27. Pertemuan 2 Keluarga
---------
Setelah puas membeli banyak bahan makanan. Ibu dan Caca segera menatanya di kulkas. Caca terlihat sangat bersemangat namun tidak membohongi ada rasa gugup juga dengan pertemuan orangtua Ammar dengan orangtuanya. Dia takut, orangtua Ammar tidak menyukai orangtuanya. Rasanya dengan menerima masalalunya saja Canda sudah merasa sangat beruntung dan begitu bangga dengan begitu besar hatinya orangtua Ammar menerimanya yang tidak memiliki siapa-siapa.
Maria memindahkan buah-buahan dari plastik ke dalam wadah dan mencucinya di wastafel sebelum dimasukkan kulkas. Wajahnya berseri tak sabar menanti kedatangan besannya. Dia tahu pasti orangtua yang telah menerima anaknya untuk dijadikan menantunya itu sungguh memiliki hati yang luar biasa baik. Ketika bertemu nanti Maria ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Semua itu tak lepas dari pandangan anaknya, Caca mengembangkan bibirnya, lalu mendekati ibunya dan memeluknya dari belakang. Menumpukan kepalanya ke bahu Maria.
"Caca seneng liat ibu bahagia seperti ini. Tambah cantik. Pantas Ayah suka sama Ibu Caca ini,"
Maria terkekeh, tangan badannya menjawil hidung Caca yang tidak seberapa mancung dibandingkan Ammar.
"Pintarnya anak ibu ngegombalin ibunya sendiri, ya?!"
Caca merengek untuk meminta dilepaskan jepitan tangan di hidungnya. Tetesan air beberapa menetes membasahi sekitar hidung akibat tangan Maria yang basah. Karena ibunya tidak melepaskan juga akhirnya Caca yang menjauh sambil mencebikkan bibirnya. Maria tertawa.
Saat seperti itu, deheman seseorang menginterupsi keintiman mereka. Ayah baru saja datang dari kantornya. Beliau berkacak pinggang sebelah melihat dua bidadari ya asyik di dapur sehingga tak kunjung menyambut kedatangannya.
Meskipun Wirdan baru di kehidupan Caca namun rasanya tak ada dekat untuk menikmati peran ayah dan anak itu. Buktinya, Caca sudah menghambur ke pelukan Wirdan sehingga Wirdan kewalahan menangkap tubuh berat anaknya. Dia tertawa dan mengelus lembut Surai Caca.
Memang, jika di rumah Caca tidak memakai kerudung karena tidak ada yang bukan mahramnya di dalam rumah tersebut.
"Jadi, Ayah gak mau peluk Ibu juga? Gitu? Yaudah gapapa. Nanti malem Ayah Ti—" Belum selesai Maria berbicara, Wirdan sudah memotongnya dan menghampiri istrinya dengan Caca masih dalam pelukan. Sebelah tangannya menarik Maria ke dalam pelukannya.
Betapa bahagianya mereka bertiga. Kemudian mereka bertiga saling menertawakan pelukan bersama itu dengan hati diselimuti bahagia. Mereka sama-sama melepas diri.
"Ayah bersih-bersih dulu aja, nanti Ibu nyusul ke kamar. Mau beresin ini dulu. Nanti masaknya abis ashar ya, Nak, biar gak keburu dingin, masih enak dimakannya."
Caca mengangguk. Sedangkan, Wirdan mengecup kening istrinya kemudian berlalu. Wajah Maria memerah. Ah, rasanya seperti kembali menjadi pengantin baru yang masih malu-malu untuk melakukan hal intim.
Caca terkikik. "Cieee, ibu wajahnya kayak Hulk."
Maria melotot."Nggak ada Hulk yang merah. Dia kan ijo, ishhh...."
Sambil menutup kulkas memasukan buah yang telah dicuci Maria, Caca bergumam meskipun sangat jelas sekali didengar Maria. "Ups, berarti wajah ibu kayak tomat. Kan merah."
"Ih, kamu ya, ibu kutuk kamu jadi Cinderella!"
"Lho kok? Ibu baik sih?" Heran Caca.
Dengan lirih Maria menjawab. "Karena Ibu nggak mau menyakiti kamu. Kamu kebahagian Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Spiritual[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...