22. Akhirnya, Halal!

12.1K 533 9
                                    

22. Menggenapkan Separuh Agama Bersama Hawa

---------------

Ammar tidak pernah main-main dengan ucapannya. Saat ia ingin segera mempersunting Canda, ia lekas mempersiapkan semuanya. Berkas-berkas administrasi ke KUA telah selesai pada keesokannya. Dan seminggu kemudian ia telah dapat persetujuan untuk melangsungkan pernikahan. Selama menunggu itu ia diboyong Asti ke rumah ibunya besera ibu mertuanya yang hanya tinggal sendiri. Ruang tamu rumah ibu Asti sudah disulap menjadi ruang akad dengan meja di tengah yang dihiasi bunga disekelilingnya dan karpet tebal menjadi alas duduk.

Tepat pukul 8 pagi keluarga Ammar sudah datang dan disambut dengan tabuhan rebana yang dipukul para santri untuk mengiringi perjalanan mereka memasuki kediaman akad dilangsungkan. Ammar berada di antara Umi dan Abi, dengan baju koko beserta kopiah dan celana senada yang dilapisi dengan sarung dilipat seperempatnya di atas lutut.

Asti menggenggam tangan Canda yang dingin. Kebaya putih sudah membalut tubuhnya dengan cantik. Riasan sederhana membuat wajahnya yang tak pernah tersentuh make up menjadi begitu cantik. Andri yang datang memberitahukan kedatangan Ammar membuat hatinya tak keruan.

"Tenang, Ca." Asti mencoba menenangkannya.

"Gugup, Mbak," jawabnya singkat.

"Dulu Mbak juga kayak kamu gini bahkan semua orang juga pasti gugup. Siapa sih yang nggak gugup. Sekarang, kamu istighfar aja ya, takutnya setan malah memberdaya kamu dalam keadaan gini."

Dalam hati Canda mengikuti saran Asti untuk beristighfar menenangkan hatinya.

Genggaman tangannya dalam tangan Asti semakin mengerat saat Ammar mulai mengucapkan ijab kabul. Janjinya kepada Allah untuk menjadi imam bagi Canda juga penggenap agamanya, dan ayah dari anak-anaknya kelak.

Canda memasang telinga baik-baik, dia ingin mendengarkan suara satu tarikan napas itu mengucapkan kabul di hadapan semua orang dan disaksikan langsung oleh Allah SWT dan akan diaminkan oleh para Malaikat.

"Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madz-kuur haalan..." Ammar mengucapkannya dengan satu tarikan napas dan suara yang tegas. Tidak ada lagi keraguannya untuk memperistri Canda untuknya.

"Sah?"

"Sah!" semua berhamdallah dan dilanjutkan dengan pembacaan do'a.

Canda meneteskan air matanya. Asti mengusap dengan ibu jarinya, dia sangat senang melihat Canda bisa berbahagia, bersatu dengan sumber kebahagiannya yaitu Ammar.

Asti merangkum wajah Caca, "Barakallahulaka wabaraka 'alaika, wajama'a bainakuma fi khairin. Semoga Allah memberkahi kaliam berdua dan disatukan dalam kebaikan. Aamiin."

"Aaminn. Makasih Mbak. Makasih banyak untuk semua bantuan Mbak dan keluarga."

Dengan lembut Asti mengusap air matanya. "Sudah jangan nangis. Suamimu akan ke sini masa belum ditengok udah nggak cantik lagi nanti dia kabur lho, kamu nangis-nangis lagi baru tahu." Gurauan Asti sukses membuatnya tersipu.

"Tuh 'kan suamimu datang. Jangan gugup ya, Ammarnya jangan di cakar kalau kamu sayang-sayang baru boleh."

Canda tersenyum malu dan menundukan pandangannya sembari menunggu suaminya menghampiri. Menyebutnya suami membuat hati Canda menghangat. Dia tidak menyangka Ammar menjadi jodohnya, Allah begitu baik mempersatukan mereka. Meski bisa bersatu setelah adanya badai namun dengan begitu dia tahu bagaimana menghadapi badai yang nyata dalam biduk rumah tangga.

"Assalamu'alaikum, bidadarinya, Mas," Ammar sedikit menaikan intonasinya karena Canda terlihat melamun. Meski begitu nada lembut nan menggoda masih melekat.

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang