang tidak kalau kau tidak suka."

"No, it's great. Sudah lama sekali aku tidak dipanggil dengan panggilan 'aneh' itu. Semenjak ayah dan ibuku bercerai. Ayahku tidak mau lagi memanggilku 'Bar'. Dan nama panggilanku berubah menjadi Angel." Syukurlah Saara mau dipanggil Barbara.

"I shoulda sleep Justin. Besok aku mau ke studio untuk menyelesaikan pekerjaanku. Good night, my favorite boy."

"Good-" tut ... tut ... Sial sekali. Padahal aku baru saja ingin mengucapkan 'i love you'.

*

'Kau sedang apa?' Aku mengetik pertanyaan tersebut untuk Saara melalui aplikasi iMessage. Aku mengganti nama kontaknya menjadi Barbara. Senang sekali aku bisa memanggilnya dengan nama spesial yang tidak orang lain ketahui. Kecuali pria itu. Pria menyebalkan yang pernah dekat dengan Bara.

'Aku sedang distudio' balasnya yang membuatku jadi senang. Aku hari ini sedang tidak ada jadwal, jadi aku bersantai dirumah.

Aku membalasnya lagi dengan cepat. 'Aku akan memberi kejutan untukmu.'

'Apa?' Bara membalasnya dengan secepat kilat. Aku jadi ikut membalasnya dengan cepat juga.

'You'll see tonight.' Aku mengirimkan pesan ini padanya. 15 menit kemudian masih belum ada balasan darinya. Aku meninggalkan handphoneku sejenak dan pergi kedapur untuk mengambil minuman.

Setelah kembali lagi aku langsung menyambar handphoneku dan langsung melihat notifikasi. Belum ada balasan darinya. Sebenarnya dia ini kemana?

'Aku sedang di kafe menunggu Mike. Can't wait to get the surprise.' Pesan ini muncul di layar notifikasi. Ah syukurlah dia akhirnya membalas pesanku.

Aku langsung membalas pesannya. 'Tunggu saja.' Lalu aku bergegas mandi. Karena ini sudah jam 2 siang. Aku berencana untuk datang ke apartemennya sebelum dia pulang dan membawa hadiah untuknya berupa sebuah cincin. Dan salah satu cara mengetahui apakah dia sudah pulang atau belum ... dengan bertanya padanya.

-

Ini sudah jam 7 malam. Aku mengirim pesan pada Bara namun tak kunjung ada balasan. Aku langsung menancap gas menuju parkiran apartemennya.

Setelah sampai, waktu menunjukan pukul 8 malam. Belum ada tanda-tanda balasan pesan dari Bara. Sebenarnya dia kemana? Apakah handphonenya mati?

Aku berjalan keluar mobil menuju gedung apartemennya dan aku akan menunggunya di depan pintu apartemennya. Biarlah sesekali aku berkorban untuknya.

Sudah 1 jam berlalu aku menunggunya. Handphoneku bergetar dan aku langsung melihat notifikasi. Bukan dari Bara. Tapi sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak kukenal.

Aku membuka pesan itu.

* * * * * *

End of Part 18. Wait for Part 19!

Terima kasih sudah mau membaca cerita ini. Mudah-mudahan kalian mau memberi vote dan komentar karena itu sangat berarti untuk penulis dan itu salah satu bentuk apresiasi dari kalian.

You're A Song To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang