33. Bertanggung Jawab
-------
Mulut itu tertutup rapat. Matanya memindai dengan intens sosok itu dengan berkaca-kaca. Sosok yang berbeda dari dulu. Sangat jauh berbeda. Dia merindukan sosoknya yang menemani separuh sarjananya sebelum perempuan itu bertolak ke Amerika mengenyam pendidikan sebagai dokter di sana.
Ammar tetap menjaga jarak antara mereka. Perempuan itu duduk manis dengan penampilan syar'i nya. Suatu hal yang sangat membuat Ammar terkejut untuk pertama kali mereka berjumpa.
Namun, ada yang berbeda dari sorot mata itu. Menceritakan banyak sekali kesakitan. Semua karena kamu, Ammar!
***
Saat pintu apartemen terbuka, Ammar mencari saklar lampu. Terang menghinggapi ruang utama yang tak seberapa luas. Berjalan pelan sambil memijat pelipisnya yang pening. Rasanya ingin segera merebahkan diri dan tertidur. Lupa akan segala hal yang baru saja terjadi pada hari ini.
Melewati sofa, dia tersentak, melihat Canda yang meringkuk tanpa sehelai selimut pun untuk menghangati tubuh. Jam di tangannya menunjukkan pukul satu malam. Enggan menganggu, dia meraih istrinya dan membawanya ke kamar.
Tak sedikitpun Ammar ingat bahwa dia telah melakukan kesalahan. Dengan pelan dia menidurkannya namun tiba-tiba lengan itu melingkari tengkuknya. Mata sayu Caca menatap mata merah sarat akan lelahnya seorang Ammar hari ini.
Dia tersenyum. Ammar tak sanggup menahan berat Caca dan memilih menidurkannya dengan tangan itu masih berada di tengkuknya. Ammar menunduk, akhirnya di hadapan Caca, menyesuaikan posisi.
"Mas mau mandi?"
Dari sekian pertanyaan yang ingin Caca tanyakan, dia memilih menanyakan hal itu. Dia tahu suaminya pasti lelah. Haripun sudah akan semakin dini menjemput pagi, tak mau sampai Ammar tidak beristirahat hanya karena ia memberondongi dengan segala pertanyaan. Ada saatnya untuk mereka mengobrolkan hal itu. Dengan situasi dan kondisi yang tidak sesuai hanya akan memperkeruh keadaan.
Ammar mengusap rambut Caca dan mengecup keningnya. "Kenapa tidur di luar, hm?"
"Pengen." Bohongnya.
"Mencoba berbohong, nona?"
Caca terkikik, "aku gak bisa tidur kalau gak ada Mas jadi aku nunggu kamu eh malah ketiduran."
Ammar lupa bahwa ada seseorang yang menunggunya pulang. Dia mengecup kening itu lagi, rasa bersalah menghinggapinya. Bisa-bisanya dia melupakan istrinya sendiri.
"Maaf."
Dengan telaten tangan Caca menyentuh setiap inci wajah suaminya. Memijat masing-masing alis dengan jari telunjuknya yang baru di sadari begitu tegang, saling menaut. Beralih ke pinggir alis itu dan memijat titik yang menjadi sentra rasa pusing. Ammar memejamkan matanya menikmati segala hal yang istrinya lakukan. Sejauh apapun dia melangkah, Canda adalah tempat ia kembali pulang. Bagaimana bisa dia membangun rumah kembali dengan yang lain? Dia tidak akan bisa! Tidak akan!
Caca menghentikan itu, meraih tengkuknya kembali dan Ammar mendekatkan wajahnya, "Maaf!" Dan setelah itu Ammar menautkan cinta mereka di sepertiga malam.
***
"Mas, hari ini jadwal aku cek up." Ujar Caca sambil menyiapkan sarapan untuk suaminya.
Ammar meraih nasi goreng dari Caca dan menyimpannya di meja, "Mas jemput nanti saat istirahat."
"Iya." Ada jeda. "Kalau Mas sibuk gapapa aku naik grab aja."
"Jangan! Insyaallah waktu Mas selalu sempat untuk kamu sama adek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Espiritual[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...