6. Sebait Do'a kepada Rabb
***
Laki-laki itu mengetuk pintu apartemen milik orang lain yang ada di sebelah miliknya. Dalam hati dia merapal agar pemilik itu sedang terjaga atau dapat terbangun mendengar ketukannya. Dia melirik waktu di jamnya yang menunjukkan sudah menjelang sepertiga malam. Sedangkan, Canda diam memerhatikan laki-laki itu yang nampak gusar menunggu perhatian pemilik apartemen untuk segera membuka pintunya.
"Mas, kita mau ngapain di sini?"
Pertanyaan Canda layaknya angin lalu setelah suara pintu terbuka menarik penuh perhatian laki-laki itu dan juga dirinya. Perawakan laki-laki lebih matang dari laki-laki yang membawanya itu membenarkan kopiahnya sebelum menatap mereka berdua.
"Eh, Mar, suka banget kamu ganggu malem-malem?" laki-laki yang membawanya itu tertawa kecil. "Sorry Mas..."
"Siapa, Yah?" seorang wanita berbalut mukena menghampiri mereka. 'Mbak kira siapa, ternyata kamu, Mar. Ada perlu apa?" tanyanya.
Sedangkan, laki-laki yang ditaksir suaminya itu menatap curiga Ammar yang menghampirinya dengan seorang perempuan. Dan Ammar menyadari itu.
"Boleh aku masuk dulu, Mas? Mbak?"
Mereka mengiyakan. Dengan gerakan matanya Ammar meminta Canda untuk mengikutinya.
Asti menatap Canda yang segan berada di apartemennya. "Duduk, Dek. Rekan kerjanya Ammar ya?" Canda tersenyum lalu menggeleng. "Bukan."
Ammar mengambil alih perhatian dengan ucapannya. "Mbak, sebenarnya aku mau minta bantuan."
"Bantuan apa loh, Mar?"
"Kamu bikin Mas curiga Mar."
Ammar ─nama laki-laki yang membawa Canda─ tertawa mengetahui ke mana arti ucapan laki-laki itu. Sebelum dia meminta bantuan dia akan menjelaskan sosok kedua orang itu kepada Canda yang nampak kebingungan. " Ini Mbak Asti istrinya Mas Andri, mereka berdua tetangga rumahku di Bandung dan Alhamdulillah kami bertetangga lagi karena pekerjaan Mas Andri yang membuat mereka mengharuskan pindah ke sini." Canda mengangguk.
"Mas, Mbak, sebelumnya aku minta maaf kalau mengganggu kalian. Aku butuh bantuan kalian untuk menampung perempuan ini hingga besok. Nggak mungkin aku berada satu atap dengannya di apartemenku sedangkan kita bukan muhrim."
"Adek temannya Ammar?" tanya Mbak Asti yang lebih ingin tahu.
Baru saja Canda hendak menjawab namun Ammar menyelanya. "Bukan, Mbak. Aku nggak sengaja mau nabrak dia. Dan, perempuan ini minta aku bawa dia mungkin besok aku akan ke kantor polisi."
"Mas, aku bilang kan nggak mau!"
"Terus kamu maunya gimana?"
Andri melerai mereka. "Sudah-sudah, nanti kita bicarakan lagi besok. Canda bisa tinggal dulu di sini karena kebetulan ada satu kamar lagi."
Ammar menghela napas dan menaikkan gulungan lengan kemejanya yang turun. "Kamu bisa tidur di sini dulu. Besok kita bicarakan lagi."
Canda mengangguk lalu hendak mengikuti Mbak Asti yang mengajaknya ke kamar untuk istirahat sebelum langkahnya terhenti ketika Ammar berseru, "Kamu sholat dulu!"
Asti melirik Ammar lalu Canda. "Kalian belum sholat Isya?" tebakan Asti itu diangguki Ammar dan Canda benar-benar gugup mau menjawab bagaimana.
"Nggak mampir sholat di masjid pas jalan tadi?" tanya Andri.
Ammar menggeleng. "Nggak sempat, Mas. Kalau gitu aku balik dulu mau sholat takut keburu subuh."
"Nggak di sini aja sekalian?" Ammar menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Spiritual[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...