23. Kejujuran Pada Masa Lampau

11.9K 530 22
                                    

23.kejujuran Pada Masa Lampau

-------------

Canda tidak pernah membayangkan bahwa ia akan berada di tahap ini. Menjadi istri dari sumber kebahagiaannya, Ammar. Matanya menatap penuh kagum pada suaminya yang sama tengah menatapnya juga. Ammar sedikit menaikkan selimut yang membungkus tubuh mereka. Tidak ada yang bisa melihat tubuh istrinya kecuali dirinya.

Dengan perlahan jemarinya membelai wajah tampan itu, dari keningnya turun kedua matanya lalu hidungnya yang mancung dan berhenti di bibir yang tadi menggodanya tanpa henti.

"Bibir Mas merah nggak hitam. Nggak ngerokok ya?" tanyanya.

"Iya. Mas masih ingin hidup lebih lama, melihat anak dan cucu kita nanti. Sangat sayang bukan memperpendek umur dengan menghisap tembakau itu."

Canda mengangguk mengerti. Dia tersenyum membayangkan ia dan Ammar memiliki anak. Entah akan seperti apa perpaduan anaknya nanti. Yang jelas, harus se-sholeh ayahnya!

Tangannya beralih ke dada pria itu. Membentuk pola-pola abstrak yang membuat Ammar bergidik geli.

"Mas masih hutang penjelasan sama aku." Ia menatap ekspresi Ammar yang terlihat sudah siap bercerita. Dia tidak sabar untuk mendengarkannya.

"Janji, jangan dipotong dulu ya sebelum selesai. Kalau udah selesai kamu boleh nanya apa aja." Ammar mengambil tangannya untuk dikecup. Canda terperanjat karena dilakukan tiba-tiba. Sentuhan Ammar di tubuhnya masih begitu asing.

"Iya, janji."

Tanpa melepaskan kontak mata mereka, Ammar mulai menceritakan kejadian sebenarnya yang membuatnya tidak jadi menikah dengan Zahra.

"Saat keluarga Mas sudah sampai di kediaman Zahra. Nayla entah menghilang ke mana, kami pikir dia menengok Zahra di dalam. Namun tiba-tiba ayah Zahra menghampiri keluarga Mas. Kami semua digiring ke ruang tengah menjauhi ruang akad. Mas lihat, Zahra sudah duduk di sana dengan menunduk."

Canda menautkan alisnya karena penasaran. Ammar menyentuh tautan itu dan menghilangkannya. "Penasaran gini bikin kamu tambah cantik."

"A-awwww!!!" Ammar mengaduh karena tangan jahil Canda yang mencubit perutnya.

"Jangan godain terus. Aku belum denger semuanya!" Ammar terkekeh dan mengusap puncak kepala istrinya. "Tambah heran lagi, Nayla sudah duduk anteng di kursi sambil nyengir nggak jelas. Tak lama ayahnya bersuara. Kamu tahu! Dia membatalkan pernikahannya karena dia kecewa, kalo anaknya sudah berbuat tidak baik padamu selama ini bahkan ke beberapa temannya. Beliau merasa tidak pantas menyandingkan anaknya dengan Mas. Dan kamu tahu beliau tahu dari siapa?"

"Nayla?" jawab ragu Canda yang tiba-tiba ingat dengan tingkah Nayla yang pemberani.

"Iya. Adik kecilku itu. Hahaha. Ternyata dia memvideokan kelakuan Zahra yang mengguyurmu dengan air cucian. Dia juga mengirimkan video kita saat di bukit ke Abi karena kesal liat kamu dengan Mas. Oleh itu, pernikahan semakin dipercepat. Mas nggak habis pikir sama Zahra bisa-bisanya ia berlaku seperti itu. Mas yakin itu bukan pertama kali dia begitu kan?" Ammar menatap penuh selidik.

"Gapapa. Aku nggak dendam kok. Cuma ya, waktu itu pernah ngelawan sekali," Canda mengusap teratur dada Ammar yang polos. Ammar mendesah dan mengucap syukur jika istrinya tidak menyimpan dendam.

"Sekarang, Mbak Zahranya di mana kok nggak balik ke pesantren?"

"Dia malu sama Abi dan Umi. Ayahnya juga ikut malu dengan kelakuan anaknya karena ayahnya itu temen Abi. Jadi dia memilih memasukan Zahra di Majalengkanya saja yang dekat rumahnya biar bisa di pantau juga."

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang