Part 23

274 32 1
                                    

Saara's POV (Point of View)

Home

Cal masuk kerumahku dan aku pergi ke dapur untuk membuat jus melon kesukaannya. Sebenarnya aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Tapi, dia sudah jauh-jauh kesini.

Aku kembali keruang tamu dan melihat Cal sedang duduk. Aku menaruh gelas di meja dan duduk di seberang nya.

"Kau tahu dari Julia, huh?" Tanyaku. Cal hanya menyengir. Dia mengambil gelas dan meminum jus tersebut.

Handphoneku berbunyi. Aku melihat siapa yang menelepon dan tertera nama Justin disana. Aku mengembangkan senyumku lalu mengangkatnya.

"You're in Boise? Why you didn't tell me?" Suara Justin begitu panik.

"You worried about me?" Tanyaku sedikit tertawa. Lalu tidak ada jawaban darinya. "Ok sorry i didn't tell you before. Aku hanya ingin punya waktu sendiri."

"Lain kali kau harus beritahu padaku, oke?" Suaranya terdengar serius. Aku beranjak dari kursi menuju kamarku. Meninggalkan Calum sendiri.

"Oh, so i should tell my friend everywhere i go?" Tanyaku ketika sudah sampai dikamar.

"Yes." Singkat, padat dan jelas. Aku hanya bisa memutar bola mataku. Namun aku sangat bahagia sekali karena dia benar-benar masih peduli padaku. Sejak kejadian itu, aku jadi ragu apakah Justin masih menyayangiku atau tidak.

"Uh ... by the way ther-"

"I know. Calum ada dirumahmu." Aku langsung terdiam. Dari mana Justin bisa tahu? "Aku tahu dari Julia." Sepertinya Justin bisa membaca pikiranku.

"I'm sorry i let him in," kataku lemas. Aku tidak mau Justin marah lagi denganku.

"It's okay, you guys are just friends, right?" Aku mengangguk. "I trust you." Senyumanku menjadi sangat lebar sekali. Walaupun dalam keadaan seperti ini, dia bisa saja membuatku tersenyum.

"Thanks for trusting me." Aku menggigit ujung bibirku. Aku terlalu senang dengan hari ini. Hari dimana aku dan Justin berbicara lagi setelah beberapa lama tidak berhubungan.

"Maafkan aku tidak bisa menyusulmu kesana. Mungkin saat kau kembali ke LA kita akan bertemu lagi." Aku serasa terbang ke awan.

"Okay. See ya." Aku mematikan handphoneku lalu kembali ke ruang tamu karena aku lupa masih ada Cal disana.

"Ah there you are. Sepertinya kau senang sekali berbicara dengannya." Cal menaikkan alisnya dan aku hanya tersenyum. Aku tidak ingin menyinggung soal Justin karena aku tidak ingin melukai perasaannya.

"I gotta go. Aku harus kembali ke LA karena aku ada jadwal manggung." Cal berdiri lalu berjalan menuju pintu. Aku mengikutinya dari belakang. "See ya in LA." Cal memelukku dan aku membalasnya.

Pelukannya sangat erat sekali seperti pelukan terakhir darinya. Cal melepaskan pelukannya lalu berjalan menuju mobil.

"Sampaikan salamku pada Michael, Luke and Ash," teriakku. Cal hanya mengacungkan jempolnya lalu berlalu dari hadapanku.

-

Aku menuruni tangga dengan cepat karena sedari tadi ada yang mengetuk pintu rumahku dengan kencang dan tidak ada jeda. Siapa malam-malam seperti ini datang? Dengan kesal aku membuka pintu.

"Hey Barbara." Aku langsung memeluknya erat. Sangat erat.

"I miss you my baby girl." Justin membalas pelukanku dan mengelus rambutku lembut. Aku tidak menangis. Hanya terkejut dan bahagia.

Aku melepas pelukan dan menatapnya matanya dalam. "Can i come in? Aku kedinginan. Kau lama sekali membuka pintu." Justin menggosokkan kedua tangannya. Aku langsung mengajaknya masuk kedalam rumahku.

Aku membuatkan teh hangat untuknya. Justin langsung meminumnya. Senang sekali melihat wajahnya yang sudah lama kurindukan. Padahal baru saja tadi siang aku berbicara padanya.

Sementara dia meminum teh, aku hanya memperhatikannya. Cara duduknya, cara dia memegang cangkir, cara dia meneguk, cara dia mengembalikan cangkir ke meja dan caranya menatap wajahku.

"Apa yang kau perhatikan? Aku tahu kalau aku tampan." Justin senang sekali menyombongkan wajahnya yang tampan. Tapi aku tidak mengelaknya. Aku hanya tersenyum dan terus menatapnya.

"So ... tell me about we will meet soon in LA, but you came to my house now?" Aku mencubit pipinya dan Justin hanya meringis.

"Aku ingin memberi kejutan untukmu." Justin menyenderkan punggungnya ke kursi. Aku hanya bisa menaikkan alisku. Sama seperti yang dilakukan Cal. Kenapa aku jadi memikirkannya? Lupakan dia.

"Jadi ... waktu untuk menyendiri sudah selesai?" Justin memegang tanganku. Aku mengangguk dengan cepat. "Kita berbaikan?" Tanya nya lagi. Aku mengangguk lagi dengan cepat. Ya walau sebenarnya hubungan kami masih sebatas teman, setidaknya dengan 'berbaikan' ini membuat hubungan pertemanan ini naik tingkat ke level atas.

* * * * * *

End of Part 23. Wait for Part 24!

Terima kasih yang sudah mau membaca. Yuk kalian bisa vote dan komen.

You're A Song To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang