5. Secercah Harapan 2

10K 371 6
                                    

Assalamu'alaikum Wr, Wb, temen-temen semunya maaf ya kemarin nggak sempet repost karena kuota yang tipis wkwk

Ini bagian 2 dengan POV Canda ya,

enjoy reading gaesss... jangan lupa vote dan komennya juga yaw :D

***

CANDA

Mobil pria yang menolongku itu berhenti di depan gedung apartemen yang menjulang tinggi. Aku pasrah saja mau dibawanya kemana. Toh, aku hanya seorang diri di kota metropolitan ini, ibuku sudah pergi dan ayahku ... persetan dengan dia, ayah mana yang mau memperkosa anaknya seperti ayah tiriku itu? Dan dengan kenyataan bahwa aku tidak tahu siapa ayah kandungku. Jika pria ini hanya berpura-pura baik padahal mau menjualku bahkan memperkosaku, aku tak peduli, hidupku sudah hancur dan lebih baik dihancurkan karena aku sudah tak kuat menanggung penderitaan ini.

Ku ikuti langkah pria itu memasuki gedung apartemen. Wajahku menunduk tak memerlihatkannya pada orang lain. Dan tanganku memeluk tubuhku sendiri yang terbalut jaket milik laki-laki itu. Kakiku berhenti melangkah saat merasakan ada yang menghalangi seperti sebuah tembok. Perasaan aku mengikuti jalan yang sama dengan laki-laki itu tak mungkin kan sekarang aku menabrak tembok. Memang ada tembok yang wangi kayak gini?

"Ehmmm ..." eh, temboknya bisa berbicara?

Kepalaku sedikit demi sedikit menengadah memastikan tembok jenis apa yang ada di hadapan ku.

"Eh?!" kagetku saat melihat ternyata bukan tembok namun tubuh laki-laki itu. Dia tengah menatapku dengan kening berkerut. Harusnya aku yang begitu! Lalu kami saling diam. Posisi yang saling berhadapan membuat aku gugup apalagi wangi parfumnya tepat menusuk indra penciumanku. Menggelitik dan membangkitkan sesuatu yang ingin segera ku keluarkan karena tak tahan.

"Hatciwww ..."

Akhirnya.

"Hatciwww ..."

Untuk kedua kalinya aku bersin. Astaga kenapa ini? Nah, hidungku sudah geli lagi.
Mulutku sudah terbuka siap bersin kembali hingga terasa geli yang luar biasa menandakan gelombang ketiga bersinku datang, "hatciwwww..."

"Yarhamukallohu," laki-laki itu mengucapkannya dengan nada mengejek.

Aku menggosok hidung yang masih sedikit gatal, "hah?" aku menaikan alis dan menatap pria itu yang mengucapkan sesuatu yang baru ku dengar apalagi dengan intonasi yang tidak biasa.

"Do'a setelah dengar orang bersin selesai kamu ucap hamdalah. Seharusnya kamu ucap hamdalah tadi itu. Selesai aku jawab tadi jawab lagi dengan Yahdiikumul loohu wa yaslihu balakum. Nggak tahu?"

Aku menggeleng.

Kulihat pria itu juga menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sudah kita bahas nanti saja. Berjalanlah di sisi ku. Kalo seperti tadi rasanya tidak enak dipandang."

Kini aku berjalan disampingnya namun dia belum juga beranjak aku mendongak menatapnya lagi dan mengerutkan kening. "jaga jarak. 1 meter." Aku terkesiap dan segera mengatur jarak kami sesuai yang diinginkannya. Laki-laki itu lalu beranjak menyusuri tempat parkir menuju pintu utama gedung.

"Selamat malam, Pak Ammar," sapa satpam yang menyambut kami di depan pintu.

Oh namanya, Ammar.

"Malam Pak. Mari."

Satpam itu mengangguk dan tersenyum padaku juga. Aku hanya mengangguk kikuk lalu ikut berlalu mengikuti kemana langkah laki-laki di sampingku. Namun, baru beberapa langkah ia berbalik lagi. "Mohon maaf, Pak. Izin membawa masuk Mbak ini. Kebetulan dia kenalan saya."

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang