Part 20

239 34 0
                                    

Saara's POV (Point of View)

Apartment

Justin bersandar di dinding samping pintu apartemenku. Jantungku rasanya mau berhenti. Aku berjalan menghampirinya. Badanku gemetaran.

"I'm sorry my phone battery is dead." Aku menghampirinya dan memeluknya. Dia membalas pelukanku. Dia tidak marah?

"It's okay, Bar. Bolehkah aku masuk? Sudah 1 jam lebih aku menunggumu disini." Justin tertawa sedikit dan tidak menunjukkan sedikit rasa kesal. Aku langsung membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk.

Justin langsung merebahkan badannya disofa dan memejamkan matanya. Aku ikut duduk disebelahnya dan memperhatikannya. Dia mau memberi kejutan apa? Ah aku lupa handphoneku mati. Aku berjalan ke kamar dan men-charge handphoneku.

Aku berjalan lagi menuju sofa dan duduk disebelah Justin. Aku siap Justin, aku siap.

"Kau tadi darimana saja sampai pulang malam?" Tanya Justin santai.

"I was waiting for Mike at the Cafe. And su-" Justin langsung memotong omonganku.

"I just got text from unknown number. And he sent me a pics of you and Calum were talking together. Is that true?"

"Justin please listen to m-"

"Was that true?" Tanya Justin serius.

"Yes it was. But ple-"

"Untuk apa, Saara? Aku sudah bilang padamu untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Kau malah berbincang dengannya. Itu membuatku sangat sakit." Justin langsung memijat dahinya. "Do you love me?" Dia langsung menatapku tajam.

"Y ... yes." Aku menjawab dengan gugupnya karena dia membuatku sangat takut.

"Then leave him." Suara Justin mulai meninggi. Justin melepaskan topi nya dan melemparkannya entah kemana.

"Apa yang belum kuberikan padamu? Aku memberikan perhatian yang besar padamu, aku memperlakukanmu sangat baik, aku selalu meluangkan waktu untukmu. Dan aku memberikan kasih sayang dan cinta yang tulus untukmu. Apa yang kurang, Saara? Apa?" Justin membentakku. Aku memejamkan mataku dan menggeleng dengan cepat.

"Then. Leave. That. Man. Okay?" Justin memegang erat tanganku. Aku membuka mataku dan aku menatap matanya. Matanya yang menatapku sangat tajam. Aku mengangguk lemas. Air mataku turun ke pipi.

Justin langsung menempelkan bibirnya tepat dibibirku. Mataku langsung terpejam menikmati sesuatu yang belum pernah kulakukan dengannya. Aku membalas ciuman hangatnya itu.

Tok ... tok ...

Pintu apartemenku diketuk. "Saara, it's me." Aku langsung mundur dan terdiam. Suara Calum. Mengapa kau datang disaat yang tidak tepat?

Justin langsung berjalan menuju pintu dan membukakannya. Aku hanya bisa melihat tanpa melakukan apa-apa.

"Oh maafkan aku menganggu kalian. Aku hanya ingin mengembalikan jaketmu yang ketinggalan tadi dimobilku." Cal menyodorkan jaketku dan diambil dengan kasar oleh Justin.

"Cal. Please leave now. I don't wanna see you anymore," kataku pada Cal.

"Okay. Okay. Thanks." Cal pergi dari hadapan Justin.

Lalu Justin membanting pintu dengan kencang. Aku sampai melompat karena saking terkejutnya.

"Kau pulang bersamanya? Satu mobil dengannya?" Justin membentakku lagi. Tepat disebelah telinga kananku.

Aku tidak bisa membalas kata-katanya karena aku sangat takut. Justin berjalan menuju sofa dan melemparkan jaketku ke lantai. Aku langsung mengambil jaket itu dan memeluknya. Aku menangis sambil memeluk jaket ini.

"Mengapa kau mengambilnya lagi? Kau suka jaketmu yang dipegang oleh nya?" Suara kasarnya mulai berkurang.

Aku menatap Justin sinis lalu menghapus air mataku. "It was from my dad. Okay? Tidak usah menghubungkan segalanya dengan Calum."

Justin berdiri dari sofa dan menghampirku lalu memelukku erat.

"I did everything to you, Justin. Semuanya. Ya ... sebetulnya tidak semuanya. Aku sangat mencintaimu walaupun kau belum siap untuk mempunyai pasangan. Dan aku menunggumu untuk itu. But you act like i'm yours. Aku tidak bisa dekat dengan teman pria ku tanpa seijinmu. Padahal sebenarnya kita ini masih berteman. We're not lovers, but ... more than friend. Aku merasa, kau tidak sepenuhnya mencintaiku. Kau tahu ... seperti tempat pelampiasan."

Aku berdiri dan Justin pun ikut berdiri.

"I guess ... i need some 'me time' to think about us. About everything." Aku menatap Justin yang terkejut mendengarkanku.

"Oh baiklah. Kita memang butuh waktu kita masing-masing untuk memikirkan tentang kita. Aku harus menginstrospeksi diriku, temanmu yang mengekangmu untuk tidak boleh berdekatan dengan pria lain. Selama kita tak berhubungan untuk sementara, kau bisa dekat dengan siapapun. Termasuk Calum." Aku menelan ludahku. "We should break from this complicated relationship."

Justin berjalan mendekatiku lalu mencium keningku. Dia membuka pintu lalu keluar.

* * * * * *

End of Part 20. Wait for Part 21!

Terima kasih yang sudah mau membaca dan memberi vote serta komentar.

You're A Song To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang