9. Serigala Berbulu Domba

9K 234 2
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya ya guysssss.....

9. Serigala Berbulu Domba

***

"Mar, Ammar!"

Langkah Ammar terhenti dan mengalihkan pandangannya ke belakang melihat pria berjas putih sama dengannya tengah menghampiri.

"Ya, Ji?" Ammar menaikan alisnya.

"Lo udah tahu, belum?"

"Tahu apa?" alisnya semakin naik, seiring dengan rasa bingungnya.

Panji menepuk bahu Ammar dan merangkulnya, "berita sepenting ini lo belum tahu? Yasudah ikut gue ke cafetaria. Kita ngobrol di sana."

"Lo bikin penasaran, Ji,"

Panji menyeringai dan menyeret Ammar ke cafetaria yang terletak di lantai dua gedung rumah sakit.

***

Umi memerhatikan Canda yang tengah memasak. Gadis itu begitu cepat menangkap apa pun yang di perintahkan. Kemarin, Canda berhasil membuat kerajinan bunga dari anyaman bambu dan sekarang dia sudah melepas Canda memasak sendiri setelah memberinya pemahaman sedikit tentang bagaimana membuat makanan yang enak.

Umi mengajarkan, bahwa makanan enak bukan dari apa yang dimasak dan siapa yang memasaknya. Tetapi, hati yang ikhlas dan penuh cinta akan menyulap makanan setidakenak pun akan menjadi nikmat. Dulu, ketika Umi baru menikah dengan Abi, Umi belum terlatih memasak. Saat Abi mencicipi hasil masakan Umi, Abi menyebut makanannya begitu nikmat. Padahal Umi tahu makanannya tidak layak untuk disebut begitu.

"Masakan Umi enak. Kenapa? Karena Umi bikinnya dengan ikhlas dan penuh cinta. Itu bumbu yang penting dalam masakan. Coba Umi tebak, kalau masakannya enak tapi masaknya sambil marah-marah dan nggak ikhlas. Apa makanannya akan jadi enak? Yang ada bikin nafsu makan kita hilang." Abi tersenyum pada Umi dan mengelus puncak kepalanya. Umi merasa tersanjung. Abi hanya terkekeh dan menarik Umi duduk di sampingnya, dia berkata, sudah seharusnya seorang suami menyanjung hati istrinya, memuliakan dan menjadikan dia Ratu bukan pembantu di dalam rumah tangga.

Mengingat hal-hal itu tidak bosannya membuat Umi tersenyum sendiri. Usia yang menua membuatnya rindu akan masa itu, bukan karena rasa cinta suaminya berkurang namun sudah tidak pantas untuk menunjukan kemesraan di hadapan anak-anaknya. Biar saja dia melihat kemesraan dari anak-anaknya kelak dengan pasangannya. Dia akan memperhatikan seolah dirinya adalah tokoh utamanya.

Umi tahu Canda gadis yang pintar dan patuh. Sangat disayangkan jika orangtuanya memperlakukan dengan semena-mena. Di tinggalkan lalu diperkosa. Betapa sakitnya bagi Canda.

"Sudah selesai, Ca?" Umi mendekati Canda.

"Sudah, Umi." Canda menjawabnya sambil menuangkan masakannya ke dalam wadah dengan hati-hati.

"Biar umi taruh. Kamu siap-siap saja pergi ke kajian,"

Canda menunjukan senyum tulusnya. Dia begitu menikmati kegiatan memasak ini. Dulu, dia tidak bisa memasak hanya karena semakin dewasa dia harus bisa karena ibunya yang bekerja akhirnya dia terbiasa memasak namun nafsu makannya selalu saja hilang saat Ayahnya datang dan bertengkar dengan Ibunya. "Gapapa Umi biar Canda saja. Ooo iya, Nayla ke mana?"

Canda menaruh masakannya di meja makan. Umi mengikutinya untuk menyimpan alat makan di masing-masing kursi.

"Nayla lagi di perpustakaan sama temen-temennya. Kamu berangkat sendiri saja ya?"

"Baik, Mi." Canda mengangguk sopan dan pergi ke kamar Nayla yang kini menjadi kamarnya juga.

Dia bersyukur Nayla mau membagi kamarnya juga baju-bajunya serta beberapa baju dari Umi. Mungkin, dia harus mencari kerja, tak mungkin selalu bergantung pada keluarga Ammar. Di beri kesempatan untuk tinggal dan belajar di pesantren saja sudah suatu keberuntungan baginya.

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang