29. Ngidam

9.6K 399 6
                                    

29. Ngidam

--------

"kamu benar nggak mau ibu temenin?" Maria rasanya tak mau meninggalkan anaknya yang tengah hamil tersebut. Belum lagi, Ammar yang jadwal prakteknya padat dan sering lembur. Kandungan Caca yang bermasalah pun terus menghantui pikirannya sebagai calon seorang nenek dan ibu Caca.

"Kasian Ayah, Bu, Caca gapapa kok." Caca mengulas senyumnya, mencoba menenangkan. Dia mengeratkan pelukan pada tangan Ammar dengan nyaman. Sedangkan, jemari tangan Ammar tersembunyi masuk dalam kantung celana.

Hari ini, Ayah dan Ibu Caca harus dengan rela kembali ke rumahnya, waktu libur yang telah usai sejak beberapa hari lalu sehingga dia tak mau melihat suaminya kecapekan bolak-balik kantor dari rumah anaknya yang cukup memakan jarak. Namun, di balik itu dia berat meninggalkan Caca.

"Atau kamu aja tinggal sama ibu dulu, ya?"

Caca menggeleng kuat. "gapapa, Ibu, Caca bisa kok sendiri. Ada Mas Ammar juga yang jagain walaupun di rumah sakit Mas Ammar sering hubungi Caca buat mantau. Betulkan, Mas?"

Ammar mengusap lembut pipi istrinya seraya mengangguk.

"Iya Bu. Gapapa kalau Caca nya gak mau. Insyaallah Ammar akan jaga dia sebisa mungkin. Ibu jangan khawatir."

Maria menatap suaminya meminta pertolongan. Orang-orang berlalu lalang dengan kepentingannya masing-nasing beberapa ada yang menyapa mereka. Beruntung orang Jakarta cenderung acuh tak mau ikut campur dengan orang lain.

"Lah kalau Caca nya gak mau, Ayah bisa apa? Caca sudah besar juga. Sudah bisa jaga diri kan, Nak, ya?" Caca mengangguk. "Kita berdo'a aja ya semoga selalu sehat dedek dan ibunya, selalu dilindungi oleh Allah. Aamiin."

"Aamiin." Mereka mengaminkan.

Maria pasrah.

"Sini, ibu peluk dulu," Maria merentangkan tangannya. Caca menyambutnya suka cita. "Kamu hati-hati di rumah. Jangan capek-capek. Makan yang teratur. Jangan lupa minum susunya. Kalau nyuci laundry aja, ya. Kalau ada apa-apa langsung hubungi suami kamu atau gak ibu."

Caca mengelus punggung ibunya yang nampak tak setegap dulu. Sudah mulai termakan oleh usia.

"Iya, makasih ya Bu. Do'akan Caca dan Dedek sehat selalu. Caca sayang, Ibu."

Maria menjauhkan tubuhnya dan dikecup kedua pipi anaknya. "Ibu juga."

"Yasudah, Ayah sama ibu pamit. Nanti kami ke sini lagi. Kamu sehat-sehat, jangan terlalu banyak pikiran."

Caca mengangkat jemarinya, menyatukan telunjuk dan jempol membentuk O besar. "Oke Bosque. Laksanakan."

Semuanya tertawa.

Ayah dan Ibu sudah pergi dengan mobilnya. Tertinggal Caca dan Ammar di perkarangan rumah.

"Mas..." Rajuk Caca.

"Hmmm,"

"Mau jalan-jalan. Bosen."

Ammar menaikan alisnya, "jalan-jalan ke mana? Kamu harus istirahat loh."

Caca mencebikkan bibir, "Mas nyebelin."

"Mas sayang sama kamu. Kamu ngerti kan kenapa gak boleh?"

Caca mesem-mesem. "Caca juga sayang sama, Mas. Pake banget. Pake cinta lagi. Tapi gak pake telur." Akhirnya Caca cekikikan.

Ah, Ammar gemas dibuatnya. Semakin hari dengan kian bertambah usia kehamilan istrinya itu semakin lucu saja. Saat di rumah sakit pun dia sangat ingin pulang. Berbanding terbalik dengan dulu yang sangat betah sampai menginap.

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang