8. Adrenalin di Tempat segudang Ilmu Agama
***
Sebuah mobil toyota Avanza, memasuki gerbang sebuah pesantren. Kemudian, berhenti di area parkirnya yang tak begitu luas. Tak lama, keluarlah sepasang manusia dari dalam mobil itu. Yang pria dengan senyum mengembangnya, lantas karena sudah lama tak berkunjung ke tempat di mana ia dibesarkan itu. Sedangkan perempuan yang bersama laki-laki itu, menunduk, menatap pelataran parkir yang tak ada satu pun terlihat sampah berserakan ataupun hal menarik lainnya, tapi wanita itu begitu betah memandangnya. Dia gugup. Berkali-kali hatinya meyakinkan dirinya. Membulatkan tekad demi kehidupan yang lebih baik lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Dia tak mau menyesal kemudian hari. Bagaimana pun, dia ingin mencecap manisnya hidup dengan berada di jalan-Nya.
"Mas Ammar... " teriak seorang gadis yang terdengar begitu antusias.
Mau tak mau, Canda juga penasaran akan suara itu. Dia menaikan sedikit pandangnya. Gadis itu sedang berjalan tergesa ke arahnya dan Ammar. Senyumnya mengembang. Canda melirik reaksinya yang juga sama tengah tersenyum.
"Mas jahat nggak pulang-pulang!" rajuk gadis itu.
Ammar terkekeh. Diusap dengan gemas puncak kepala gadis yang kiranya masih dalam usia remaja itu, membuat sang Mpu-nya tambah merajuk karena hijabnya berpotensi berantakan dengan tangan Ammar yang tak berperikemanusiaan. "Ishhh..." desisnya kesal.
"Sekarang Mas 'kan sudah di sini. Apa masih mau ngerajuk?"
"Abisnya ... Nayla 'kan kangen sama Mas,"
Canda hanya ikut menyimak obrolan Ammar dan gadis itu. Wajahnya kembali menunduk menatap pelataran parkir.
Ammar merangkul bahu gadis —yang diketahui bernama Nayla. Menggiringnya, mendekati sebuah rumah yang tampak asri dengan berbagai bunga tumbuh subur di halamannya.
Nayla memberhentikan langkahnya lalu menengok ke belakang. Canda masih diam di tempatnya. "Mas, kenapa temannya nggak di ajak juga?"
"Astagfirullah, Mas lupa, Nay. Ca, ayo!" Ammar kenapa bisa dia lupa dengan Canda. Gadis itu pasti gugup sedari tadi. Saking gugupnya, gamis bagian sampingnya sukses lecek karena terus di pelintir oleh tangannya. Entah itu secara sadar atau tidak.
Canda mendongakkan pandangannya saat mulutnya sudah terbuka akan berbicara. Namun, Nayla menginterupsinya, "Mbak, ayo! Umi sama Abi pasti seneng kedatangan temennya Mas Ammar," tak segan-segan Nayla juga menghambur mendekati Canda dan meraih tangannya untuk diajak berjalan bersama ke rumah sang pemilik pesantren.
Ammar, Nayla dan Canda berjalan beriringan. Banyak santri ataupun santriwati yang memandangi mereka dengan kening berkerut. Bukan dengan sosok laki-laki yang sedang berjalan itu —karena siapa pun pasti tahu dia adalah anak Kyai-nya, tapi dengan sosok wanita yang digandeng akrab oleh Nayla.
Dalam benak mereka: Apakah itu calonnya, Mas Ammar?
"Mas ... Mas Ammar..., "
Seorang gadis di ujung koridor itu berteriak, Menyerukkan nama anak kedua Kyai-nya, sontak menghentikan langkah mereka.
Mereka menatap gadis itu yang berjalan tergesa, mengabaikan langkahnya yang agak terganggu dengan gamisnya. Kerudung syar'i nya berlarian mengikuti irama langkah kakinya. Dengan sedikit terengah-engah, dia berdiri di hadapan mereka dengan senyum mengembang. Bukan... bukan untuk Nayla maupun Canda tapi untuk Ammar.
"Assalamu'alaikum ... Mas, kunaon nembe uwih (kenapa baru pulang) ? Teu (Nggak) kangen ka Zahra?" tanya gadis itu dengan bahasa dan logat sundanya yang kental.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Spiritual[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...